Mohon tunggu...
Dio Rizky
Dio Rizky Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Kereta" Sebuah Cerita Pendek

28 Juni 2023   21:23 Diperbarui: 28 Juni 2023   21:24 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jati," Riri memanggil lirih namaku. "Janji, ya." Sambungnya dengan suara yang lirih.

"Ri, enam tahun pacaran, kapan aku ingkar janji?" kataku sambil tersenyum lebar. "Udah ya, itu keretanya dah mau jalan" sambungku sambil menunjuk petugas yang dari tadi memperhatikan kami.

"I will always love you." kata Riri sambil berjalan kembali menuju peron kereta.

Sore itu, aku masih ingat dengan jelas, sinar matahari yang masuk melalui atap stasiun menimpa wajah Riri yang masih berlinang air mata. Pipinya yang tembem semakin terlihat seperti bakpaw yang baru saja matang. Aroma parfum Dunhill Blue yang dibelinya dengan harga delapan belas ribu rupiah itu masih terekam dengan jelas.

Sore itu, setelah enam tahun berpacaran, aku meneteskan air mataku untuk pertama kalinya. Ini pertama kalinya aku berpisah dengan jarak yang jauh dengan Riri. Aku dan Riri merupakan tetangga yang dipisahkan oleh dua rumah. ITB, kampus impian Riri menyebabkan kami terpisah dengan jarak yang jauh. Sebelumnya, aku menyarankan agar Riri berkuliah di UGM, tapi dia menolak. "ITB, sekali ITB, selamanya ITB." jawab Riri seketika setelah aku selesai berbicara.

Hari itu, hari yang dinanti sekaligus tidak, akhirnya telah tiba. Aku mengantarkan Riri menuju stasiun Lempuyangan. Dengan membeli dua tiket kereta api Lodaya, aku berharap bisa mengantarkan Riri sampai ke tempat duduknya di kereta, memastikan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"I will always love you." perkataan Riri yang sampai saat ini masih sangat melekat di pikiranku. Sialnya aku tidak bisa membalasnya.

Sore itu, aku terdiam di tempat Riri memelukku, melihat kereta yang dinaikinya berjalan perlahan, sampai akhirnya tak terlihat lagi. Seketika, perasaanku terasa kacau, dadaku sesak, suaraku menghilang, bahkan kakiku enggan beranjak dari tempat itu. Aku tidak tahu perasaan apa ini.

Kriinggg.... Kriingg...

Dering dari HPku berbunyi, dering itu disertai dengan getaran yang cukup kuat. Aku tahu, bahwa itu panggilan dari Riri. Tanpa ragu aku mengangkatnya.

"Jati," panggil Riri. "Iya?" jawabku. "Jangan dimatiin ya, tunggu aku sampe." kata Riri. "Ri, Kamu tau gimana HPku." jawabku. "Pliss, kali ini aja."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun