Mohon tunggu...
Dinda Annisa
Dinda Annisa Mohon Tunggu... Freelancer - Penterjemah Lepas

Based in Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenang pembantaian Lapangan Tiananmen 1989 di Beijing

6 Juni 2023   10:30 Diperbarui: 6 Juni 2023   10:31 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pembicara serta moderator Asep Setiawan (paling kanan) di seminar internasional di Jakarta. | Sumber: FISIP UMJ

Oleh Dinda Annisa

Ada sebuah pembantaian mengerikan yang terjadi 34 tahun lalu di Lapangan Tiananmen di Beijing, China. Banyak mahasiswa yang tidak bersalah dibunuh oleh pasukan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) pada tanggal 4 Juni 1989.

"Tiga puluh empat tahun yang lalu, dunia menyaksikan arogansi negara di mana kekuatan militer yang berlebihan digunakan oleh otoritas China terhadap mahasiswa dan warga sipil yang damai dan tidak bersenjata, yang memprotes korupsi politik, tuntutan demokrasi dan kebebasan pribadi," kata Letnan. Jenderal Rameshwar Yadav, mantan direktur jenderal Infanteri, Angkatan Darat India, pada seminar internasional di Jakarta pada 5 Juni 2023.

Seminar bertajuk "Mengingat Tragedi Lapangan Tiananmen 1989: Mengapa Itu Terjadi dan Bagaimana Penghancurannya?" diselenggarakan secara hybrid oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) bertempat di Kasman Singodimedjo Auditorium di kampusnya di Jakarta.

Seminar tersebut juga menghadirkan pembicara terkemuka dari India dan Indonesia seperti Letnan Jenderal Ramesh Yadav, Prof. Srikanth Kondapalli, Dekan School of International Studies, Universitas Jawaharlal Nehru, New Delhi, Dr. Mahesh Ranjan Debata, asisten profesor di Universitas Jawaharlal Nehru, New Delhi, Dr. Sri Yunanto, dosen senior di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Veeramalla Anjaiah, jurnalis senior di Jakarta, Telly Nathalia, jurnalis senior di Jakarta dan Debbie Affianty, dosen di Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Lt. Jen. Rameshwar Yadav. | Sumber: FISIP UMJ 
Lt. Jen. Rameshwar Yadav. | Sumber: FISIP UMJ 

Seminar ini dimoderatori oleh Dr. Asep Setiawan, dosen di Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Seminar tersebut dibuka dengan kata sambutan oleh Lusi Andayani, Ketua Mata Kuliah Pascasarjana Ilmu Politik FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Seluruh seminar dapat disaksikan dengan mengklik tautan video berikut di YouTube.

https://www.youtube.com/watch?v=DbuMUEHDJfU

Menurut Rameshwar, korban tewas di Lapangan Tiananmen diperkirakan lebih dari 10.000 orang.

Protes terbesar dan terpanjang dari 16 April hingga 4 Juni 1989 diadakan di Lapangan Tiananmen di mana lebih dari 1 juta orang --- kebanyakan pelajar, pekerja dan rakyat biasa --- berpartisipasi dalam demonstrasi damai tersebut. Para pengunjuk rasa menyerukan kebebasan, demokrasi, diakhirinya korupsi, reformasi ekonomi dan politik serta akuntabilitas.

"Pelajaran Lapangan Tiananmen adalah tentang akuntabilitas, legitimasi dan tanggung jawab Partai Komunis China," ujar Prof. Srikanth dalam sambutannya.

Ini adalah aturan satu partai yang otoriter di China. Partai Komunis secara brutal menekan protes mahasiswa.

Pimpinan China saat itu sangat terpecah tentang bagaimana menangani demonstrasi. Pada akhirnya, kelompok garis keras, yang melihat protes sebagai tantangan langsung terhadap otoritas Partai Komunis, menang dan menghancurkan protes tersebut dengan keras. Beberapa pejabat partai bersimpati pada tuntutan mahasiswa dan menyukai pendekatan perdamaian, tetapi mereka kalah dari garis keras partai.

Menurut Srikanth, protes Lapangan Tiananmen telah menginspirasi banyak protes di kemudian hari di China.

"Protes di China meningkat pesat sejak Lapangan Tiananmen," ungkap Srikanth.

Prof. Srikanth Kondapalli. | Sumber: FISIP UMJ
Prof. Srikanth Kondapalli. | Sumber: FISIP UMJ

Pada tahun 1994, setelah lima tahun Lapangan Tiananmen, keseluruhan protes melonjak menjadi 10.000 protes. Pada tahun 2010, China menyaksikan 180.000 protes sementara di 2011 sendiri terjadi 230.000 protes.

Banyak kesamaan antara protes Lapangan Tiananmen 1989 dan protes 1998 di Indonesia. Gerakan itu sukses di Indonesia.

"Baik mahasiswa di China maupun Indonesia berjuang untuk tujuan yang sama seperti melawan otoritarianisme, lebih banyak demokrasi dan lebih banyak kebebasan," tutur Sri Yunanto dalam sambutannya.

Gerakan di China gagal akibat penindasan. Menurut Sri Yunanto, gerakan mahasiswa di Indonesia telah berhasil menggulingkan Soeharto dari kekuasaan dan menegakkan demokrasi. Tetapi beberapa tantangan masih tersisa.

Maraknya korupsi, ketimpangan ekonomi dan oligarki politik adalah beberapa sisa tantangan yang dihadapi Indonesia, papar Sri Yunanto.

Mahesh membandingkan gerakan mahasiswa di Lapangan Tiananmen dan gerakan Uyghur di Xinjiang, yang jauh lebih tua dari protes Lapangan Tiananmen.

"Gerakan protes demokrasi Uyghur pada tahun 1980-an merupakan batu loncatan menuju tragedi Lapangan Tiananmen 1989. Gerakan ini mempersiapkan para pemimpin masa depan untuk menjadi ujung tombak gerakan Uyghur dalam melawan China," jelas Mahesh dalam pidatonya.

Dr. Mahesh Ranjan Debata. | Sumber: FISIP UMJ
Dr. Mahesh Ranjan Debata. | Sumber: FISIP UMJ

Menurut beberapa kelompok hak asasi manusia, Komunis China telah menahan lebih dari 1 juta orang Uyghur yang bertentangan dengan keinginan mereka selama beberapa tahun terakhir dalam jaringan besar yang disebut negara sebagai "kamp pendidikan ulang", dan menghukum ratusan ribu orang dengan hukuman penjara.

Hingga saat ini pemerintah China tidak pernah mengakui peristiwa sebenarnya seputar pembantaian Lapangan Tiananmen. Secara resmi, penyebutan pembantaian Lapangan Tiananmen di China adalah hal yang tabu. Di China, Hong Kong serta Makau orang-orang dilarang untuk memperingati pembantaian Lapangan Tiananmen.

"Tiga puluh empat tahun kemudian, impunitas atas pembantaian telah membuat otoritas China semakin berani dalam melakukan lebih banyak kejahatan terhadap kemanusiaan. Penindakan semakin canggih dengan kemajuan teknologi modern, termasuk media sosial disensor di China, dan aktivitas masyarakat sehari-hari dipantau secara ketat," ujar Anjaiah dalam sambutannya.

Protes Lapangan Tiananmen 1998 memang telah menginspirasi banyak protes mahasiswa di Asia.

"Protes Lapangan Tiananmen telah menginspirasi mahasiswa di Korea Selatan dan Indonesia. Mahasiswa di Indonesia terinspirasi oleh mahasiswa China untuk memulai gerakan melawan rezim Soeharto yang otoriter," kata Telly dalam sambutannya.

Kita tidak boleh melupakan apa yang terjadi di Lapangan Tiananmen pada tanggal 4 Juni 1989.

"Sejarah dan memori tidak akan terhapus dengan mudah. Keberanian para korban tidak akan dilupakan dan terus menginspirasi para pendukung prinsip-prinsip tersebut di seluruh dunia," ujar Debbie dalam sambutannya.

Menurut Debbie, pemerintah China harus mempublikasikan semua nama para korban pembantaian Lapangan Tiananmen dan meminta maaf kepada keluarga korban serta membayar ganti rugi kepada mereka. Harus ada juga penyelidikan yang tepat dan mengadili semua pelaku.

Setelah pembantaian Lapangan Tiananmen, Amerika Serikat dan Uni Eropa menjatuhkan sanksi terhadap China. Tapi sanksi ini tidak efisien sejauh ini.

Komunitas internasional harus menunjukkan simpati dan solidaritasnya kepada rakyat China, yang telah menderita selama 4 tahun di bawah rezim brutal Partai Komunis China.

Penulis adalah jurnalis lepas yang tinggal di Bekasi, Jawa Barat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun