Technical error?
Menyikapi kejadian memilukan belum lama ini, saya membuka catatan 10 tahun lalu. Saat saya pulang-pergi Haurgeulis-Jakarta atau Bandung-Jakarta. Bertengger tanpa karcis di lokomotif selama lebih dari 6 bulan, setiap hari senin sampai Jum'at. Berangkat jauh sebelum subuh, pulang menjelang maghrib meninggalkan Stasiun Jatinegara.
Catatan kecil itu kemudian saya rangkai dalam berbagai tulisan yang intinya merupakan bentuk keprihatinan terhadap kondisi perkeretaapian Indonesia saat itu. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
http://segudang-cerita-tua.blogspot.com/2010/02/balada-keretaapi-indonesia-tercinta.html
http://segudang-cerita-tua.blogspot.com/2010/06/balada-lokomotif-keretaapi.html
http://segudang-cerita-tua.blogspot.com/2010/06/cilaka.html
http://segudang-cerita-tua.blogspot.com/2010/02/selamat-jalan-pahlawan-keretaapi.html
http://segudang-cerita-tua.blogspot.com/2010/06/terowongan-dan-jembatan-keretaapi.html
Satu catatan yang selalu saya sampaikan adalah bahwa rangkaian kejadian yang menimpa keretaapi tidak akan berakhir tanpa pihak berwenang mengatasi masalah pokoknya, lokomotif. Tanpa perhatian serius terhadap penarik gerbong keretaapi itu maka kecelakaan demi kecelakaan akan terus menanti di masa datang.
Seperti diketahui bahwa di lokomotif tidak terdapat setang/setir sebagaimana kendaraan lain. Hanya ada handel-gas, speedometer, radio, rem dan benda berbentuk kura-kura bernama dead-man pedal. Peralatan vital inilah yang menentukan keselamatan para penumpang yang memadati rangkaian gerbong keretaapi yang dibawanya.
Namun demikian, sangat disayangkan bahwa tidak semua lokomotif dilengkapi dengan peralatan tersebut. Bukan hanya tidak berfungsi tetapi beberapa diantaranya malah tidak ada.