Mohon tunggu...
din saja
din saja Mohon Tunggu... Seniman - tamat smp

suling pun bukan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesenian Aceh dalam UUPA

15 Juli 2024   21:03 Diperbarui: 15 Juli 2024   21:10 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau kita analisa maksud dari "melindungi, membina dan mengembangkan", yang sangat mencemaskan bukan pada "melindungi, membina", tapi pada persoalan "mengembangkan". Kalau "melindungi, membina" itu memang merupakan "kewajiban" pemerintah, apalagi bila pemerintah sendiri berkenan mengambil peran tersebut. Karena bagaimanapun pemerintah berkewajiban "melindungi, membina" kehidupan yang berada dalam wilayah tanggungjawabnya.

Perlindungan tidak hanya terbatas pada pengakuan sebagai sesuatu yang ada dan hidup dalam masyarakat, juga sekaligus memberi perhatian secara sungguh-sungguh dalam bentuk alokasi anggaran. Sebagaimana terjadi selama lebih 30 tahun belakangan ini. Semua alokasi anggaran kesenian hanya diperuntukkan bagi kesenian tanpa memperhitungkan seniman sebagai pencipta. Perlindungan dan pembinaan yang dipakai jadi acuan pemerintah tehadap kesenian, melahirkan pemahaman bahwa pemerintah betindak sebagai penyedia dana dan sekaligus sebagai pelaksana progam. Akibatnya nilai-nilai kesenian tidak terlindungi secara benar. Banyak karya seni tradisional Aceh menjadi tidak jelas keasliannya

Kalau kita simak isi pasal 221 di atas, tidak ada kalimat yang menyebutkan tentang seniman. Ini artinya pemerintah  bertugas dan bertanggungjawab hanya semata tehadap kesenian, tetapi bukan pada seniman. Lalu apa yang salah, kalau memang ada yang salah, dari pasal 221 ini?

Sebenarnya tidak ada yang salah dalam hal ini. Hanya saja kita khawatir akan terjadi kesalahpemahaman, terutama sekali bagi aparatur Pemerintah Aceh,  dalam melaksanakan tugas-tugasnya ketika qanun untuk itu telah disahkan. Sebelum UUPA ada, pemahaman pemerintah terhadap kesenian tidak berbeda dengan apa yang dimaksudkan dalam UUPA sekarang ini.

Kalau dulu pemerintah hanya bertanggungjawab dalam melindungi, membina dan mengembangkan kesenian,  begitu pula halnya untuk saat ini. Pengalaman yang lalu, pemerintah benar-benar menjalankan amanahnya terhadap kesenian. Berbagai program kesenian dirancang dengan alokasi dana yang cukup lumayan besarannya. Katakanlah setiap tahunnya pemerintah mengalokasikan anggaran untuk kesenian sebesar Rp. 5 Milyar.

Berarti selama kurun waktu 15 tahun belakangan, pemerintah telah menghabiskan Rp. 75 Milyar. Ini baru alokasi biaya dari pemda NAD, belum lagi anggaran yang tersedia di kabupaten/kota. Bahkan alokasi anggaran untuk kesenian tidak hanya pada dinas terkait, namun juga tedapat pada dinas-dinas lainnya. 

Dari sekian banyak anggaran yang disediakan itu, kita lihat bagaimana perkembangan kesenian Aceh. Apakah telah menampakkan indikator keberhasilan. Apakah kesenian tradisional Aceh telah terpelihara dengan baik dan benar? Apakah juga kesenian modern Aceh telah menunjukkan adanya karya-karya seni yang bernilai?  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun