Mohon tunggu...
Didin Zainudin
Didin Zainudin Mohon Tunggu... Freelancer - Didin manusia biasa yang maunya berkarya yang gak biasa.

mencoba memberi manfaat dan inspirasi bagi kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Horor

Kesurupan 4 Setan

1 November 2023   20:49 Diperbarui: 2 November 2023   10:31 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ngaco lo" jawab Arya. "Udah buruan jalan".

Gw duduk sendiri di dekat tenda mengahadap sungai yang gelap. Sesekali pantulan cahaya dari tenda kami memantul di gemericik air sungai. Bosen nyanyi, Dimas ngeluarin kartu gaplek. Gw berempat main gaplek. Yang kalah bakal diolesin bedak purol milik Vina. Di tengah-tengah kami lagi seru-serunya main gaplek, gw melihat ada sinar lewat. Ada sinar api seperti meteor melintas, jatuh tidak jauh dari tenda kami. Jatuh dibalik semak-semak. Entah apa itu. Gw tidak menghiraukan. Temen-temen yang main gaplek gak ada yang lihat apalagi peduli. Gw yang melihat sekilas, akhirnya tidak menghiraukan. Gak lama Leni dan Arya sudah kembali. Mereka akhirnya ikut join dengan keseruan gaplek.

Malam sudah semakin gelap. Jam di tangan gw menunjukkan 00.30. Kami sudah kecapekan semua. Satu persatu sudah masuk kedalam tendanya buat tidur. Malam cukup dingin. Tapi jaket sudah cukup buat mengahangatkan badan. Malam itu kami sepakat tidur bergantian, buat jaga tenda kami. Terutama buat cowok. Tiap 2 jam kami gantian tidur. Arya kebagian jaga duluan. Ditemani kopi dan rokok, Arya jaga di depan tenda cewek. Dia sambil memainkan gitar, melantunkan lagu-lagu slow, seolah seperti mengantar tidur kami. Petikan gitar Arya dengan lagu-lagu mellow nya membuat gw jadi terlelap.

Perasaan baru tidur beberapa menit. Kami tiba-tiba terbangun. Ada kehebohan di tenda cewek. Ada suara teriakan Leni, memecah keheningan malam. "Arrrggghhh....! Arrrghhh!!!" Arrrghhh!!!"... Gw segera terjaga. Suaranya seperti cewek yang kesakitan dan ketakutan. Perasaan gw gak enak. "jangan-jangan ada pelecehan seksual oleh Arya nih" batin gw. Gw masih tergolek di dalem sleeping bag. "Ah.. Arya bikin ulah apalagi nih sama cewek-cewek." Gw masih berprasangka buruk pada Arya. Bergegas gw keluar tenda. Dimas menyusul di belakang gw. Kami melihat Arya menahan tangan Leni. Sementara Leni meronta-ronta. "Arya Ada apa?" Gw bertanya ke  Arya. "Kenapa Leni?" Sambil tetap menahan tangan Leni yang terus meronta-ronta, Arya menjawab. "Dia mau mencekik gw Rud! Gak tahu kenapa?" Leni masih berteriak-teriak. "Aaarggghh...! Aaarggghh...! Aaarggghh...!!! Gw mendekati Leni. Matanya sesekali melotot. "Len!! Len!! Gw tepuk-tepuk pipinya. Gw bacain istighfar tiga kali. Alfatihah sekali. Biarpun gak sholat tapi gw masih bisa baca istighfar, Alfatihah, Al Ikhlas dan surat pendek lain. Masih melekat ajaran guru ngaji dan nyokap gw waktu kecil dulu. Pas SMA aja semuanya buyar.

Tenaga Leni akhirnya mulai mereda. Arya melepas tangan Leni. Vina dan Dilla, kakak Leni juga udah diluar. Mereka ketakutan. Gw berusaha menenangkan keadaan. Arya cerita, ketika dia duduk sambil gitaran di depan tenda cewek, dia merasa ada orang yang ngelihatin dia dari belakang. Tapi ketika dia menengok ketiga anak cewek ini tertidur pulas. Jadi akhirnya Arya tak menghiraukannya. Tapi gak lama, sosok yang menatapnya dari dalam tenda ini muncul lagi. Arya ini memang bisa merasakan kehadiran makhluk-makhluk halus. Dia agak indigo. Cuma gak terlalu tajam. Kepekaannya kadang-kadang aja muncul. Terutama kalo sosoknya (setannya) kuat. "Nah gw kan penasaran. Gw lihat 3 anak cewek ini satu persatu di dalam tenda. Mereka masih tidur pulas. Gw tatap mukanya satu-satu. Cuma muka Leni ini berbeda. Mukanya jadi jelek banget. Gw kaget banget, langsung mundur gw. Ah mungkin karena gw kecapekan atau karena lampu yang temaram. Jadi pandangan gw agak ngawur. Gw akhirnya keluar tenda lagi. Gitaran lagi. Nah gak lama, gw merasakan ada tangan yang perlahan-lahan akan mencekik gw. Pas gw nengok, Bener. Ternyata Leni sudah di depan muka gw dan tangannya siap mencekik gw. Makanya langsung gw tahan tangannya.

Gak lama, Leni menggeram lagi, Aaargghhhhh!!!... Matanya mulai melotot. Sekarang tenaganya gak sekuat yang tadi. Kami khawatir banget. Anak-anak cewek ketakutan dan menjauh. Takut dicakar kata mereka.  

"Leni kemasukan setan ini. Entah makhluk halus apa yang ada di dalam tubuh Leni. "Gw minta tolong ke penduduk kampung dulu ya. Kamu jagain Leni. Dimas, Vina temenin Arya ya. Gw sama Dila jalan ke rumah penduduk". Diantara 3 anak cewek ini, Dila termasuk yang paling sering naik gunung. Jadi kalo jalan doang nurunin bukit sih enteng. Jarak rumah penduduk cukup jauh ke bawah. Kami berjalan bergegas. Jalanan cukup terang dengan senter kami. Untung tadi pagi udah sempet ganti baterai everedy. Dila agak tersengal-sengal nafasnya karena mengimbangi jalan gw yang melangkah agak cepat. Kadang setengah berlari sih. Gw akhirnya menghentikan langkah. Di bawah sudah ada rumah-rumah penduduk kampung. Jaraknya masih 200 an meter lagi.  "Rumah mana yang akan kita ketuk ya?" Gw berpikir. Semua pintu tertutup rapat. Ah, gimana nih? Mau bangunin orang satu persatu. Takut menganggu. Gw jadi ragu. Jam di tangan sudah menunjukkan pukul 02.00. Kayaknya semua orang juga sedang terlelap, meringkuk dibalik selimut atau sarung yang hangat. Diluar udara memang cukup dingin. Ditengah keraguan itu, gw inget, tidak jauh dari tenda kami kira-kira 500 meteran, kan ada warung, yang kelihatannya orangnya tinggal disitu. Kenapa gak kesitu aja ya? Kenapa gak minta tolong ke dia aja ya. Akhirnya kami berbalik arah, berjalan bergegas ke arah warung tersebut. Setelah melewati jalanan yang naik dan turun sampai lah kami di warung yang kami maksud.

Benar aja, warung itu ternyata masih buka. Hanya pintu saja yang terbuka setengah. Cuma menandakan bahwa warung masih tetap buka. Tapi yang punya warung ternyata sedang meringkuk tidur di kursi. Kami mencoba memanggil-manggil pemilik warung. "Pakk...! permisi pakkk...!!" "Pakk...! permisi pakkk...!!" Volume suara aku tinggikan. Berharap dia segera bangun. Panggilan kelima barulah si bapak yang yang meringkuk dari balik sarung muncul. Mukanya seperti menahan kantuk yang berat. Matanya masih setengah terbuka. "Iya mas..!" sahut bapak warung lirih, sambil mengumpulkan nyawanya yang terbang saat dia tertidur. "Ehmm... pak mau minta tolong. Teman saya kesurupan! Ada yang bisa bantu gak ya?" Bapak itu gak menjawab. Dia beranjak dari duduknya, berjalan pelan ke arah sebuah meja. Langkahnya gontai, bunyi sandal diseret menandakan, langkahnya memang berat banget. Dia membungkuk ke arah meja warung di depannya. "Buk..! bu..! Bangun...!" Ini ada yang kesurupan!" Tak butuh waktu yang lama, ibu itu kebangun. Dari balik meja yang ternyata menjadi tempat tidurnya itu muncul seorang ibu paruh baya. Dia membetulkan rambutnya yang acak-acakan. Mengucir rambutya sekenanya, sembari berdiri dia betulkan letak kain sarungnya. Ibu ini berjaket dan berkain sarung. "Siapa?" Tanya ibu itu pada suaminya. "Ini, anak-anak kemping ini, temennya kesurupan." Sahut suaminya. "Oooh..." ibu itu menjawab dengan enteng, nyaris tanpa ekspresi. Kaget pun, tidak dia. Dia menatap kami sebentar.

Tanpa aba-aba, Ibu itu berjalan keluar dari warungnya. Kami mengikutinya dari belakang. Ibu itu gak bilang bisa mengatasi kesurupan atau gak. Setelah menanyakan lokasi tenda kami, dia langsung gercep aja, mau nolongin. Langkah ibu ini juga terbilang cepat. Gw aja keteteran mengimbangi langkahnya, apalagi Dila. Tak berapa lama kami sampai di tenda kami. Leni masih meronta-ronta lagi. Arya masih berusaha menenangkannya. Ibu itu langsung menghampiri Leni. Ibu itu mengambil alih tugas Arya. Ibu itu sambil memegangi pundak Leni mulai menenangkannya.  Ibu itu sekarang ngomong bahasa Sunda ke Leni. Gak tahu ngomong apa. Leni sudah pasti gak paham juga Bahasa Sunda, karena dia asli Jakarta. Bapaknya asli Jakarta, ibunya Palembang. Sudah pasti Bahasa Sunda diluar kebisaannya. Tapi ibu paruh baya ini ternyata sedang ngomong ke penghuni yang ada di dalam tubuh Leni. Ibu ini seperti melakukan negosiasi ke setan yang di dalam tubuh Leni. Semua disampaikan dalam Bahasa Sunda, yang jelas kami gak ngerti sama sekali. Tapi dari gerakannya ibu itu sedang mengusir setan yang masuk di dalam tubuh Leni. Ibu ini beberapa kali ngomong "Indit, indit sia!!". Belakangan kami tahu, "indit sia!" ternyata artinya minggat kamu, pergi kamu. Setelah 30 menitan negosisasi, Leni akhirnya tersadar. Setan yang ada di tubuh Leni sudah pergi. Leni masih lemas. Kami memberinya minuman air hangat. Dia gak tahu, kenapa kok rame-rame. Kenapa temen-temennya dan ibu paruh baya ini mengelilingi nya. Leni masih lemas.

Ibu ini mengenalkan diri, ia bernama ibu Sumi. Dia pemilik warung. Dia sudah sering nolongin orang-orang yang kesurupan, terutama anak-anak yang lagi kemping. "Dik, kalian jangan kemping disini, pindah ke bawah aja. Disini gak aman". Ibu Sumi memberi saran ke kami. Posisi tenda kami tidak aman menurut dia. Dekat dengan markas setan. Kami kaget dengan keterangan bu Sumi. Samar-samar melihat wajah bu Sumi, gw merasa pernah melihat. Kapan dan dimana ya? Kami menuruti apa kata bu Sumi. Malam itu juga kami kemasi tenda, dan memindahkannya di dekat warung bu Sumi, supaya lebih aman. Bu Sumi gak lama meninggalkan kami, kembali ke warung nya. Sebelumnya gw sempat kasih uang buat tanda terimakasih kami.

Dimas cerita ke gw,  bu Sumi itu ibu yang tadi siang bertopi caping, yang marah-marah karena gak dikasih uang. Oiya, gw baru inget. Tadi sembari membenarkan tenda yang baru terpasang, gw memang sempat melihat keributan antara ibu bercaping dan Dimas yang lagi gitaran. Tapi karena keributannya sudah berlalu gw gak menghiraukannya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun