"Dari perspektif Asia Tenggara, militerisasi Laut China Selatan merupakan ancaman bagi perdamaian dan keamanan di kawasan," ujar Prof. Beckman dalam sambutannya.
Menurut Beckman, China memiliki masalah kedaulatan atas beberapa pulau yang disengketakan di LCS. Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam dan Taiwan memiliki klaim yang tumpang tindih dengan China atas beberapa pulau di LCS.
Pada tahun 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) yang berbasis di Den Haag memutuskan dalam sengketa maritim antara Filipina dan China bahwa Peta Sembilan Garis Putus China tidak memiliki dasar hukum.
"Berdasarkan UNCLOS 1982, Putusan [dari PCA] bersifat final dan mengikat bagi China dan Filipina," ungkap Beckman.
Ia mengacu pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS).
China telah memboikot arbitrase PCA dan menyatakan putusan itu sebagai "batal demi hukum".
China juga mengklaim sebagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara. Indonesia tidak mengklaim wilayah apa pun di LCS.
China juga mengklaim Kepulauan Senkaku yang dikuasai Jepang di Laut China Timur.
China juga memiliki masalah perbatasan dengan India. Kedua negara mengalami perang besar pada tahun 1962. China telah membangun kekuatan militernya sejak beberapa tahun.
"Dari segi jumlah, militer China lebih besar dari kami. Ketika kami melihat mereka di medan perang, tidak ada kemampuan signifikan PLA untuk memenangkan pertemuan apa pun dengan kami," bantah Shokin.