Mohon tunggu...
Didin Zainudin
Didin Zainudin Mohon Tunggu... Freelancer - Didin manusia biasa yang maunya berkarya yang gak biasa.

mencoba memberi manfaat dan inspirasi bagi kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Badut Berjalan Gontai

19 Desember 2022   11:42 Diperbarui: 19 Desember 2022   12:01 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Malam hari, jalanan basah. Tanda beberapa waktu yang lalu hujan baru selesai turun. Aku masih di atas motor, menyelip-nyelip sesekali menyalip di antara mobil-mobil dan motor. 

Jalanan masih macet. Seperti biasa. Ini memang jam sibuk. Jamnya orang pulang kerja. Biasanya setelah hujan kemacetan akan berlipat. Maklum motor-motor yang saat hujan turun,  berteduh, ketika hujan sudah mulai reda buru-buru mereka tancap gas kembali. Dalam waktu bersamaan, motor tumpah ruah di jalan yang sama. Hasilnya seperti yang sekarang aku rasakan.

Lampu-lampu pertokoan dan lampu billboard LED memantul cantik di jalanan yang basah. Jalanan jadi warna-warni. Diantara kemacetan lalu lintas, masih ada pemadangan cantik yang kulihat. Polisi entah kemana. Kenapa setiap dibutuhkan mereka malah tak muncul. Mungkin masih kebasahan, mungkin masih berteduh, atau mungkin sedang ngopi di pos.  Ah.. biarlah. Perlahan jalanan yang tersendat mulai sedikit-sedikit mengurai.

Di pinggir jalan kulihat seorang badut pengamen berjalan gontai. Kepalanya menunduk, jalannya menunjukkan dia kelelahan. Ukuran kepalanya yang besar dan menunduk, seakan menggambarkan kesediahan, dan beban berat hidupnya. Jalannya perlahan gontai. Tangannya lunglai, mengayun lemas mengiri langkah kakinya. 

Adegan ini cukup menyita perhatian ku dari atas motor. Mungkin tidak cuma aku, tapi banyak pengendara lain yang ikut iba melihat pemandangan ini. Titik-titik hujan yang masih sesekali jatuh menambah kesedihan adegan badut yang berjalan gontai tersebut. 

Badut yang berkepala mirip Doraemon, berwarna biru namun tidak berperut gendut, seperti tokoh aslinya,  masih berjalan menunduk. Pantulan lampu warna-warni di jalanan yang basah ikut mendramatisir potongan adegan ini.  

Pemandangan ini mungkin lebih dramatis ketika dilihat dari dalam mobil. Udara AC yang sejuk di dalam mobil, pemadangan badut berwarna biru yang berjalan gontai, ditimpa pantulan cahaya lampu yang jatuh di jalan yang basah. 

Dari dalam mobil musik mengalun, membawakan lagu  Muse -- Unintended. Suara petikan gitar, dan vocal penyanyinya yang sedih makin memperkuat  emosi pendengarnya. 

Adegan tiba-tiba berubah jadi slow motion. Tentu ini membuat siapapun yang di dalam mobil makin emosional dan tersentuh. Pertunjukan nya jadi seperti potongan film drama, yang mengundang haru dan simpati.

Sebuah mobil HRV berjalan perlahan disampingnya, membuka jendela. Seorang wanita dari dalam mobil, memanggil badut dan menyodorkan uang 10 ribu. Badut menerima dengan senang hati, karena tangannya langsung menyambut uang tersebut. Uang itu langsung dimasukkan dalam kantong ajaibnya yang ada di tengah badannya. Persis kantong ajaib nya Doraemon.

Badut itu telah mengundang banyak simpati banyak orang. Beberapa motor juga berhenti memberinya uang. Terutama pengendara motor yang berboncengan, yang baru pulang kerja. Istrinya membuka tas, dan memberi selembar uang. Ternyata makin banyak yang memberi. Kemacetan membuat adegan ini lebih mudah dilihat orang. Silih berganti motor dan mobil berhenti mengulurkan rupiah pada si badut.  

Doraemon berhasil merebut simpati sekaligus menarik rejeki. Entah berapa rupiah uang yang masuk dalam kantong doraemon. Kemacetan dan gerimis mengundang berkah buat badut yang berjalan gontai tersebut. 

Aku gak tahu apakah ini adegan yang murni atau rekayasa badut supaya menarik perhatian banyak orang. Jika hari ini berhasil meraup banyak rejeki tentu saja dia akan mengulang lagi adegan ini. Malam hari saat orang-orang pulang kerja adalah waktu yang tepat.

Aku sih berharapnya Doraemon mau membukakan "pintu kemana saja" yang dia punya, supaya aku bisa segera sampai rumah dan bertemu dengan anak dan istriku di rumah, tanpa harus melewati kemacetan. Aku pun juga sudah kelelahan. Meski kelelahanku gak bisa aku jual. Bahkan tak laku untuk mengundang simpati. Tapi doraemon ini gak bisa membukakan pintu, dia hanya membuka tangannya untuk menarik rupiah. Tentu saja karena dia hanya badut doraemon.

Ternyata badut berjalan gontai yang kutemui semalam, tidak hanya di jalan menuju aku pulang. Di jalan-jalan yang lain pun juga banyak badut yang berjalan gontai. Paling tidak itu dari cerita beberapa temanku di kantor, keesokan harinya, ketika aku berbagi cerita tentang kejadian badut berjalan gontai yang kutemui semalam.

"Ah, itu mah sama... Aku juga sering lihat kalo pas pulang kerja  meleman". Yah... namanya cari makan. Cari kerjaan susah, jadi membadut saja, lebih gampang. Jangan salahkan mereka jika suatu saat Jakarta di kepung oleh badut-badut.

Depok, 18 Desember 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun