Mohon tunggu...
Dionisius Yusuf
Dionisius Yusuf Mohon Tunggu... Guru - Hanya seorang pendidik

Seseorang yang sedang belajar menulis tentang banyak hal, silahkan colek saya di IG @ichbindion, dan FB Dionisio Jusuf

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Hari ke-9 Karantina di Wisma Atlet: Terpapar Covid-19, Bocah Tiga Tahun Jalani Tes Swab

19 Agustus 2020   06:00 Diperbarui: 21 Agustus 2020   11:37 2892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang tunggu untuk tes swab Wisma Atlet (dok pribadi)

Hari ini adalah hari kesembilan saya dikarantina di Wisma Atlet. Sekitar pukul 9.00 pagi disaat saya baru menyelesaikan sarapan, terdengar nada panggilan masuk di hp. 

Ada rasa kaget mendengar bunyi telepon di pagi hari. Tidak biasa-biasanya ada telepon masuk di pagi hari, apalagi di saat karantina seperti ini. Hmmm, jangan-jangan telepon dari rumah yang mengabarkan kondisi orang tua, pikir saya saat itu.

Tak pakai lama, saya langsung menengok hp, tertera dilayar, nada panggilan masuk dari ners lantai 18. Ada apa ners menelepon sepagi ini? Saya angkat telepon tersebut dan terdengar nada suara perempuan di seberang sana, “Maaf apa betul ini Bapak Dion?” lalu saya menjawab, 

“Ya, ners. Ini saya Dion. Ada apa ya ners?” tanya saya dengan nada penasaran.

“Saya hanya ingin mengabarkan bahwa pada pukul 10.00 nanti, bapak ada jadwal swab. Jangan lupa ya pak. Kami tunggu di poli. Nanti kita berangkat bersama-sama ke ruang swab dengan pasien lainnya,“ ujar ners dengan suaranya yang ramah. 

Okay ners. Saya akan datang. Terima kasih ya atas infonya,” balas saya. Alhamdullilah.

“Ya Tuhan. Semoga hasil swab-nya negatif, sehingga saya dapat segera pulang,” ujar saya dalam hati ketika menerima telepon tersebut. 

Bagi pasien Covid-19 Wisma Atlet begitu mendapat kabar bahwa dirinya diperbolehkan menjalani tes swab merupakan kegembiraan tersendiri. Ini menandakan bahwa pasien tersebut sudah berada pada kondisi tubuh yang baik setelah melewati masa treatment

Dokter yang bertugas di Wisma Atlet tidak akan memberikan lampu “hijau” kepada pasien yang kondisi tubuhnya belum siap untuk menjalani tes swab.

Guys, pasien di Wisma Atlet akan menjalani tes swab setelah mereka diterapi selama tujuh hari. Misalnya ada pasien yang masuk pada hari Sabtu, maka pasien tersebut akan menjalani tes swab pada hari Minggu. Teman-teman pasti bertanya-tanya, loh...kalau tujuh hari, bukankah tes swab harusnya dilakukan pada hari Sabtu? 

Wait……nanti dulu guys, jangan keburu emosi. Tahan..... tarik nafas. Setelah diterapi, pasien harus diistirahatkan selama satu hari tanpa obat. 

Tujuannya supaya ketika dilakukan tes, hasil negatif bukan karena pengaruh obat, tetapi memang di tubuh pasien sudah tidak ada lagi virus Covid-19. Sedangkan untuk pasien yang berusia remaja, tes swab biasanya dilakukan empat hari setelah mereka menjalani terapi pengobatan. 

Oh, ya untuk pasien remaja, obat yang diberikan berbeda dengan pasien dewasa. Mereka hanya diberikan suplemen dan tidak mendapatkan obat seperti Chloroquine, Oseltamivir, dan Levofloxacin HCL. Mungkin sistem imun mereka lebih kuat dibanding pasien dewasa atau sudah uzur.

Waktu sudah hampir menunjukkan pukul 10.00 ketika saya tiba di poli. Nampak disana sudah ada tiga orang yang berkumpul. Tidak lama kami menunggu, keluarlah ners dari ruangan. 

“Pagi bapak-ibu. Hari ini bapak-ibu akan menjalani tes swab. Nanti kita bersama-sama menuju lantai satu,“ tutur ners sambil mengabsen kami satu-satu. Dari absen tersebut, saya mengetahui bahwa yang akan menjalani tes swab pagi ini ada empat orang.

Sebelum berangkat menuju ke lantai satu, seorang ners menjelaskan kepada kami bahwa hasil swab hari ini akan keluar dalam kurun waktu satu sampai tujuh hari kerja. “Kok bisa berbeda-beda waktu keluar hasil tesnya ners,“ tanya salah satu pasien. 

Ners lalu menjelaskan bahwa sampel tes swab dari Wisma Atlet per hari-nya sangat banyak sehingga tidak cukup waktu buat laboratorium di Wisma Atlet untuk mengerjakan keseluruhan sampel tersebut secara bersamaan, sehingga ada beberapa sampel yang di-sub-kan kepada laboratorium di luar Wisma Atlet. 

Jadi katanya hasil tes akan berbeda-beda waktu keluarnya even pasien melakukan tes pada hari yang sama.

Ners juga menjelaskan bahwa untuk saat ini kami hanya perlu hasil tes negatif sekali saja untuk diperbolehkan pulang. 

“Bapak-bapak dan Ibu-ibu termasuk beruntung. Sekarang dengan hanya satu kali tes negatif sudah boleh pulang. Dulu (sebelum 19 Juli 2020), pasien harus memiliki hasil tes negatif sebanyak dua kali baru diperbolehkan meninggalkan Wisma Atlet,“ ungkap ners perempuan yang berpakaian APD lengkap. 

Dengan diantar ners, kami berempat menuju lantai satu dimana ruangan tes swab berada.  Ketika kami sampai disana tampak beberapa pasien sudah berada disana dan duduk menunggu giliran untuk di tes. Sebelum meninggalkan kami berempat, ners berujar, "Tolong nanti kalau sudah selesai tes, langsung kembali ke kamar masing-masing ya." 

Setelah ners berlalu, saya pun mencari bangku untuk duduk. Tepat disamping saya duduk seorang bocah perempuan bersama ibunya. 

Lalu saya mengobrol dengan ibu tersebut. Dari percakapan dengan ibu tersebut, saya mengetahui bahwa bocah perempuan tersebut baru berumur tiga tahun. Mereka berdua tertular virus Covid-19 dari suami ibu tersebut.  

Dalam percakapan, saya bertanya kepada ibu tersebut apakah anaknya menjalani tes swab sebelum dinyatakan positif. Ibu tersebut mengatakan anaknya juga menjalani tes swab seperti yang lainnya. 

“Bayangkan mas, untuk anak sekecil ini harus di-swab. Saya sebenarnya kasian ngeliat anak saya di-swab. Tapi dokter bilang harus. Saya bisa bilang apa,” jelas ibu tersebut sambil membelai rambut anaknya.

Jujur guys, saya belum bisa membayangkan bocah berusia tiga tahun harus juga menjalani tes swab layaknya orang dewasa. Saya langsung teringat waktu saya harus menjalani tes swab di rumah sakit sebelumnya. Sangat tidak enak.

Pada waktu pertama kali menjalani tes swab di salah satu rumah sakit di bilangan Grogol, Jakarta, saya ingat ners mengambil sampel lendir dari saluran pernapasan hidung (kiri dan kanan) dan tenggorokan saya. 

Untuk pengambilan sampel di hidung, ners meminta saya mendongakkan kepala lalu ners memasukkan alat swab berbentuk cotton bud dengan tangkai panjang dan disapukan dan diputar hingga mencapai bagian belakang hdung selama beberapa detik. Setelah selesai, saya rasanya mau menangis. Tapi kagak bisa. 

Sedangkan untuk pengambilan sampel di tenggorokan, ners meminta saya untuk membuka mulut lebar untuk kemudian dimasukkan alat swab hingga mencapai belakang tenggorokan tanpa menyentuh lidah. 

Sesudah diambil sampel, saya rasanya mau muntah. Kembali kagak bisa. Oh my God, hari ini kembali saya harus mengalami hal yang sama. No way!

Setelah menunggu sekitar setengah jam, saya dipanggil masuk ke dalam ruang tes swab. Bersamaan dengan saya, masuk juga ibu dengan anak yang baru selesai mengobrol dengan saya. 

Di ruangan tes swab terdapat empat tempat duduk yang sudah disiapkan untuk pasien. Terlihat beberapa ners sudah siap sedia melakukan tugasnya. Tepat disamping saya duduk  bocah perempuan anak ibu tersebut. Bocah tersebut tampak duduk dengan tenang. Dia tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun. Hebat bocah ini!

Tidak sampai sepuluh menit, saya sudah menyelesaikan tes swab tersebut. Begitu pun bocah perempuan tersebut. Setelah turun dari tempat duduk, saya pun iseng bertanya kepada bocah tersebut bagaimana perasaan dia waktu di tes tadi, bocah perempuan tersebut dengan polosnya berujar ”Tidak sakit kok.”.

Ibunya yang juga sudah menyelesaikan tes swab berujar, ”Dia memang sangat berani. Melebihi saya. Saya justru yang khwatir waktu di tes tadi. Mungkin terlalu banyak pikir.“ Saya lalu menimpali, ” Benar bu. Saya salut dengan anak ibu. Dia nampak tenang sekali. Kagak ada rasa takutnya.“

Setelah selesai tes, kami pun keluar dari ruangan tes. Sebelum berpisah dengan ibu dan bocah perempuan tersebut, saya mengatakan bahwa saya berharap hasil tes mereka berdua hasilnya negatif sehingga mereka boleh pulang dalam waktu dekat.

Menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa virus Covid-19 dapat menyerang siapa saja termasuk anak yang masih balita, maka sudah seharusnya kita semua menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. 

Mencuci tangan dengan baik, menjaga jarak sosial, menyemprot permukaan dan benda-benda yang mungkin mengandung kuman dengan disinfektan, adalah landasan untuk membatasi penyebaran virus. 

Jagalah anak-anak kita karena sama halnya orang dewasa, anak-anak pun bisa terinfeksi virus Covid-19. Kita semua bisa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun