Sebuah Episode Kontekstual
selamat malam politisi
angin yang menggiring awan menutup bulan
adalah angin menggigil sukma merapatkan kemeja
segala yang pernah diucapkan di mana tersimpan
selamat malam mahasiswa
hujan memberi isyarat dari kelopak mata yang sembab
kenangan telah kehilangan ingatan
kapal menggigil dipelabuhan
selamat malam penyair
tenggorokan hanya angin yang lembab,
menyekap suara mata pena menganga perlahan berkarat
kuceritakan sebuah kisah
negeri yang pernah jaya
pemimpinnya adil taat beragama
rakyatnya rajin tekun beribadah
teguh bersatu mencipta kedamaian
satu sakit yang lain menjerit
lama berganti tahun berjalan
bermula peristiwa kesalahpahaman
lalu tercipta paham perselisihan
terpendam lama dalam perasaan
akhirnya mengoyak darah bertumpahan
perpecahan menjalar dimana-mana
persaingan menjadi modal utama
kecemburuan menghebat serta menggila
menjadi siksa dan malapetaka
genderang perang berdentam bertalu-talu
kematian menjerit bersahut-sahut
prahara menjelma hingga kehulu
Â
dikota kehidupan seperti biasa
hanya beberapa siap berjaga-jaga
menghadang bencana yang mungkin ada
menikam mereka dalam istana
nafsu dan kata saling berlomba
maju menyerang menghantam semua
brahim tewas ditengah sawahnya
mae ambruk dikedai kopinya
rusli diculik tengah malam buta
sisiti menjadi seorang janda
sesepi kuburan desa jadinya
lenguh kerbau jadi peningkahnya
saksikan orang-orang berkuasa
bicara hak dan kemerdekaan
tetap menghajar yang tak berdaya
tragedi berdarah terjadi juga
nafsu ambisi menjadi kuasa
fitnah berlanjut penangkapan biasa
penembakan silih berganti
membanjir darah jadi erosi
jiwa dan raga telah tergari
tanpa pas jalan nyawa pun bisa pergi
sering aku bertanya-tanya tentang hal ini
apa yang terpikirkan bagi pemimpin negeri
saksikan tragedi berdarah dilayar kaca
sambil mencicip gula-gula
atau merancang sebuah rencana
pembangunan desa jadikan kota
para pemiliknya entah di mana
sambil menguras harta yang ada
Â
hutan dan rimba disikat saja
padi dan pala turun harganya
cengkeh dan kelapa tiada artinya
keadilan hanya sebuah kata
kebebasan hanya dimulut saja
hak asasi berganti dengan hilang nyawa
kita juga berpikir seperti mereka
berbicara tanpa perbuatan nyata
bak singa mengaum dalam penjara
angin bulan menggigilkan jiwa
kebebasan kepak elang dalam belanga
jiwa tertindas entah untuk berapa lama
kemerdekaan milik semua duhai manusia
hanya tertulis didinding istana
keadilan miliki semua duhai manusia
hanya terucap dalam upacara
anginnya mendemamkan jiwa
kehidupan manusia jadi tak berharga
selamat malam politisi
semangat telah gugur
selamat malam mahasiswa
angin telah padam
selamat malam penyair
hati terbakar hangus
aku pergi menuju kelam
disini harapan telah tiada
hanya kenangan yang menyiksa
Banda Aceh, 1996
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H