Mohon tunggu...
Dion Ginanto
Dion Ginanto Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru, Peneliti, Penulis, dan Pengamat Pendidikan

Dion Ginanto received his undergraduate degree in TESOL (Teaching English as a Second Language) from Jambi University. He was awarded “MAWAPRESNAS” (the best student award by the Ministry of Education and Culture) in 2006. He was also an AIYEP-er 2007/2008 (Australia Indonesia Youth Exchange Program). In 2009, he joined to the short course training of the KAPLAN TKT program in New Zealand. Currently, he is doing his master at Michigan State University (MA, K-12 Educational Administration). He has published his first book entitled: “Jadi Pendidik Kreatif dan Inspiratif: Cara Mengobati 10 Penyakit Profesional. He works at SMA N 1 Batanghari, Jambi, as a teacher. He also teaches at Islamic State University Jambi, and IAIN Batanghari Jambi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Karantina dan Kartini

21 April 2020   08:38 Diperbarui: 21 April 2020   08:48 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
RA Kartini, Tempo.co

Berkaca dari keberanian Kartini, kita harus tetap berani dan optimis dalam menghadapi bencana Corona. Keberanian yang tetap diimbangi dengan kewaspadaan. Keberanian yang terukur. Keberanian yang tidak menyepelekan: misalnya keluar rumah tidak menggunakan masker, berkumpul dalam keramaian meski ada himbauan untuk membatasi diri dalam kerumunan, atau tidak mengindahkan himbauan pemerintah untuk mencuci tangan dengan sabun secara rutin setelah berpergian atau berinteraksi dengan teman.

Pun demikian, kita harus tetap optimis, bahwa kita akan memenangkan peperangan ini. Kita akan bersama-sama berkomitmen membantu pemerintah. Kita akan bersama-sama mematuhi aturan yang dibuat dari pusat hingga desa. Insya Allah, atas izin Allah dengan semangat keberanian dan optimisme yang tercermin dari RA Kartini, kita akan keluar sebagai pemenang.

Semangat Berkarya 

Bayangkan, andai kata Kartini tidak menulis dan berkirim surat pada sahabat-sahabatnya, akankah Kartini dikenal hingga saat ini? Begitu banyak para pejuang kemerdekaan yang notabene adalah Wanita, namun hanya Kartini yang dijadikan sebagai tokoh emansipasi Wanita. Tentu, salah satunya adalah karena karya-karyanya. 

Betul kata pepatah, Harimau mati meninggalkan belang, Rusa mati meniggalkan tanduk, Gajah mati meninggalkan gading, maka hendaknya kita sebagai Manusia ada sesuatu pula yang ditinggalkan. Kartini mengajarkan pada kita bahwa Manusia yang dipanggil Tuhan paling tidak meninggalakan tulisan yang dapat dikenang.

Betapa tidak, Kartini muda telah mampu menerbitkan tulisannya yang berjudul "Upacara Perkawinan pada Suku Koja" di surat kabar Belanda Holdan Lelie saat ia masih berusia 14 tahun. Bayangkan, usia remaja, tanpa ada bantuan internet dan email, mampu menerbitkan tulisan di luar negeri, bukan di tanah Jawa atau di Hindia-Belanda kala itu. Usia 14 tahun itu adalah usia anak SMP. Sangat jarang, bahkan hingga era global seperti saat ini, penulis SMP yang terbit di luar negeri masih dapat dihitung jari. Semangat berkarya di usia muda inilah yang harus kita ikuti.

Masa Corona ini memberikan banyak peluang kepada sesiapa untuk berkarnya. Berkarya tentu dapat dilakukan sesuai passion. Mereka yang hobi menulis dapat mengasah ketajamannya ke level peberbitan. Mereka yang hobi bertani dapat mengisi waktu dengan bercocok tanam. Mereka yang hobi bermesin, dan berinovasi menciptakan atau membuat variasi permesinan. 

Mereka yang hobi membaca, dapat memanfaatkan untuk menambah koleksinya hingga mampu membuat perpustakaan pribadi. Mereka yang hobi bermain musik atau bernyanyi dapat membuat konten youtube yang dapat dimonetisasi. Atau kegiatan lainnya yang kiranya mampu dimaksimalkan di era Work from Home (WFH) saat ini. Rebahan saja tidak cukup, kita harus dapat merubah gelar kita menjadi kaum rebahan yang produktif.

Semangat dalam Kesederhanaan 

"Bagi saya hanya ada dua macam keningratan, keningratan fikiran (fikroh) dan keningratan budi" (Surat RA Kartini pada kepada Stella, 18 Agustus 1899 dalam Simatur, 2014). WFH terkadang secara tidak sengaja mengekpose dan memamerkan kekayaan. Ramai di sosial media postingan yang entah disengaja atau tidak malah cenderung bersifat pamer/ria. Secara etis pamer rumah mewah atau pamer membeli mobil baru, tentu tidak dapat diterima, di tengah maraknya PHK dan tutupnya usaha kecil dan menengah akibat Corona.

Raden Adjeng Kartini mengajarkan kepada kita bahwa keningratan tidak harus dipamerkan. Kartini yang terlahir sebagai keluarga yang serba ada tidak lantas membuatnya terlena dan menikamati kemewahan. Ia tetap memikirkan bagaimana agar kaumnya dapat terbebas dari pingitan dan diperbolehkan mengeyam pendidikan setinggi-tingginya. Baginya, biarlah sederhana asalkan perempuan dapat mengenyam pedidikan yang tinggi. Karena RA Kartini meyakini pendidikan adalah kunci utama emansipasi manusia. Berkaaca dari semangat kesederhanaan Kartini, era Covid-19 kita jadikan momentum untuk merefleksi diri dan memaknai kesederhanaan pada posisi tertinggi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun