Mohon tunggu...
Dinda Annisa
Dinda Annisa Mohon Tunggu... Freelancer - Penterjemah Lepas

Based in Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Penenun Karpet di Kashmir Mendapatkan Dukungan Besar dari Parlemen India

31 Agustus 2022   07:47 Diperbarui: 31 Agustus 2022   07:51 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para perajin sedang membuat karpet di desa Shunglipura, kabupaten Budgam, Jammu dan Kashmir. | Sumber: Rising Kashmir

Oleh Dinda Annisa

"Tidak ada tapis merah di negara saya, hanya karpet merah," kata Narendra Modi, Perdana Menteri India saat ini. Ia berasal dari negara bagian Gujarat.

Karpet merah adalah simbol untuk menyambut tamu dengan penuh hormat.

Sekarang, karpet Kashmir akan segera digelar di gedung Parlemen India di New Delhi, sebuah kehormatan yang langka bagi karpet Kashmir yang terkenal di dunia.

Pada dasarnya, Kashmir terkenal dengan karpet dan selendangnya yang indah.

Karpet, yang memiliki beragam bentuk dan warna, adalah penutup lantai tekstil yang biasanya terdiri dari lapisan atas tumpukan yang menempel pada alas. Tumpukan tersebut secara tradisional terbuat dari wol dan terdiri dari jumbai yang berseluk yang biasanya diberi dirawat menggunakan panas untuk mempertahankan strukturnya.

Pengrajin dari desa Shunglipura di distrik Budgam, Wilayah Persatuan Jammu dan Kashmir (J&K), telah bekerja siang dan malam untuk menghasilkan karpet yang indah untuk gedung parlemen.

Menurut harian berbahasa Inggris Rising Kashmir, lebih dari 60 persen desa Shunglipura adalah penenun karpet. Mereka membuat karpet dari generasi ke generasi.

Shareefa Ban , salah satu pengrajin wanita, senang setelah menerima pesanan besar di desanya dari parlemen.

Pemerintah, menurut Bano, harus membantu perajin desa.

"Pemerintah juga harus menyediakan pekerjaan karpet untuk desa kami, sehingga kami dapat menerima harga yang baik dan seni ini akan tetap dilestarikan untuk generasi mendatang," ujar Bano kepada Rising Kashmir beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan bahwa seni ini juga membantu perempuan untuk mencari nafkah dan sebagian besar perempuan dari desa lain juga terhubung dengan pekerjaan ini.

"Saya meneruskan profesi ini bahkan setelah menikah di tahun 2020. Malah suami saya juga menekuni profesi ini," ungkap Bano, yang mulai menenun sejak usia 15 tahun.

Dengan pandangan yang serupa, Abdul Rahim Khan, seorang penenun karpet muda, menyambut baik pesanan dari parlemen.

"Merupakan hak istimewa bagi kami untuk menenun karpet untuk Parlemen India," tutur Khan, yang 10 anggota keluarganya berprofesi sebagai perajin karpet, kepada Rising Kashmir.

"Ada tiga permadani lain yang ditenun oleh para perajin di desa-desa terdekat termasuk desa Lachmanpora, Chill dan Lassipora sehingga menyiapkan total 12 karpet untuk Parlemen," tambah Khan.

Imtiyaz Ahmad Khan, penenun karpet lainnya, mengatakan bahwa karpet yang sedang diproses berbentuk persegi panjang dan disematkan dengan 12 warna berbeda, yang ukurannya hampir mencapai 3 meter.

Membuat karpet bukanlah pekerjaan yang mudah karena memerlukan banyak waktu dan langkah yang berbeda mulai dari budidaya sutra, wol, merawat dan mewarnai, menentukan pola, menenun dan kemudian menambahkan sentuhan akhir.

"Di sebagian besar desa kami, orang-orang mencari nafkah melalui seni ini. Meskipun untuk orang lain di sini, ini juga pekerjaan paruh waktu. Adapun yang kami khawatirkan, ini adalah profesi penuh waktu kami," jelas Imtiyaz.

Menurut harian The Hindu, karpet yang dibuat di J&K diekspor ke lebih dari 20 negara. Pada tahun 2020-2021, karpet Kashmir senilai AS$14,47 juta diekspor ke Jerman saja.

Namun profesi menenun karpet perlahan mati di J&K dan ada banyak alasan untuk itu.

"Kerajinan tenun karpet ini sekarang telah menjadi seni yang sekarat di Kashmir. Ada banyak faktor yang menentukan. Faktor utama adalah bagian keuangan. Pengrajin yang mengerjakan karpet ini tidak mendapatkan jumlah upah yang sesuai sehingga mereka kehilangan minat. Untuk menyukseskan proyek ini, kita harus melakukan penilaian terhadap upah para pengrajin ini. Baru kemudian kita bisa membuat mereka bekerja," papar seorang pengrajin Habibullah Shiekh, yang juga merupakan kontraktor untuk 60 pengrajin, kepada situs web www.firstpost.com baru-baru ini.

Karpet Kashmir | Sumber: www.indiamart.com
Karpet Kashmir | Sumber: www.indiamart.com

Seperti halnya DPR, jika beberapa instansi pemerintah dan perusahaan swasta besar memesan karpet Kashmir, maka akan menyelamatkan profesi tenun karpet dan memberdayakan perajin, khususnya perajin wanita.

Penulis adalah seorang jurnalis lepas yang berbasis di Bekasi, Jawa Barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun