Selain sebagai tokoh emansipasi yang penuh inspirasi, RA Kartini adalah seorang guru yang mendirikan sekolah di Rembang. Sekolah yang dikhususkan untuk para wanita dan ibu rumah tangga ini tentu sangat penting, karena pada saat itu pendidikan lebih diutamakan pada kaum laki-laki.
Dewi Sartika
Selain Kartini, Indonesia juga dianugerahi Dewi Sartika yang sangat concern dalam membela dan memperjuangkan hak-hak perempuan. Seperti halnya Kartini, Dewi Sartika juga mendirikan Sekolah Istri (yang diperuntukkan kaum perempuan, dan emak-emak) yang masih dipandang sebelah mata di masa penajajahan.
Sekolah ini tentu banyak menginsipirasi kaum perempuan untuk tidak hanya berdiam diri di rumah, namun untuk terus membekali diri dengan pegetahuan dan keterampilan yang nantinya akan berguna untuk diri mereka sendiri, keluarga, masyarakat, negara, bahkan dunia.
Tan Malaka
Tokoh fenomenal dan kontrovesial ini pernah disematkan kepadanya sebagai seorang Marxist, komunis, dan sebagai oposisi pemerintah Soekarno. Namun meski sebagai oposisi, pemerintah Soekarno menganugerahkan gelar pahlawan kepadanya. Namun siapa sangka sosok fenomenal ini adalah sebenarnya berprofesi sebagai guru. Bahkan ketika beliau kuliah di Belanda, ia mengambil jurusan keguruan.
Setelah pulang kembali ke Sumatera Barat pun, ia kemudian bekerja sebagai guru di sekolah Belanda dan mengajar para anak buruh. Namun, meski sebagai guru, lantas tidak menghalanginya untuk ikut serta dalam upaya kemerdekaan republik Indonesia. Ia aktif menulis dan mengkritisi segala bentuk penjajahan, diskriminasi, dan penindasan. Ia juga sering berdiskusi dengan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia seperti HOS Tjokroaminoto (guru beliau) dan KH. Agus Salim.
Mohammad Hatta
Mohammad Hatta adalah sosok yang selalu disandingkan dengan presiden Soekarno. Bandara Internasional yang berada di Banten, dan menjadi jantung transportasi udara diberi nama Soekarno-Hatta. Selain sebagai wakil presiden pertama di Tanah Air, Mohammad Hatta juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Ide-ide beliau tentang koperasi dan perekonomian hingga kini masih dijadikan sebagai rujukan bagi para ekonom di tanah air.
Ternyata, meski fokus pada ekonomi dan pergerakan kemerdekaan, Mohammad Hatta juga tidak pelit dalam berbagi ilmu. Pada saat ia diasingkan oleh Belanda di Banda Neira, Maluku, ia menjadikan tempat persinggahannya sebagai tempat untuk mengajar para pemuda di sana. Setelah kemerdekaanpun, Mohammad Hatta masih akftif mengajar sebagai dosen. Bahkan, Jusuf Kalla, yang juga mantan Wakil Presiden RI pernah menjadi asisten dosen Mohammad Hatta. Wah keren ya?
Luar biasa bukan, ternyata pahlawan Indonesia bukan hanya mahir dalam mengangkat senjata dan berdiplomasi, namun ternyata dibalik kemahiran tersebut mereka dulu adalah sebagai tokoh pengajar dan pendidik yang mampu melahirkan tokoh-tokoh nasional baru. Ternyata, menjadi seorang pengajar tidak lantas membatasi jiwa pemberontakan pada setiap praktek penindasan, penjajahan, dan ketidakadilan yang ada di depan mata saat itu.