Mohon tunggu...
din saja
din saja Mohon Tunggu... Seniman - Penyair, penulis esai dan sutradara drama

Senang melihat orang lain senang Susah melihat orang lain susah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hati, Jambu dan Durian

16 Juli 2024   19:30 Diperbarui: 16 Juli 2024   19:34 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam sebuah buku berjudul “Kiamat”, maaf penulis lupa siapa pengarangnya, ada satu bab yang membahas bagaimana sebenarnya manusia mendengarkan sebuah musik. Di situ disimpulkan bahwa tidak setiap manusia dapat mendengarkan sebuah musik, terutama musik-musik yang membangkitkan birahi, yang dapat menggoda hati untuk cenderung berbuat maksiat, terutama dari khayalan birahi yang dimunculkan musik dimaksud. Disebutkan bahwa tingkatan iman seseorang menentukan musik yang bagaimana selayaknya didengarkan. Semakin tinggi tingkatan nilai keimanan seseorang, maka dia dapat mendengarkan musik-musik yang dapat menggoda birahi.

Bertolak dari cara pandang seperti ini, tidak setiap manusia boleh menjadi kaya-raya, tentulah tergantung dari setinggi mana nilai keimanan yang ada padanya. Apabila nilai keimanan seseorang itu masih rendah dan dia memiliki kekayaan yang berlimpah, hal ini sangat dicemaskan, orang tersebut cenderung akan berbuat kezaliman, sombong, angkuh dan riya.

Sebab, dengan harta yang banyak akan menimbulkan godaan yang banyak pula. Contoh untuk ini pernah terjadi terhadap Qarun. Karena keimanan Qarun masih lemah, dan ketika dirinya mendapat harta yang berlimpah, justeru yang terjadi Qarun telah “lupa diri terlambung tinggi” seperti ungkapan syair Chairil Anwar. Qarun bahkan menjadi serakah, ingin memiliki semua harta dengan sebanyak-banyaknya. Dan dengan begitu timbul pula keinginan untuk menjadi Tuhan.

Hal serupa juga terjadi pada Midas, tokoh dalam mitologi Yunani, yang berkeinginan menjadi kaya, dan ketika semua benda dan bahkan makanan yang dipegangnya berubah menjadi emas, barulah dirinya menyadari tentang keserakahan yang ada padanya.

Manusia adalah makhluk yang merugi, ini ditegaskan Allah didalam Al-Qur’an. Maksud sederhana dari ayat ini ialah manusia adalah makhluk yang suka sombong, cenderung lupa diri, karena manusia adalah makhluk yang lemah.

Namun, kelemahan manusia ini sebenarnya bisa diperkuat dengan nilai-nilai keimanan yang terus-menerus ditingkatkan. Dan untuk meningkatkan nilai keimanan ini tentulah mesti mengikuti sikap hidup Rasullullah SAW. Karena Beliau telah mengetahui bagaimana sebenarnya bahaya yang ditimbulkan dengan harta yang melimpah. Dan Beliau sudah memahami bagaimana sebenarnya manusia hidup dengan sederhana.

Dari sikap Beliau yang Al Amin, suka menolong, berbaik hati, jujur, amanah, tahu diri, semestinya kita juga menyadari bahwa sikap hidup yang Beliau contohkan itu dapat menyelamatkan manusia dari bahaya besar, yakni keangkuhan.

Bagaimana mungkin seorang pemimpin yang berlimpah dengan kekayaan, suka memiliki harta yang banyak, dapat menjalankan amanah untuk bersikap adil, untuk mensejahterakan rakyatnya? Mustahil pemimpin seperti ini mampu menjalankan amanah dengan sebenarnya. Apalagi bila keimanan pemimpin itu masih sangatlah lemah.

Jangankan pemimpin seperti itu, seorang yang memiliki keimanan yang tinggi juga sering terjerembab dalam keserakahan. Kita banyak melihat pemuka-pemuka agama yang cenderung korup, menyelewengkan amanah, karena tidak mampu melawan godaan yang begitu besar.

Kemewahan dapat membuat manusia lupa diri. Manusia yang hidupnya senantiasa “berumah diatas angin” seperti ditulis WS Rendra, adalah manusia yang tidak pernah mau tahu dengan panasnya terik matahari.

Harta yang memiliki sedikit manfaat, dapat kita umpamakan seperti buah jambu air. Buah jambu air ini berbuah sangat banyak, rasanya manis, warnanya mengundang selera, tapi hanya sedikit yang dimanfaatkan oleh manusia. Selebihnya jatuh berserakan membusuk dan bahkan ada yang dipijak-pijak manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun