Mohon tunggu...
Dion Ginanto
Dion Ginanto Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru, Peneliti, Penulis, dan Pengamat Pendidikan

Dion Ginanto received his undergraduate degree in TESOL (Teaching English as a Second Language) from Jambi University. He was awarded “MAWAPRESNAS” (the best student award by the Ministry of Education and Culture) in 2006. He was also an AIYEP-er 2007/2008 (Australia Indonesia Youth Exchange Program). In 2009, he joined to the short course training of the KAPLAN TKT program in New Zealand. Currently, he is doing his master at Michigan State University (MA, K-12 Educational Administration). He has published his first book entitled: “Jadi Pendidik Kreatif dan Inspiratif: Cara Mengobati 10 Penyakit Profesional. He works at SMA N 1 Batanghari, Jambi, as a teacher. He also teaches at Islamic State University Jambi, and IAIN Batanghari Jambi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Tahukah Anda, 10 Pahlawan Nasional Ini Juga Berprofesi sebagai Guru?

10 November 2020   16:35 Diperbarui: 10 November 2020   16:56 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hari ini bangsa Indonesia tengah memperingati hari pahlawan. Hari yang memang patut untuk terus digelorakan di tengah krisis karakter dan krisis kepemimpinan. Refleski gelora dan semangat perjuangan untuk mengusir penjajah dari tanah air, tentu dapat sedikit menghidupkan kembali dahaga akan role model bagi generasi millennial dan Gen-Z.

Tentu semangat hari pahlawan ini tidak harus dimaknai dengan senantiasa turun ke jalan, berbaris sembari memakai pakaian pahlawan dan menenteng senjata tiruan. Cukup kiranya momen ini dijadikan sebagai refleksi dan pemantik gairah untuk terus mengisi kemerdekaan dengan kegiatan-kegiatan yang positif dan produktif.

Berbicara tentang pahlawan, tentu yang tergambar adalah mereka yang dulu berjuang baik di medan perang maupun di jalur diplomasi, di antaranya: Presiden Soekarno, Jendral Soedirman, Ki Hadjar Dewantara, HOS Tjokoroaminoto, dll. Namun, siapa sangka ternyata ada beberapa pahlawan tanah air yang dulunya berprofesi sebagai pengajar. Dapat dikatakan, mereka adalah guru yang turun gunung untuk membantu kemerdekaan tanah air. Siapa saja sih pahlawan kemerdekaan yang pernah menjadi pengajar?

Presiden Soekarno

Siapa sih yang tidak kenal dengan presiden Soekarno? Tentu, sebandel-bandel murid, pasti akan kenal dengan sosok Proklamator tanah air. Ternyata, presiden pertama di Indonesia ini, dulunya berprofesi sebagai pengajar. Bung Karno, pernah mengajar mata pelajaran sejarah di Sekolah Ksatirian, sekolah yang didirikan oleh Dr. Setiabudi (Dowes Deker) di Bandung. 

Selain di Bandung, Bung Karno juga pernah menjadi guru di Sekolah Rendah Agama milik Muhammadiyah, sewaktu beliau diasingkan di Bengkulu. Bahkan, beliau pernah diangkat sebagai ketua dewan pengajaran Muhammadiyah Bengkulu. Dapatkah Anda bayangkan betapa beruntungnya siswa yang diajar oleh seorang orator yang setiap kata-katanya dapat membangkitkan semangat juang? 

Jendral Soedirman

Sebelum menjadi Jendral besar dan memimpin gerilya di tanah air. Jendral Soedirman, di masa mudanya pernah berkuliah pada jurusan keguruan, meskipun tidak selesai. Lalu pada tahun 1936, Raden Soedirman (begitu gelar beliau semasa muda) pernah bekerja sebagai guru dan bahkan diangkat menjadi kepala sekolah di sekolah dasar milik Muhammadiyah. Luar biasa bukan? Betapa bangganya Anda sebagai guru dan atau dosen, yang ternyata jendral tertinggi di tanah air ini dulunya berprofesi sebagai guru.

HOS Cokroaminoto

Haji Oemar Said Tjokoroaminoto adalah seorang ulama yang berjasa dalam mendirikan Sarekat Islam (SI). Sarekat Islam mempunyai andil yang sangat besar dalam sejarah pergerakan dan organisasi di Nusantara saat itu. 

Berkat kepiawaian beliau dalam mengajar dan menginspirasi lahirlah murid-murid HOS Tokroaminoto yang kemudian menjadi tokoh nasional diantaranya: Soekarno, Kartosuwiryo, dan Tan Malaka. Tidak tanggung-tanggung, tokoh sekaliber Presiden Soekarno adalah murid beliau. Wow.

Ki Hadjar Dewantara

Jika anda terjun sebagai pengamat atau praktisi pendidikan, tentu akan menajadikan sosok bernama asli Raden Mas Soewardi Suryaningrat sebagai salah satu model dan teladan. 

Betapa tidak, karena beliaulah sebagai Menteri Pendidikan pertama di Indonesia. Selain itu filsafat pemikiran beliau juga yang sampai saat ini tertulis pada logo kementrian pendidikan nasional "Tut Wuri Handayani." Ia besama istri dan koleganya mendirikan sekolah, serta aktif membuat majalah yang menyuarakan pendidikan dan semangat untuk melawan praktek-praktek penjajahan.

KH. Ahmad Dahlan

Kyai Haji Ahmad Dahlan adalah tokoh pergerakan, dan pendiri organisasi keagamaan Muhammadiyah yang banyak mewarnai pendidikan tanah air. 

Tokoh besar tanah air yang pernah menjadi muridnya adalah Ki Hadjar Dewantara dan Jendral Besar Soedirman. Hingga saat ini, sekolah-sekolah Muhammadiyah dari TK hingga perguruan Tinggi tersebar di seluruh tanah air.

KH. Hasyim Asy'ari

Jika Ahmad Dahlan menjadi guru dan pendiri Muhammadiyah, Kyai Haji Hasyim Asy'ari adalah pahlawan nasional dan pendiri organisasi keagamaan terbesar di tanah air, Nahdlatul Ulama (NU). M

aha Guru, atau Hadratusyeikh disematkan kepada KH. Hasyim Asy'ari atas jasanya melahirkan tokoh-tokoh besar seperti Wahid hasyim dan Gusdur, serta jasanya dalam pendidikan pesantren, salah satu lembaga pendidikan terbesar dan tertua di tanah air.

RA. Kartini

Siapa yang tidak kenal dengan sosok yang setiap tanggal 21 April selalu dijadikan sebagai hari untuk mengenang jasa-jasa beliau dalam memperjaungkan hak-jak perempuan. 

Selain sebagai tokoh emansipasi yang penuh inspirasi, RA Kartini adalah seorang guru yang mendirikan sekolah di Rembang. Sekolah yang dikhususkan untuk para wanita dan ibu rumah tangga ini tentu sangat penting, karena pada saat itu pendidikan lebih diutamakan pada kaum laki-laki.

Dewi Sartika

Selain Kartini, Indonesia juga dianugerahi Dewi Sartika yang sangat concern dalam membela dan memperjuangkan hak-hak perempuan. Seperti halnya Kartini, Dewi Sartika juga mendirikan Sekolah Istri (yang diperuntukkan kaum perempuan, dan emak-emak) yang masih dipandang sebelah mata di masa penajajahan. 

Sekolah ini tentu banyak menginsipirasi kaum perempuan untuk tidak hanya berdiam diri di rumah, namun untuk terus membekali diri dengan pegetahuan dan keterampilan yang nantinya akan berguna untuk diri mereka sendiri, keluarga, masyarakat, negara, bahkan dunia.

Tan Malaka

Tokoh fenomenal dan kontrovesial ini pernah disematkan kepadanya sebagai seorang Marxist, komunis, dan sebagai oposisi pemerintah Soekarno. Namun meski sebagai oposisi, pemerintah Soekarno menganugerahkan gelar pahlawan kepadanya. Namun siapa sangka sosok fenomenal ini adalah sebenarnya berprofesi sebagai guru. Bahkan ketika beliau kuliah di Belanda, ia mengambil jurusan keguruan. 

Setelah pulang kembali ke Sumatera Barat pun, ia kemudian bekerja sebagai guru di sekolah Belanda dan mengajar para anak buruh. Namun, meski sebagai guru, lantas tidak menghalanginya untuk ikut serta dalam upaya kemerdekaan republik Indonesia. Ia aktif menulis dan mengkritisi segala bentuk penjajahan, diskriminasi, dan penindasan. Ia juga sering berdiskusi dengan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia seperti HOS Tjokroaminoto (guru beliau) dan KH. Agus Salim.

Mohammad Hatta

Mohammad Hatta adalah sosok yang selalu disandingkan dengan presiden Soekarno. Bandara Internasional yang berada di Banten, dan menjadi jantung transportasi udara diberi nama Soekarno-Hatta. Selain sebagai wakil presiden pertama di Tanah Air, Mohammad Hatta juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Ide-ide beliau tentang koperasi dan perekonomian hingga kini masih dijadikan sebagai rujukan bagi para ekonom di tanah air. 

Ternyata, meski fokus pada ekonomi dan pergerakan kemerdekaan, Mohammad Hatta juga tidak pelit dalam berbagi ilmu. Pada saat ia diasingkan oleh Belanda di Banda Neira, Maluku, ia menjadikan tempat persinggahannya sebagai tempat untuk mengajar para pemuda di sana. Setelah kemerdekaanpun, Mohammad Hatta masih akftif mengajar sebagai dosen. Bahkan, Jusuf Kalla, yang juga mantan Wakil Presiden RI pernah menjadi asisten dosen Mohammad Hatta. Wah keren ya?

Luar biasa bukan, ternyata pahlawan Indonesia bukan hanya mahir dalam mengangkat senjata dan berdiplomasi, namun ternyata dibalik kemahiran tersebut mereka dulu adalah sebagai tokoh pengajar dan pendidik yang mampu melahirkan tokoh-tokoh nasional baru. Ternyata, menjadi seorang pengajar tidak lantas membatasi jiwa pemberontakan pada setiap praktek penindasan, penjajahan, dan ketidakadilan yang ada di depan mata saat itu.

Selamat hari pahlawan, 10 November 2020. Apapun profesi kita, mari kita teladani para pahlawan yang dengan kekurangan dan kelebihannya berjuang untuk membuat NKRI merdeka seperti saat ini.

Disarikan dari berbagai sumber: liputan6.com, viva.co.id, idntimes, wartakota, dan Wikipedia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun