Mohon tunggu...
Dionisius Yusuf
Dionisius Yusuf Mohon Tunggu... Guru - Hanya seorang pendidik

Seseorang yang sedang belajar menulis tentang banyak hal, silahkan colek saya di IG @ichbindion, dan FB Dionisio Jusuf

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Biaya Pendidikan di Indonesia Tidak Lebih Murah Dari Amerika

29 Desember 2023   18:09 Diperbarui: 31 Desember 2023   07:34 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana kampus Hutschison Community College (Dok Andika)

Malam pada musim dingin memang tak pernah gagal membunuh jiwa yang sunyi. Apalagi, sepanjang hari ini (9 Desember 2023), salju tidak henti-hentinya menghujam tanah Alaska. Namun apa daya, pada malam yang suram dan dipenuhi kabut, saya harus menjemput keponakan yang datang berkunjung dari Kansas. Dia terpaksa "mengungsi" dari asramanya karena libur semester telah tiba. Cukup lama dia akan menikmati dinginnya alam Alaska. Satu bulan! Tentu bukan waktu sebentar untuk dia berjibaku dengan cuaca ekstrim di kala Alaska sedang dilanda winter storm.

Waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 AKST (Alaska Standard Time), itu artinya saya harus segera bersiap menuju bandara untuk menjemput Andika (nama keponakan saya). Segera saya menyalakan mesin mobil, tidak lama kemudian, saya memacu mobil menuju bandara. Saya tidak ingin Andika menunggu terlalu lama di bandara di saat cuaca yang sedang tidak bersahabat. Bersyukur sepanjang perjalanan, setitik cahaya dari langit menemani saya. Mungkin dia (cahaya) punya caranya sendiri untuk menghibur malam dari sepi.

Sepanjang perjalanan menuju bandara, saya tampak masih belum percaya kalau Andika sudah hampir satu setengah tahun berada di Amerika. Betul! sudah satu tahun setengah, saya tidak berjumpa dengan Andika secara langsung. Mungkin dia sudah berubah saat ini. Dia pasti sudah belajar banyak hal selama berada di Amerika. Saya yakin kepercayaan dirinya sudah tumbuh. Kepribadiaannya pun pasti semakin tangguh. Dia mungkin saat ini da sudah berubah menjadi sosok yang lebih kuat.

Saya masih ingat terakhir bertemu dengannya pada awal Agustus 2022 ketika saya menjemput dia di New John F. Kennedy International Airport, New York. Saat itu Andika seperti orang yang kebingungan. Tidak banyak bicara dan sedikit gugup. Saya sepenuhnya paham kalau dia nampak gugup bukan main karena ini adalah pertama kalinya da keluar dari tanah air. Tak tanggung-tanggung jauhnya. Bukan pergi ke Singapore, Malaysia atau Thailand, melainkan Amerika. Dan tujuannya pun bukan untuk berhura-hura atau berwisata tetapi berkuliah di Amerika.

Rasanya masih mimpi dan tidak percaya ketika saya menjemput dia di bandara New York. Ketika dia keluar dari bandara, rasanya saat itu saya ingin menangis. Betapa tidak, masih terngiang-ngiang dalam ingatan, perjuangan bapak dan ibunya yang begitu gigih untuk menyekolahkan dia sampai ke Amerika.  Bapaknya Andika adalah adik saya nomor dua. Andika sendiri memiliki dua orang adik lelaki yang masih bersekolah. Kebayang betapa beratnya beban yang harus dipikul oleh orang tuanya Andika.

Kemampuan Finansial Terbatas

Secara finansial, adik saya bukan tergolong keluarga kaya. Dia tidak memiliki mobil. Dia hanya memiliki sepeda motor. Rumah yang ditempati oleh keluarganya pun masih dalam status "ngutang" ke bank. Profesinya pun tidak mentereng. Tidak seperti orang kebanyakan yang bekerja dikantor. Dia hanya seorang wirausaha kecil-kecilan yang harus wira-wiri menawarkan jasa kepada kliennya dengan mengendarai sepeda motor. 

Sering kali ketika saya menelepon, dia sedang mengendarai motor menuju tempat kliennya. Jakarta? Bukan, tetapi dia sedang berada di Bekasi bahkan kadang Karawang atau Serang. Terkadang saya suka iba jika mendengar dia sedang berada jauh dari rumahnya. Tetapi di lain pihak, saya merasa sangat bangga dan salut akan kegigihan dia untuk membiayai keluarga kecilnya.

Saya harus angkat topi terhadap kegigihan adik saya untuk memberikan yang terbaik kepada keluarganya terutama pendidikan untuk anak-anaknya. Dia berprinsip selagi dia masih bisa mengusahakan, dia akan berusaha memberikan yang terbaik buat anak-anaknya untuk dapat mengenyam pendidikan yang baik.

Mahalnya Kuliah di Tanah Air

Saya masih ingat betul pada awal April 2022, adik saya menelepon dan meminta saran universitas yang bagus buat anaknya (Andika) berkuliah. Saya lalu menanyakan apakah anaknya sudah memiliki pilihan akan berkuliah dimana dan program studi apa, lalu adik saya menjawab bahwa saat ini anaknya ingin berkuliah di salah satu universitas (swasta) di Indonesia dengan mengambil program desain visual. Terus saya menanyakan tentang masalah finansial kepada adik saya," Gimana dengan uang awal perkuliahannya, sudah tersedia belum?" Lalu dijawabnya dengan tegas, "Tenang Ko, uang untuk kuliah Andika sudah disiapkan. Saya sudah menabung beberapa tahun untuk keperluan ini," ungkapnya. Ada rasa lega saat adik saya menjawab seperti itu.

Adik saya juga mengutarakan jumlah uang yang harus dia siapkan jika anaknya akan berkuliah disana. What? Saya berteriak. Apakah tidak salah semahal itu sekarang kuliah di tanah air. Untuk membiayai anaknya kuliah, adik saya harus merogoh kocek sekitar Rp 60 juta pada awal masuk perkuliahan. Meski mahal, adik saya berkata bahwa dia akan berusaha memenuhi jumlah yang yang dibutuhkan Andika untuk dapat berkuliah.

Lalu kami berdua berhitung jumlah uang yang harus dikeluarkan setiap semesternya jika memang benar Andika akan berkuliah di tanah air. Jumlahnya cukup fantastis. Untuk biaya kuliah per semester adik saya harus menyiapkan sekitar Rp 20 juta. Jika ditambah dengan biaya akomodasi, makan, keperluan perkuliahan, maka total uang yang harus disiapkan per semester bisa mencapai Rp 50 juta. Saya lalu mengatakan kepada adik saya, apakah tidak ada keinginan untuk menyekolahkan anaknya ke Amerika? Saya menyakinkan dia kalau dengan uang sebesar itu anaknya dapat berkuliah di Amerika dengan kualitas yang baik.

Privilege Anak Orang Kaya

Awalnya adik saya ragu terhadap tawaran saya tersebut. Dia tidak percaya kalau anaknya dapat kuliah di Amerika. Dia mengatakan bahwa yang bisa kuliah di Amerika adalah orang-orang yang memiliki privilege alias anak-anak orang kaya yang memiliki privilege finansial. Saya tidak menyalahkan pemikiran adik saya tersebut. Kondisi real di tanah air memang seperti itu. Kebanyakan dari kita selalu berpikir bahwa hanya anak yang memiliki privilege-lah yang dapat melanjutkan kuliah, seperti di negara Paman Sam. Jika kamu tidak memiliki privilege jangan harap bermimpi kuliah di luar apalagi Amerika yang terkenal dengan biaya pendidikan selangit.

Seperti yang kita ketahui bahwa privilege adalah isu ciamik yang masih sering dibicarakan hingga saat ini tak terkecuali dalam dunia pendiidkan.  Sering kali orang yang memiliki ekonomi berkecukupan dianggap memiliki privilege (keistimewaan) untuk mendapaktan fasilitas pendidikan bemutu dan lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki privilege tersebut.

Secara general, kita dapat mengatakan bahwa privilege adalah hak Istimewa yang selalu didambakan oleh setiap orang. Privilege sendiri adalah keistimewaan yang dapat diperoleh melalu berbagai aspek mulai dari kelas sosial, jenis kelamin, dan kekayaan. Namun sayangnya tidak semua orang memiliki privilege tersebut, sehingga mereka merasa sulit untuk mencapai apa yang diinginkan atau dicita-citakan salah satunya pendidikan.

Kuliah di Community College

Selang beberapa hari setelah percakapan terakhir, adik saya menelepon dan mengabarkan kalau anaknya tertarik kuliah di Amerika jika memang biaya kuliahnya tidak berbeda jauh dari biaya kuliah di tanah air. Saya pun menjelaskan bahwa untuk menghemat biaya pendidikan, maka Andika pertama-tama harus kuliah di Community College terlebih dahulu sebelum melanjutkan kuliah di universitas. Saya lalu menjelaskan kepada adik saya apa itu Community College.

Seperti halnya di Indonesia, negara Amerika pun memberikan banyak pilihan pendidikan tinggi kepada siswa lulusan dari sekolah menengah atas baik itu siswa lokal ataupun internasional. Tersedia banyak  universitas, college atau community college. Banyak mahasiswa internasional termasuk Indonesia yang tidak begitu familiar dengan Community College. Apa itu Community College? Terus bedanya dengan universitas apa?

Community College adalah sekolah yang hanya menawarkan program diploma, certificate dan associate degree yang dapat ditempuh dalam waktu dua tahun. Setelah lulus dari Community College bisa langsung mencari kerja atau melanjutkan kuliah (transfer) ke universitas. Hanya butuh dua tahun lagi di universitas untuk mendapatkan gelar bachelor degree. Biaya kuliah di Community College sangat terjangkau dibandingkan harus memulai kuliah di universitas. Sebagai perbandingan, misalnya biaya kuliah per tahun di universitas sebesar $15,000 hingga $25,000, maka biaya kuliah di Community College hanya berkisar $3,000 sampai yang paling mahal $9,000. Keren kan?

Setelah melakukan riset dan pencarian informasi, maka saya memberikan beberapa alternatif pilihan kepada adik saya untuk disampaikan kepada Andika. Beberapa hari kemudian, saya mendapatkan kabar dari adik saya kalau Andika ingin melanjutkan kuliah di Hutschison Community College dengan mengambil jurusan Animation and Game Development. Kampus ini berlokasi di negara bagian Kansas.

Besaran biaya kuliah per semester di kampus tersebut termasuk biaya asrama, makan, asuransi dan lainnya adalah $6,000 yang dapat dicicil selama empat bulan. Bagusnya kuliah di Amerika adalah tidak mengenal uang pangkal seperti di tanah air dimana biaya tersebut bisa mencekek leher para orang tua. 

Sarana olahraga di Hutschison Community College (Dok Andika)
Sarana olahraga di Hutschison Community College (Dok Andika)

Awalnya adik saya menyatakan tidak sanggup jika harus mengeluarkan biaya kuliah sebesar itu. Saya lalu menjelaskan bahwa setelah menjadi mahasiswa di kampus tersebut, Andika dapat bekerja di kampus dan memperoleh penghasilan yang dapat digunakan untuk membantu membayar uang kuliah dia. Setelah mendengar penjelasan saya, adik saya akhirnya setuju untuk menyekolahkan Andika di Kansas. Meskipun setuju, saya dapat menangkap nada-nada kekhwatiran dari adik saya.

Sebagai paman, saya sudah bertekad untuk membantu Andika untuk dapat berkuliah di Amerika dan meraih mimpinya sekaligus mematahkan stigma bahwa yang bisa berkuliah di Amerika hanya anak orang kaya yang memiliki privilege. Saya sudah berhitung kalaupun nanti adik saya kesulitan membiayai kuliah anaknya, maka saya dapat membantu membiayainya dengan bergotong royong dengan dia dan Andika yang akan bekerja sambil kuliah.

Asyik-asyik melamun, saya dikagetkan oleh dering telepon dari Andika. Ternyata dia sudah sampai dan mendarat di Anchorage, Alaska. Setelah menunggu hampir setengah jam, saya akhirnya bertemu dengan Andika. Benar saja, dia sudah banyak berubah. Waktu telah membuat da menjadi pribadi yang lebih tangguh dan nampak memiliki kepercayaan diri dan tidak lagi terlalu pendiam. Ternyata kehidupan menjadi mahasiswa asing di Amerika telah berhasil mengubah sosok Andika.

Suasana malam sepanjang perjalanan menuju rumah saya benar-benar bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan yang masih memberikan waktu untuk merasakan kenikmatan dan kebahagiaan. Satu semester lagi Andika akan menyelesaikan pendidikan associate degree dan memulai kehidupan baru dengan bekerja disini. Saya percaya pada saatnya nanti dia akan dapat mandiri dan membantu finansial keluarganya. Satu lagi, bukan tidak mungkin para sobat semua bisa mendapatkan pendidikan yang terbaik (seperti yang terjadi pada Andika) hingga ke luar negeri meski kita tidak memiliki privilege finansial. Yuk, semangat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun