Oleh Dinda Annisa
Sejak tahun 1972, Bangladesh dan Indonesia telah menjalin hubungan yang sangat erat. Perdagangan bilateral bisa melampaui AS$2 miliar tahun ini, dengan Indonesia menikmati surplus perdagangan yang besar dengan Bangladesh.
Namun ada satu hal yang kurang: Konektivitas udara.
Konektivitas udara sangat penting dalam hubungan internasional. Konektivitas udara dapat menghubungkan kota, orang, bisnis dan budaya serta memberikan manfaat ekonomi yang besar bagi kedua negara.
Tidak ada penerbangan langsung antara Dhaka dan Jakarta. Dhaka memiliki konektivitas udara dengan Kuala Lumpur, Singapura dan Bangkok. Kenapa tidak dengan Indonesia?
Pejabat senior dan seluruh pemangku kepentingan di sektor penerbangan sipil dari Bangladesh dan Indonesia telah menyepakati pada webinar internasional untuk memiliki konektivitas udara dan lebih banyak kerja sama dalam berbagai aspek antara kedua negara.Â
Dengan judul "Visi Bangabandhu dalam Penataan Penerbangan Bangladesh dan Prospek Lanskap Koperasi di Sektor Penerbangan antara Bangladesh dan Indonesia", webinar internasional ini diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Rakyat Bangladesh di Jakarta pada hari Selasa (2 November).
Webinar ini diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan 'Tahun Mujib', Seabad Kelahiran Bapak Bangsa Bangladesh Bangabandhu Sheikh Mujibur Rahman dan Tahun Emas Kemerdekaan Bangladesh.
Ini adalah webinar yang unik, kata Duta Besar Bangladesh untuk Indonesia Wakil Marsekal (purn) Mohammad Mostafizur Rahman.
"Webinar ini adalah yang pertama dari jenisnya yang diselenggarakan untuk menyebarluaskan visi Bapak Bangsa Bangladesh dalam membentuk Penerbangan Bangladesh di seluruh dunia serta mengeksplorasi bidang kerja sama yang prospektif di sektor penerbangan dan transportasi udara antara Bangladesh dan Indonesia, " ujar Dubes Mostafizur yang juga menjadi moderator webinar tersebut.Â
Dua menteri Bangladesh -- Â Menteri Negara (State Minister) Luar Negeri Md Shahriar Alam dan Menteri Negara Penerbangan Sipil dan Pariwisata Md Mahbub Ali -- menghadiri webinar untuk mendukung persahabatan dan kerja sama antara Bangladesh dengan Indonesia.
Dalam pidato utamanya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Operator Penerbangan Bangladesh (AOAB) Mofizur Rahman mempresentasikan potensi sektor penerbangan sipil Bangladesh dan menyerukan pembentukan konektivitas udara antara kedua negara.Â
"Kita harus mencoba untuk memulai joint venture untuk memproduksi pesawat ringan," kata Mofizur.Â
Indonesia adalah produsen utama pesawat dan helikopter di Asia Tenggara. PT Dirgantara Indonesia (DI) milik negara dan Regio Aviasi Industri (RAI) milik swasta adalah produsen utama pesawat di Indonesia.Â
Indonesia juga sangat baik dalam Maintenance and Repair Organization (MRO). Bangladesh dapat menggunakan Indonesia sepenuhnya untuk kegiatan MRO.
Para chief executive officer dari beberapa maskapai terkemuka seperti Biman, Garuda Indonesia, Lion Air, AirAsia dan Merpati dan lainnya juga berbicara di webinar dan membuat beberapa proposal kerjasama.
"Diskusi tersebut mengangkat unsur-unsur penting kerjasama yang saling menguntungkan dalam penerbangan antara Bangladesh dan Indonesia di bidang pelatihan, keamanan penerbangan, keselamatan penerbangan, manajemen bandara, manajemen lalu lintas udara, pencarian dan penyelamatan, pemadam kebakaran, pengembangan sumber daya manusia, mengadakan lokakarya dan pertukaran keahlian," jelas Kedutaan Besar Bangladesh dalam siaran pers 3 November.Â
Dengan 277.47 juta orang dan ekonomi $1.15 triliun, Indonesia merupakan pasar yang menarik bagi Bangladesh. Menurut Boston Consulting Group (BCG), Indonesia saat ini memiliki 141 juta konsumen kelas menengah dan kelas atas.
Menurut International Air Transport Association (IATA), ada 91.3 juta penumpang udara pada tahun 2019 di Indonesia. Mereka memprediksi Indonesia akan menjadi pasar penumpang udara terbesar keempat di dunia pada tahun 2039.
Dengan 166.92 juta orang dan PDB $352.91 miliar, Bangladesh adalah bintang baru yang sedang naik daun di Asia Selatan.
"Bangladesh memiliki rekam jejak pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan yang mengesankan. Negara ini telah menjadi salah satu ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di dunia selama dekade terakhir, didukung oleh dividen demografis, ekspor garmen siap pakai (RMG) yang kuat dan kondisi ekonomi makro yang stabil," papar Bank Dunia dalam sebuah pernyataan pada tanggal 3 Oktober lalu.
Pada tahun 2019, jumlah penumpang udara yang diangkut ke Bangladesh yang berpenduduk sekitar 40 juta orang kelas menengah adalah 5.96 juta. Jumlah penumpang udara Bangladesh meningkat dari 1.33 juta pada tahun 2000 menjadi 5.96 juta pada tahun 2019 dengan pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 9.11 persen.
Menurut IATA, Bangladesh mengalami penurunan 49 persen dalam permintaan penumpang untuk perjalanan udara pada tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2019 akibat pandemi COVID-19. Maskapai penerbangan Bangladesh mengalami penurunan pendapatan sebesar $1.09 miliar di tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2019. Industri penerbangan diharapkan akan pulih sepenuhnya pada tahun 2024. Â Â
Hal serupa juga terjadi di Indonesia, yang industri penerbangannya terpukul keras oleh pandemi COVID-19.
Masyarakat harus menunggu berakhirnya pandemi COVID-19 untuk menyadari potensi kerja sama antara Bangladesh dan Indonesia.
Namun kedua negara dapat mempersiapkan landasan selagi menunggu berakhirnya COVID-19. Webinar adalah langkah pertama ke arah itu.
"Jelas bahwa webinar akan membawa kedua regulator penerbangan sipil, manajemen puncak maskapai dan pemangku kepentingan terkait dari kedua negara lebih dekat dan kerja sama di masa depan dalam penerbangan akan menunjukkan beberapa hasil yang bermanfaat," ujar Mostafizur, yang juga merupakan seorang pilot.
Hubungan antara Bangladesh dan Indonesia layak untuk ditransformasikan menjadi kemitraan strategis. Sudah ada niat baik dan hubungan baik di antara para pemimpin kedua negara.
Perdana Menteri Bangladesh Hasina mengunjungi Indonesia pada tahun 2011, 2015 dan 2017 sementara Presiden Indonesia Joko Widodo mengunjungi Bangladesh di tahun 2018 untuk meningkatkan hubungan bilateral.
Perdagangan bilateral meningkat 72.57 persen menjadi $1.84 miliar selama delapan bulan pertama tahun ini, peningkatan besar dari $1.06 miliar selama periode yang sama pada tahun 2020. Total perdagangan bilateral sebesar $1.76 miliar pada tahun 2020.
Indonesia mengekspor batubara, minyak sawit, LNG, suku cadang otomotif, rempah-rempah dan karet ke Bangladesh. Baru-baru ini, PT INKA Indonesia memasok 400 gerbong kereta ke Bangladesh.
Dari segi penumpang maupun kargo, Bangladesh menawarkan begitu banyak peluang bagi maskapai penerbangan Indonesia. Ini adalah pintu gerbang ke Asia Selatan.
Padahal, pada April tahun ini, baik Bangladesh maupun Indonesia telah sepakat untuk memulai rute Medan-Dhaka dengan Lion Air dari Indonesia.
"Manfaat penerbangan langsung diharapkan dapat meningkatkan bisnis dan pariwisata tetapi hanya jika situasi COVID-19 memungkinkan," kata Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam siaran pers setelah Konsultasi Kantor Luar Negeri virtual dengan mitra Bangladesh pada tanggal 29 April 2021 lalu.
Pada tahun 1997, baik Bangladesh maupun Indonesia telah menandatangani perjanjian layanan udara bilateral dan memperbaruinya di tahun 2017 dengan tujuan utama yaitu untuk meningkatkan konektivitas dan memulai penerbangan langsung.
Potensi besar ada di sana. Kedua negara harus menunjukkan komitmen yang kuat untuk memulai penerbangan langsung segera setelah pandemi COVID-19 berakhir.
Â
Penulis adalah seorang jurnalis lepas yang tinggal di Bekasi, Jawa Barat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H