Dari pengamatan terhadap 45 lokomotif yang membawa rangkaian kelas ekonomi dan kelas non-ekonomi yang dimulai pada semester terakhir tahun 2000 ternyata 20 lokomotif speedometer-nya dapat diandalkan (44 %), 16 lokomotif dengan speed-nol-meter alias speedometer-nya tidak pernah bergeser dari angka 0 (36 %) dan sisanya tanpa pengukur laju sama sekali (20 %).
Keadaan sangat memprihatinkan adalah bahwa penumpang keretaapi terbanyak yaitu pengguna kelas ekonomi benar-benar di ujung tanduk. Hanya satu diantara 7 lokomotif yang membawanya dilengkapi sepeedometer laik pakai (13 %).
Speedometer menjadi pedoman masinis dalam memainkan pedal gas, menjalankan laju keretaapi sesuai berbagai semboyan tinggalan Penjajah Belanda.
Dari 45 lokomotif yang diamati, hampir 80 prosen kondisi radio lokomotifnya baik, sedangkan sisanya tidak berfungsi atau tanpa radio sama sekali.
Berbeda dengan kondisi speedometer, nasib radio di lokomotif yang membawa rangkaian kelas ekonomi ternyata lebih baik. Sebaliknya hampir 20 prosen lokomotif yang menarik rangkaian kelas bisnis, eksekutif dan spasial tanpa alat komunikasi dengan pihak luar.
Selain radio dan speedometer maka dead man pedal adalah barang yang tidak kalah pentingnya. Benda seukuran anak kura-kura ini berfungsi mencegah masinis mengantuk. Di-set teknisi di Dipo, apabila diinjak terus selama 60 detik akan segera berbunyi alarm. Bila masinis lalai dan terinjak terus maka keretaapi akan berhenti dengan sendirinya. Demikian pula bila sebaliknya terjadi, dibiarkan saja lebih dari waktu set.
"Banyak dead man pedal yang tidak berfungsi," kata seorang masinis yang saat itu hampir memasuki masa pensiun, "Dan itu bukan kesalahan masinis, sebab yang mengeset adalah orang Dipo."
Satu-satunya peralatan vital yang menurut pengamatan penulis masih relatif berfungsi adalah rem. Walaupun ada beberapa kasus terjadi juga seperti terjadi pada lokomotif CC 20313 yang membawa rangkaian KA Bima remnya blong ! (09/10/00). Masih beruntung para penumpang kelas eksekutif itu masih diberi kesempatan eksekutif untuk menikmati udara segar.
Ke-blong-an rem pula yang mengantar Adman bin Sunardi menemui Sang Khalik ketika KA 930 yang dibawanya tidak dapat berhenti di stasiun Rengasdengklok sebagaimana biasa, sampai akhirnya diberhentikan paksa oleh keretaapi pengangkut batubara dari arah lawan.
Dengan demikian, adalah terlalu naïf jika pejabat dan pihak berwenang yang tidak tahu isi keretaapi selalu mencap human error sebagai penyebab kecelakaan keretaapi di negeri ini. Bila berkaca kepada masa lalu, maka technical error bisa terjadi.
Sebut saja kejadian menelan puluhan korban belum lama ini, jika saja dilihat nonor lokomotifnya (sayang hampir semua media massa lupa untuk itu) maka bisa dirunut bagaimana keadaan lokomotif itu 10 tahun lalu. Saya yakin, tidak akan terlalu berbeda atau bahkan mungkin bisa lebih memprihatinkan.