Beberapa hari yang lalu saya membeli seekor ayam jago (jantan). Ayam ini berjenis Pakhoy. Tampilan visualnya "keren banget", postur tinggi besar (mungkin sekitar ukuran 6), warna dominan hitam dan katanya dari keturunan atau trah dari Pakhoy Black Rose.
Jika teman-teman Kompasiana adalah penghoby ayam aduan, teman-teman pasti kenal dengan nama dari trah-trah ini, seperti: Manedaeng, Blackbul, Black Rose, Jimmy White, Yokere dan sebagainya. Ini adalah nama-nama ayam champion dari Big Game di Thailand.
Nah menurut penjualnya, ayam ini adalah keturunan dari Black Rose yaitu salah satu ayam Champion di Thailand pada masanya. Entah benar atau tidak, tapi pengakuannya seperti itu.
Sejauh ini tidak ada masalah dengan trah atau jenis ayamnya. Yang menjadi masalah adalah kondisi ayam ini saat saya beli.
Ayam ini ternyata sedang sakit bubul gantung, yaitu salah satu penyakit yang disebabkan oleh kutu atau tengau, yang menyerang pada area persendian antara tulang kaki dan paha ayam.
Kondisi sakit pada ayam ini ternyata sudah cukup parah, luka bubulnya sudah sangat dalam di sekitar area persendian.
Lalu pertanyaannya adalah, apakah sebelum membeli ayam ini saya tidak tahu bahwa ayam ini sebenarnya sedang sakit?
Jawabannya saya tahu!. Bahkan si pemilik ayam berkata bahwa karena sedang dalam kondisi sakit sehingga ia mau menjual ayam ini dengan mahar 300.000, sebab kalau sehat harga ayam itu bisa seharga 800 Â sampai 1 juta.
Saya yang saat itu tanpa pikir panjang, saya lalu berkata " kalau abang mau jual, biar aku yang ambil aja".
Malah belakangan setelah melihat kondisi ayam ini dengan lebih cermat, saya sadar bahwa saya telah membuat keputusan yang salah. Alhasil sayapun diomelin istri.
"Ema (Pak) kamu kow mau aja dibodohin orang. Itu orang, pasti karena dia udah tahu ayamnya sulit untuk sembuh makanya dia mau jual". Protes sang istri.
Saya hanya terdiam, merenung dan menyadari bahwa saya memang telah melakukan kekeliruan dalam membuat keputusan.
Tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur, dan bubur tentu tidak bisa kembali menjadi nasi hehehe.
Ibarat sudah meludah di tanah, tentu tidak mungkin saya jilat kembali. Saya kemudian mencoba untuk introspeksi diri, merenung, dan bertanya dalam hati
Mungkinkah bahwa dibalik keputusan yang salah ini, Â Saya bisa mengambil hikmahnya atau ada pelajaran penting yang bisa dipetik dari sini?
Beli untung atau rugi?
Jika dilihat dari kondisi ayamnya, memang bisa dikatakan bahwa saya beli rugi. Karena saya beli ayam dalam kondisi sakit.
Untung atau rugi selanjutnya dilihat dari perkembangan ayam ini ditangan saya, apakah kondisinya semakin membaik kemudian sembuh atau semakin memburuk lalu mati.
Jika pada akhirnya ayam ini sembuh di tangan saya, maka dengan harga 300.000 dapat "Jago Pakhoy" yang besar, bisa dikatakan beruntung.
Tapi kalau ayam ini akhirnya mati, maka saya memang orang yang paling malang, ini ibarat udah jatuh, tertimpa pula sama tangga, jatuhnya pun di tanah yang berlumpur hehehe.
Belajar merawat ayam sakit.
Hikmah berikutnya adalah dengan adanya ayam yang sakit ini mau tidak mau saya harus belajar untuk merawat ayam sakit. Karena kalau dibiarkan ayam ini akan mati, sehingga saya mencari informasi seputar penanganannya ayam yang sakit bubul gantung.
Saya browsing artikel di internet, hingga nonton tutorial di YouTube. Semuanya saya lakukan agar bisa menyembuhkan ayam ini.
Jika ayam ini bisa sembuh, pengalaman ini akan menjadi bekal bagi saya dalam menangani ayam-ayam yang sakit serupa di masa yang akan datang.
Ayamnya masih bisa dipotong untuk dimakan.
Harga ayam kampung di Batam sekilo 75.000. Nah ayam ini beratnya 4 kilo. Jika ayam ini pada akhirnya tak bisa disembuhkan, saya masih bisa potong ayam ini untuk dimakan. Maka ini sama dengan saya beli ayam kampung seberat 4 kilo untuk dimakan.
Perbedaannya adalah motivasi awal saya beli ayam ini bukan untuk dijadikan opor melainkan untuk breading.
Tapi setidaknya jika dilihat dari sudut pandang ini, saya juga tidak terlalu rugi, toh pada akhirnya ayam ini tidak jadi mubazir tapi bisa digunakan untuk dimakan.
Kedepannya bisa lebih hati-hati dalam membuat keputusan.
Ini adalah pelajaran yang paling berharga dalam hidup saya, saya tentu tidak mau mengulangi kesalahan hari ini. Kedepannya jika membeli ayam saya harus benar-benar teliti melihat kondisi ayamnya.
Jangan hanya tergiur pada jenis ayam, trah, warna bulu, katurangan atau aspek sekunder lainnya, tapi mengabaikan aspek yang paling penting yaitu kondisi fisik ayamnya itu sendiri.
Nah saya berharap teman-teman Kompasiana yang membaca artikel ini tidak jatuh pada kesalahan yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H