Nayanika Nirmala adalah Sebuah Penyesalan
Aku mencipta, dari debu bintang dan embun pagi.
Sebuah nayanika nirmala, sepasang mata suci.
Beningnya memantulkan langit biru tanpa celah.
Indahnya memukau hati, bagai mimpi yang sempurna.
Aku ukir irisan mata itu dengan penuh cinta,
Sehingga mampu menyihir siapa saja yang memandang.
Bulu matanya lentik, bagai sayap kupu-kupu renta,
Dan pupilnya hitam legam, menyimpan rahasia alam.
Aku berharap, dengan keindahan yang kuberikan,
Ia akan hidup bahagia, bebas dari segala duka.
Namun, aku telah membuah sebuah maha karya yang menjadi penyesalan.
Karya yang telah dibuat dengan sepenuh hati, dengan seluruh jiwa serta akal dan pikiranku.
Nayanika Nirmala adalah sebuah pengkhianatan, ia bagai tetesan air hujan yang membenci mendung, ia bagaikan daun yang tidak pernah menyukai dahan dan ranting.
Tahukah kisah tentang Guinevere dan Lancelot?
Atau kisah Heloise dan Abelard yang terjadi pada pertengahan Abad ke-12 di Prancis?
Pernahkah kalian membaca kisah Arok dan Ken Dedes mengawali sejarah Kerajaan Singasari?
Nayanika Nirmala adalah sebuah maha karya yang penuh ketulusan namun hancur oleh rasa sombong, ego dan ketidakadilanÂ
Nayanika Nirmala adalah bagian dalam kehidupanku yang penuh penyesalan.
Karena siapa sangka, ciptaanku justru menjadi bencana,
Menarik perhatian yang tak diinginkan, bagai bunga yang beracun.
Ia menjadi rebutan, diperebutkan oleh banyak hati,
Dijadikan objek pujian, dielu-elukan tanpa henti.
Aku melihatnya terluka, hatinya tercabik-cabik,
Namun aku sudah tidak perduli lagi, aku memilih diam dalam balutan rasa sakit dan keterasingan.
Karena keindahannya justru menjadi kutukan baginya.
Aku menyesal, kenapa aku menciptakannya begitu sempurna?
Kenapa aku tidak membuatnya biasa saja, seperti karyaku yang lainnya?
Kini, aku hanya bisa memandangnya dari kejauhan,
Merasakan pedihnya penyesalan yang tak terkira.
Aku ingin memeluknya erat, menghapus air matanya, namun kulihat ia malah tertawa mengejekku.
Aku memberitahu bahwa aku mencintainya setulus hati.
Namun, aku tahu itu mustahil, karena aku hanya bayangan,
Sebuah pencipta yang gagal melindungi ciptaanya.
Aku belajar dari kesalahan ini, bahwa keindahan itu relatif,
Dan kesempurnaan hanyalah ilusi yang menipu.
Aku akan menciptakan kembali, namun kali ini dengan bijaksana,
Memberikan kekuatan batin agar ciptaanku bisa bertahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H