Mohon tunggu...
Dionisius Yuan Stefanus
Dionisius Yuan Stefanus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Seorang mahasiswa program studi ilmu komunikasi yang tertarik dalam bidang kepenulisan dan politik.

Selanjutnya

Tutup

New World

Visual Interaktif Kompas dalam Perkembangan Jurnalisme Multimedia di Indonesia

8 Oktober 2023   08:42 Diperbarui: 23 Oktober 2023   21:36 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: vik.kompas.com

Seiring dengan perkembangan teknologi, sekarang kita memasuki masa digital. Hal ini membuat eksistensi jurnalisme diuji, dan mau tidak mau media harus berkembang mengikuti perkembangan zaman. Ketika media mulai mengikuti perkembangan zaman, munculah jurnalisme multimedia. Tentunya jurnalisme multimedia adalah bentuk baru dari media dalam menyajikan sebuah produk jurnalistiknya. 

Lantas apa itu jurnalisme multimedia?

Jurnalisme multimedia merupakan bentuk penyampaian informasi yang menggabungkan antara foto, video, audio, dan infografis (Widodo, 2020). Bentuk baru dari jurnalisme ini dapat menarik para pembaca agar tidak mudah bosan ketika membaca produk jurnalistik yang sudah dibuat oleh para jurnalis. Jurnalisme multimedia hadir untuk memberi informasi yang menarik dengan sajian yang berbeda. Hal ini merupakan suatu perkembangan yang baik bagi jurnalisme multimedia di Indonesia.

Jika membahas tentang jurnalisme multimedia, saya teringat tentang apa yang dikatakan oleh Jakob Oetama tentang Kompas. 

"Kehadiran Kompas secara multimedia adalah niscaya dan mutlak. Bukan besok, tetapi hari ini. Kompas masa depan hadir secara multimedia. Lewat beragam sarana dan saluran itu, niscaya semakin produktif, efektif, dan efisien upaya Kompas sebagai lembaga yang organik dan organis, ekstensi masyarakat yang punya misi Merajut Nusantara, Menghadirkan Indonesia."

(Jakob Oetama, Merajut Nusantara Menghadirkan Indonesia, 2010)

Hal tersebut sesuai dengan apa yang sudah dilakukan oleh Kompas Gramedia Grup. Berdasarkan narasi yang diungkapkan dalam Visual Interaktif Kompas (VIK), Kompas.com merupakan media daring pertama yang menyajikan reportase multimedia. Tercatat "Berebut Roh Soekarno" merupakan konten multimedia yang tayang pertama kali pada tanggal 26 Juni 2014. Tepat 2 tahun setelahnya, Kompas.com membuat rubrik khusus multimedia yang bernama VIK (Visual Interaktif Kompas).

Visual Interaktif Kompas sebagai Gagasan Baru dalam Multimedia

Sumber: vik.kompas.com
Sumber: vik.kompas.com

Visual Interaktif Kompas ingin menghadirkan hal yang baru agar para pembaca bisa membaca berita dengan nyaman. Maka dari itu, muncullah Visual Interaktif Kompas. Bambang Priyo Jatmiko, salah satu produser VIK dalam wawancaranya (Utami Pratiwi, 2017) mengatakan bahwa VIK adalah bentuk perpanjangan tangan dari Kompas.com.

Berita yang ada di dalam VIK adalah bentuk In-depth News yang ada di Kompas.com. Setiap penentuan topik, divisi redaksi menentukan topik berdasarkan berita apa yang sering dikunjungi di Kompas.com. Setelah itu, para jurnalis akan mencari data lebih dalam mengenai topik yang sudah ditentukan, kemudian data-data dan informasi yang sudah didapatkan itu disajikan dalam bentuk multimedia.

Tentunya, hal ini sangat menarik bagi para pembaca terkhususnya generasi milenial dan generasi Z. Ketika kita membuka situs VIK, kita sudah disuguhkan oleh berita bergambar yang berjudul "Punan Batu". Kita bisa melihat gambar animasi seorang anak dengan ikat kepala dan berbaju biru sedang membawa batang kayu kecil yang memiliki satu cabang dahan.

sumber: vik.kompas.com
sumber: vik.kompas.com

Ketika kita sudah membuka berita tersebut, kita ditawarkan untuk membaca berita dengan musik, agar bisa menampilkan suara-suara yang bisa membawa para pembaca seperti terjun langsung ke dalam suku Punan Batu. Gaya berceritanya pun layaknya dongeng yang diceritakan sebelum tidur. Tapi, isi dari berita ini sangatlah berbobot dan memuat data-data informasi yang lengkap mengenai topik tersebut.

Hal ini menjadi bukti bahwa perkembangan jurnalisme multimedia di Indonesia patut diacungi jempol. Tentunya hal ini bisa membawa para generasi milenial dan generasi Z untuk meningkatkan literasinya dengan membaca di Visual Interaktif Kompas. 

Karakteristik generasi Milenial dan generasi Z yang kurang menyukai informasi dalam bentuk teks yang terlalu banyak dan lebih memilih informasi yang bersifat multimedia (Viranda dalam Yanti Desy, 2019). Hal ini menjadi alasan yang tepat untuk Visual Interaktif Kompas hadir untuk para pembaca di Indonesia.

Visual Interaktif Kompas adalah salah satu bentuk perusahaan media yang sudah mulai menggunakan jurnalisme multimedia dalam mempublikasikan hasil jurnalistiknya. Tentunya, VIK ini harus tetap dilanjutkan karena isi beritanya sangat mendalam dan disajikan secara menarik. 

Bentuk Keseriusan Kompas dalam Dunia Digital Multimedia

Kompas sangat serius untuk mengarungi dunia digital. Kita bisa melihat keseriusan itu di tahun 1995, tepatnya pada tanggal 14 September, Kompas sudah mulai merambah ke dunia digital. Ketika itu, domainnya masih Kompas.co.id. Pada awal 1996, domain dan namanya menjadi Kompas.com. 

Awalnya, Kompas Online atau bisa disebt dengan Kompas.co.id hanya menyajikan koran versi cetak yang dipublikasikan di situs ini. Hal yang paling unik dalam periode ini adalah mereka menghadirkan versi bahasa Inggris dan juga versi bahasa Belanda. Namun, hal ini belumlah cukup untuk menggaet para pembaca di internet. Maka dari itu, Kompas Online menghadirkan Kompas Online Plus untuk berita-berita update. 

Setelah itu, berdirilah Kompas Cyber Media pada bulan Agustus 1998. Kompas Cyber Media ini didirikan oleh Jakob Oetama untuk mengakselerasi pertumbuhan Kompas Online dari sisi editorial dan bisnis. Hal ini sejalan dengan Ninok Leksono selaku mantan dirut PT Kompas Cyber Media dan Pimpinan Redaksi pertama KCM pada kala itu.

"Jadi dari falsafahnya disadari kemudian bahwa medium ini lebih kaya kemampuannya dibanding hanya sekadar untuk menampung versi cetak. Dia itu harus mampu menampung kemampuan yang lain. Dalam hal ini lama-lama kan disadari kalau mau dikembangkan maka dibutuhkan orang. Itulah makanya dibentuk KCM, Agustus 1998 dalam suatu upacara di (Hotel) Santika, peluncuran KCM......Media online itu bukan media cetak yang ditaruh di online lalu didiemin, tapi juga harus di-update"

KCM tidak lagi hanya menampilkan replika berita-berita harian Kompas. Halaman utamanya menampilkan berita-berita update dari sejumlah rubrik. KCM juga menyajikan breaking news manakala ada kejadian-kejadian penting yang harus segera diproduksi beritanya dan dipublikasikan. 

Setelah itu, tahun 2008 terjadilah perombakan besar untuk mempersiapkan Kompas Gramedia Grup dalam jurnalisme multimedia. Kompas ingin menghadirkan sajian berita tidak hanya versi cetaknya saja melainkan versi daring yang juga menggabungkan foto, video, infografis, dan masih banyak lagi. 

Hal ini diperkuat oleh apa yang dikatakan oleh Jakoeb Oetama pada tahun 2010 di ulang tahun ke-45 Harian Kompas dengan judul "Merajut Nusantara Menghadirkan Indonesia". Ketika di acara tersebut, Jakob Oetama juga menuntut Kompas untuk hadir dalam segala bentuk wahana (kertas, komputer, televisi, smartphone, dan masih banyak lagi). Hal ini menunjukkan keseriusan Kompas untuk dapat hadir dalam segala lini perangkat yang bisa diakses oleh para pembaca. 

"Perilaku yang begitu dinamis dalam cara orang memperoleh informasi mendorong Kompas melakukan "revolusi" internal. Karena itu, sejak awal tahun 2010-sesuai tema korporat "Membawa KG ke Dunia Digital"-Kompas menerapkan kebijakan 3M (triple M) multichannel, multiplatform, dan multimedia. Singkatnya, konten Kompas harus bisa dibaca melalui segala wahana (kertas, komputer, televisi, mobile phone, dan lain-lain). Bentuk konten yang akan di-deliver ke berbagai jenis media tidak hanya berupa teks dan foto, tetapi juga grafis, video, atau gabungan dari semuanya."

(Jakob Oetama, 2010)

Setelah itu, mulai bermunculan konten-konten multimedia kreatif di Kompas. Hal ini sesuai dengan misi Kompas Gramedia yang ingin membawa Kompas ke dunia digital dengan menerapkan kebijakan 3M. Kompas Gramedia tidak hanya bisa diakses di mana saja, tapi harus bisa dari segala perangkat dan harus mulai beralih ke multimedia. 

Visual Interaktif Kompas adalah salah satu bentuk keseriusan Kompas Gramedia dalam dunia multimedia. Hal ini merupakan inovasi baru dalam dunia jurnalisme dan dipercaya dapat menarik minat para pembaca juga bisa meningkatkan tingkat literasi masyarakat Indonesia. 

Sampai sekarang, Kompas Gramedia Grup berkomitmen untuk terus mengadopsi teknologi digital pada setiap proses bisnis yang dijalani untuk memberikan new sharing experience bagi siapa saja yang berinteraksi dengan Kompas. Harapannya, pembaca mendapatkan pengalaman yang lebih dari sekadar membaca.

Daftar Pustaka

Utami, P. (2017). Data Journalist, A Hope for Indonesia's Quality Journalism in the Digital Era?. Universitas Monash, Australia. 

Visual Interaktif Kompas, 2023.

Widodo, Y. (2020). Buku Ajar Jurnalisme Multimedia. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Yanti, Desy. K., Susanto, Eko Harry. (2019). Analisis Ketertarikan Generasi Milenial pada Longform Journalism Visual Interaktif Kompas. Universitas Tarumanegara. h. 417.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun