Pasangan Gubernur Haris-Sani telah resmi di lantik oleh Preseiden Jokowi di Istana negara, Rabu, 7 Juli 2021. Ucapan selamat bertengger di status WhatsApp, Facebook, Twitter, Instagram hingga papan ucapan selamatpun berjejeran rapi di sekitaran rumah dinas Gubernur.
Rakyat menyambut dengan suka cita. Dinas dan Badan di bawah gubernur mulai mempelajari dan menyesuaikan arah serta visi dan misi Rajo Jambi yang baru. Semua mata kini tertuju pada Al-Haris dan Abdullah Sani yang mengusung jargon Jambi Mantap. Mereka menanti gebrakan apa yang sekiranya akan digeber pada 100 hari kinerjanya.
Dari beberapa agenda mendesak, salah satu yang harus diprioritaskan Gubernur terlantik adalah menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) sektor pendidikan di Jambi. Saat ini prestasi pendidikan di Jambi masih jauh tertinggal dibanding provinsi lain di Indonesia. Ditambah dengan kondisi Covid-19, pemerintah provinsi Jambi harus segera tancap gas untuk memastikan generasi Z tetap belajar dengan kualtias tinggi meski di tengah pandemi.
Haris-Sani dalam kampanyenya menekankan pada prioritas pendidikan pada pondok pesantren dan SMK; akan tetapi sebelum meastikan prioritas kampanye terpenuhi, Haris-Sani harus terlebih dahulu menata puzzle-puzzle pendidikan yang masih berserakan. Apa sajakah yang harus dilakukan mantan Bupati Merangin dan Wakil Walikota Jambi pada dunia pendidikan di Jambi:
Memastikan Siswa Belajar di Masa Pandemi
Di Jambi saat ini, terdapat sekitar 8785 siswa dari SD hingga SLTA (kemdikbud.go.id) yang tengah tertatih untuk terus belajar dengan segala keterbatasan yang ada. Pandemi selama dua tahun ini paling tidak telah mampu memundurkan kualitas dan kuantitias pelajaran yang seharusnya peserta didik terima dengan maksimal, namun harus didapat seadanya. Bahkan UNICEF memperingatkan kepada pemerintah Indonesia, bahwa apabila pemerintah tidak dapat mengambil tindakan yang tepat maka masa depan anak-anak Indonesia terancam, dikarenakan kehilangnya waktu belajar dalam waktu yang lama. Bukan hanya terkendala dalam proses pembelajaran yang belum menjadi kebiasaan siswa dan guru; pembelajaran online juga tidak berjalan maksimal dikarenakan keterbatansan internet dan listrik. Oleh karenanya, jika Covid-19 masih belum dapat dikendalikan, dan pemerintah memutuskan untuk pembelajaran kembali dalam bentuk dalam jaringan (daring), Haris-Sani harus benar-benar bekerja keras agar seluruh kendala yang ada dapat teratasi dengan baik. Terlebih, menurut data dari Kementrian Desa PDTT terdapat dua desa di Jambi yang masih belum teraliri listrik, sedangkan terdapat 134 desa yang tidak mempunyai akses terhadap internet. Sehingga proses belajar mengajar dipastikan tidak akan berjalan dengan maksimal. Karena syarat minimal pembelajaran daring adalah paling tidak harus tersedia jaringan internet dan listrik.
Kualitas Guru
Guru dan kepala sekolah adalah garda terdepan dalam memastikan pendidikan anak Bangsa tetap berjalan meski terkendala wabah. Akan tetapi, kualitas guru di Jambi masih berada di bawah, di banding guru-guru provinsi tetangga. Dari skor Uji Kompetensi Guru (UKG), nilai guru-guru di Jambi masih belum dapat dikatakan menggembirakan. Nilai rata-rata terakhir UKG di Provinisi Jambi adalah 52,5 masih jauh dari angka 80 seperti yang ditargetkan pemerintah pusat.
Rendahnya kualitas guru di Jambi salah satunya disebabkan karena tidak efektifnya pelatihan guru yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan pusat. Pemerintah mengangggarkan program pelatihan guru yang biasanya diadakan setiap akhir tahun atau pertengahan tahun, namun pesertanya terbatas, dan ironisnya guru yang diutus adalah guru itu ke itu saja. Akibatnya, tidak semua guru mendapat penguatan dalam kegiatan belajar mengajar.
Akan lebih efektif sebenarnya, apabila sekolah dapat mengadakan pelatihan secara rutin yang dilakukan di lingkungan sekolah, di mana pemateri dapat berasal dari dalam dan luar sekolah. Sehingga pelatihan ini bersumber dari guru, untuk guru, dan dilakukan oleh guru. Dari kegiatan ini, kolaborasi dan teamwork antar sesama guru dapat terbangun. Intinya, upgrade pengetahun guru ini harus secara rutin diadakan, untuk menghemat waktu dan biaya, pelatihan guru seharunya dilaksanakan pada lingkup sekolah. Kalau istilah dulu, ember mendatangi air di sumur, bukan air yang mendatangi ember. Para instruktur atau fasilitator atau pengawas sekolah harus rajin memberi pelatihan ke sekolah, bukan guru yang mendatangi fasilitator di hotel-hotel mewah.
Dari segi kualifikasi pendidik, Jambi juga masih terkendala dengan guru yang belum berijazah Strata 1 (S1): PAUD 57,6%, SD 19%, SMP 5,9%, SMA 2%, SMK 4%, dan SLB 9,2% (Ditjen GTK, 2019). Rata-rata guru yang belum bersertifikasi dari tingkat PAUD hingga SLT pun masih melebihi angka 50% (Ditjen GTK, 2019). Tidak berhenti sampai di situ, Jambi masih mengalami kekurangan guru: tingkat SMP Jambi masih kekurangan 2473, tingkat SMA 832, tingkat SMK 1564. Akan tetapi, data kekurangan guru ini debatable, karena study sebelumnya menemukan bahwa Indonesia kelebihan guru, hanya distribusinya yang saja yang tidak merata (Del Granado, 2015). Oleh karena itu, pemerintah daerah harus benar-benar bekerja ekstra keras untuk dapat me-redistribusi guru, agar tidak menumpuk di kota saja. Ketika distribusi guru di kota dan desa merata, maka dapat dipastikan Jambi tidak lagi mengalami kasus kekurangan guru. Untuk guru yang belum sepenuhnya memenuhi standar S1, maka dinas pendidikan juga harus bekerja ekstra cerdas dalam mengupayakan beasiswa kepada para guru agar dapat menyelesaikan program S1.