Mohon tunggu...
Dio Ramadhan Palureng
Dio Ramadhan Palureng Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Saya merupakan seorang mahasiswa fakultas hukum yang gemar membaca, menulis dan pada bidang public speaking.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Anak Hasil Hubungan di Luar Nikah, Siapa yang Menjadi Walinya?

31 Maret 2024   20:41 Diperbarui: 31 Maret 2024   20:47 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nikah merupakan sebuah ritual yang sakral dalam masyarakat. Nikah dalam islam merupakan sebuah bentuk ibadah, sebagai cara untuk menghindari zina dan sebuah penyempurnaan bagi agama seseorang. Hadits menyebutkan bahwa Allah akan senantiasa menolong hambanya yang menjaga kesucian dirinya lewat menikah.

"Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. An Nuur: 32).

  1. Pernikahan dan Syaratnya

Nikah adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah mawaddah war rahman dan memiliki keturunan.

Pernikahan merupakan ibadah yang mulia dan Suci. Pernikahan tidak boleh dilakukan sembarangan karena ini merupakan sebuah ibadah yang akan dilaksanakan seumur hidup hingga wafatnya seseorang

Akad nikah tidaklah sah melainkan dengan wali dan dua saksi yang 'adel (bukan orang fasik). Wali dan dua saksi tadi harus memenuhi 6 syarat:

  • Islam
  • Baligh (dewasa)
  • Berakal
  • Merdeka (bukan hamba sahaya)
  • Laki-laki
  • 'Adel (bukan orang yang fasik)

Bagi perempuan saat menikah harus didampingi dan diwakili seorang pria yang mempunyai hubungan darah. Dalam hadits wali nikah bisa dari antara:

Urutan wali nikah:

  • Ayah
  • Kakek
  • Saudara laki-laki kandung
  • Saudara laki-laki seayah
  • Anak dari saudara laki-laki kandung 
  • Anak dari saudara laki-laki seayah
  • Paman
  • Anak dari paman

Tetapi, jika seorang perempuan tidak mempunyai salah satu dari yang boleh mewalikan tersebut, maka perwalian beralih pada bekas hamba sahaya yang pernah dibebaskan, lalu ashobah dari hamba sahaya tadi. Jika tidak ada, barulah beralih pada wali hakim (KUA)

  1. Nasab Anak Zina

Anak zina pada asalnya dinasabkan kepada ibunya sebagaimana nasib anak mula'anah  yang dinasabkan kepada ibunya, bukan ke bapaknya. Sebab, nasab kedua anak ini terputus dari sisi bapak. 

Nabi SAW menyatakan tentang anak zina:

"(Anak itu) untuk keluarga ibunya yang masih ada..."

Hal ini juga diatur dalam Hukum Perdata di Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, 

"Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya."

Rasulullah SAW menetapkan untuk tidak dipanggil anak tersebut dengan nasab bapak. Inilah yang benar dan merupakan pendapat mayoritas Ulama.

  1. Menjadi Wali bagi Anak Hasil Zina

Ulama memiliki perbedaan pendapat tentang laki-laki yang berzina dengan seorang perempuan tidak bersuami, kemudian dia hamil dan melahirkan anak. Jika laki-laki tersebut mengakui anak tersebut sebagai anaknya, apakah dia diakui jadi bapaknya? 

Lelaki yang berzina mendapatkan kerugian. Maka jika anak dinasabkan kepada lelaki yang berzina, hal itu bertentangan dengan hadits ini.

Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash Radhiyallahu anhu berkata :

:

Ketika kota Makkah ditaklukkan di zaman Rasulullah, seorang lelaki berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, "Sesungguhnya si Fulan itu anakku, dahulu aku berzina dengan ibunya di zaman jahiliyyah". 

Maka Rasulullah SAW bersabda, 

"Tidak ada pengakuan anak dari hasil zina dalam Islam, urusan jahiliyah sudah sirna. Anak itu milik suami pemilik istri, sedangkan lelaki yang berzina mendapatkan kerugian". [HR. Abu Dawud, no. 2274]

Oleh karena itu bapak tersebut tidak boleh mewalikan anak perempuan itu, karena nasab kepada bapaknya ditiadakan karena perzinaan tersebut.

Adapun wali anak perempuan tersebut bisa dengan wali hakim (KUA),

Bisa kita ambil kesimpulan bahwa, karena anak hasil hubungan di luar nikah tersebut dinasabkan kepada ibunya (bapaknya tidak diakui) maka dari itu, disaat anak tersebut nikah dan diperlukan wali untuk menikahinya tidak bisa diwalikan oleh bapaknya tetapi diwalikan oleh wali hakim (KUA).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun