Menjadi role model adalah kulitas pendidik yang wajib dimiliki oleh setiap guru. Kulitas ini telah diajarkan oleh Nabi Muhammad sebagai metode pengajarannya. "Dalam pendidikan, Nabi Muhammad SAW menggunakan berbagai cara yang membantu pemahaman. Beliau sering menggambar saat menjelaskan, mengulang apa yang disampaikan, meminta yang mendengar menuliskan pemahamannya. Salah satu pengalaman belajar paling mengesankan bagi banyak sahabat adalah bagaimana beliau selalu memberikan contoh dan analogi sembari menerangkan." (Najeela Shihab, 2017). Bukan hanya itu, akhlak mulia Baginda dalam berinteraksi dengan sahabatnya adalah contoh nyata yang harus selalu ditiru oleh semua guru.
The visionary
Guru harus mampu mempunyai visi yang jauh ke depan. Pendidik harus memahami tujuan ke mana peserta didik akan diarahkan. Apa output dan outcome yang diharapkan dari lulusan. Tujuan ini harus jelas, serta dapat dipahami bersama-sama serta diputuskan bersama-sama pula. Ketika tujuan dibuat secara terukur dan jelas, maka akan mudah dalam mencapai hasil akhir. Sebagaimana Baginda berpesan dalam hadis pertama kumpulan hadis arbain: Sesungguhnya amal itu hanyalah beserta niat, dan setiap manusia mendapatkan sesuai dengan apa-apa yang diniatkannya. Seorang pendidik hendaknya selalu memperbarui niat dan tujuannya dalam mengajar. Karena ilmu pengetahuan berkembang, maka tujuan pendidikan harus selalu disesuakan dengna perkembangan zaman.
The leader
Pemimpin yang baik adalah yang mampu melahirkan pemimpin baru. Begitu pula seorang guru dituntut dapat menyelipkan motivasi kepemimpinan agar peserta didik dapat terinspirasi untuk menjadi pemimpin yang mampu memberikan perubahan positif pada lingkungan tempat ia berada.
Itulah yang dicontohkan oleh Nabi, ia berhasil merubah sosok Bilal Bin Rabbah salah satu murid baginda nabi, yang menjadi korban diskriminasi. Namun Baginda Rasul tak pernah membedakan muridnya dari warna kulit, tak pernah mendedakan muridnya berdasarkan tingkat kecerdasan. Perlakuaan yang sama inilah yang nantinya merubah Bilal Bin Rabbah, dari seorang budak menjadi seorang Gubernur di Damaskus. Inilah kualitas yang harus kita miliki, kualitas yang mampu melahirkan pemimpin jujur. Pemimpin yang kita dambakan di negeri kita tercinta.
The collaborator
Mampu bekerja dalam teamwork adalah kulitas lulusan yang sangat dibutuhkan pada era indisutri 4.0 dan 5.0. Karena menurut the Institute for the Future, 85% pekerjaan yang akan dikerjakan oleh siswa saat ini pada tahun 2030 belum ada. Artinya, pada tahun 2030 akan ada 85% pekerjaan baru yang benar-benar tidak pernah kita fikirkan sebelumnya. Pekerjaan ini akan membutuhkan kerjasama yang tidak mengenal batas wilayah, batas bahasa, dan batas suku bangsa. Kerjasama ini hanya mengenal kualitas kolaborasi yang sejak dahulu nabi Muhammad pernah ajarkan.
Nabi Muhammad selalu menekankan kepada muridnya agar saling tolong menolong dalam kebaikan. Yang terpenting dalam pendidikan, nabi Muhammad tidak mengajarkan kompetisi dan persaingan (Shihab, 2017). Namun nabi mengajarkan untuk belajar bersama lewat dikusi dan musyawarah. Juga, Beliau mengajarkan untuk berempati dan saling menguatkan kepada setiap teman (Shihab, 2017).
The risk-taker
Berani mengambil resiko di sini lebih diarahkan pada risk management. Dengan kata lain segala sesuatu yang dikerjakan akan mempunyai konsekuensi/resiko di dalamnya. Oleh karenan itu, seorang pengajar harus mampu menularkan kepada siswa untuk dapat mengkalkulasi setiap hal yang dikerjakan. Dalam kata lain, guru harus mampu menularkan bahwa segala sesuatu akan ada konsekuensinya: baik itu konsekuensi positif dan negatif. Oleh karenanya, setiapa individu harus berani bertanggungjawab pada setiap yang dikerjakan/diputuskan. Nabi Muhammad sangat ahli dalam manejemen resiko.