Mohon tunggu...
Dinna Destiyani
Dinna Destiyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penacutan Hak Asuh Anak dari Ibu Kandung (Analisis Putusan Pengadilan Agama Bengkulu Nomor 791/Pdt.G/2021/PA.Bn)

3 Juni 2024   19:52 Diperbarui: 3 Juni 2024   20:13 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Nama :Dinna Destiyani R.

NIM :222121006

Kelas : HKI 4A

PENCABUTAN HAK ASUH ANAK DARI IBU KANDUNG

(Analisis Putusan Pengadilan Agama Bengkulu Nomor 791/Pdt.G/2021/PA.Bn)

Oleh :Ahmad Mauzi, UIN Raden Mas Said Surakarta 2023

  • Pendahuluan

Meskipun tujuan dan harapan dalam sebuah keluarga adalah menciptakan hubungan cinta yang mengalir dan bertahan lama, kenyataannya perbedaan yang tidak dipupuk sesuai dengan rasa kasih sayang dan rasa hormat dapat diselesaikan dan bahkan perasaan benci pun hilang.

Jika konflik antara suami dan istri tidak dapat diselesaikan hingga terjadi perceraian, maka keadaan tersebut tidak akan pernah memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan fisik dan mental anak.

Sebab, perceraian ini menimbulkan berbagai masalah. Selain karena perceraian mengakibatkan perpisahan perkawinan, masalah juga muncul jika Anda sudah memiliki anak. Artinya, yang menjadi pertanyaan adalah siapakah yang paling berhak memperoleh pengasuhan dan hak asuh anak. Persoalan terpenting ketika mengasuh anak adalah apa yang diharapkan dari pengasuhnya. Jenis pengasuh mempunyai pengaruh yang kuat terhadap anak yang mereka asuh, yang pada gilirannya mempengaruhi perkembangan, pendewasaan, dan keberhasilan pendidikan mereka.

Jika terjadi perceraian, ibu mempunyai hak terbesar untuk menafkahi anak-anaknya. Anak-anak membutuhkan lebih banyak kasih sayang, terutama jika mereka berusia di bawah 12 tahun. Laki-laki secara fisik jauh lebih kuat dibandingkan perempuan, namun dalam beberapa kasus ibu mempunyai kemampuan yang tidak dimiliki suaminya. Oleh karena itu, peran seorang ibu dalam membesarkan anak di bawah umur tidak dapat digantikan oleh orang lain atau bahkan suaminya.

Majelis Hakim mempunyai kekuasaan untuk memutuskan apakah ayah atau ibu berhak mengasuh anak, tergantung siapa yang bertanggung jawab atau siapa yang memikirkan kepentingan terbaik anak. Namun tak jarang terjadi pertengkaran antar pasangan yang berlanjut hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Pengadilan yang lebih tinggi melakukan intervensi karena salah satu pihak tidak puas dengan keputusan hakim. Pasal 105 Kodifikasi Hukum Islam (KHI) menyatakan bahwa mengasuh anak non-Mumaiz (di bawah 12 tahun) menjadi tanggung jawab ibu.

Namun, hal ini mungkin berbeda jika melihat beberapa putusan perceraian yang dijatuhkan di Indonesia. Meskipun ada beberapa kasus dimana hak asuh anak diserahkan kepada suami, namun tidak jarang hakim memberikan hak asuh anak kepada istri, apalagi jika mereka mempunyai anak. Ini belum Mumayyiz. Namun seiring berjalannya waktu, jika pemilik Hadanah melakukan pelanggaran atau gagal menegakkan hak anak, maka pihak kerabat dapat merampas hak membesarkan anak tersebut atau memindahkan anak tersebut kepada orang lain. Dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam  Pasal 156(3).

  • Alasan mengapa memilih judul ini 

Karena judul ini menuju suatu permasalahan pada pencabutan hak asuh anak yang dimana dilingkungan sekitar saya juga mengalami permasalah kurang lebihnya sama dalam hak asuh anak. Yang dimana seorang ibu tidak bisa mengasuh dan memberikan nafkah secara lahir dan batin kepada anak, secara tidak langsung hak asuh anak pindah kepada bapaknya. Karena seorang bapak tersebut bisa memberikan penuh dalam pengasuhan maupun nafkah lahir dan batin kepada sang anak.

  • Pembahsan 

Bab I didalam bab ini memaparkan isi dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, tinjauan pustaka, metode penelitian, sistematika penelitian, dalam meneliti permaslahan PENCABUTAN HAK ASUH ANAK DARI IBU KANDUNG (Analisis Putusan Pengadilan Agama Bengkulu Nomor 791/Pdt.G/2021/PA.Bn)

Bab II HAK ASUH ANAK ANAK (ANAH) PASCA PERCERAIAN DAN TEORI PERTIMBANGAN HAKIM

  • Hak Asuh Anak (anah) Pasca Perceraian
  • Definisi anah

anah merupakan istilah pengasuhan atau pemeliharaan anak dalam Islam. Sedangkan menurut istilah yaitu tugas menjaga dan mengasuh atau mendidik bayi yang masih kecil sejak ia lahir sampai mampu menjaga dan mengatur dirinya sendiri. Para ahli fiqh mendefinisikan anah sebagai orang yang mengasuh anak-anak kecil, wanita, atau anak-anak yang sudah dewasa tetapi belum menjadi mumi, dan memberikan kepada mereka hal-hal yang baik bagi mereka tanpa perintah dari mereka, dan hal-hal yang mencelakakan dan merugikan mereka didefinisikan sebagai melindungi mereka dari masalah fisik dan memberi mereka pendidikan jasmani mental. Kemudian, secara mental mereka dapat menghadapi kehidupan sesuai dengan keinginan mereka sendiri dan menerima tanggung jawab atasnya. Dari beberapa definisi anah, kita dapat menyimpulkan bahwa anah tidak hanya sekedar memenuhi, mendidik, membekali, atau menyediakan segala kebutuhan anak. Namun di samping itu, pengasuh harus mampu melindungi tubuh anak dari segala hal yang dapat mencelakakan, merusak atau merusaknya. Selain itu pengasuh menyediakan tempat tinggal yang layak sesuai dengan kemampuan anak dan memberikan pendidikan terutama agama, moral, pendidikan etika harus kita berikan. Kewajiban ini berlaku sejak anak dilahirkan sampai ia mampu menghidupi dirinya sendiri.

  • Dasar Hukum anah

anah adalah kewajiban yang sama besarnya dengan kewajiban menafkahi anak. Karena pada dasarnya anak mempunyai hak untuk dilindungi baik lahir maupun batin dari segala hal yang dapat merugikan dirinya. Jika anah diabaikan, maka hal itu merugikan anak, sehingga ada kewajiban untuk melindungi anak dari kebinasaan, sebagaimana ada kewajiban untuk merawat anak dan melindunginya dari hal-hal yang dapat merugikannya. Dasar hukum hadanah yaitu al-qur'an.

  • Syarat-Syarat anah

Hanah memerlukan pertimbangan persyaratan untuk bekerja sebagai perawat. Jenis pengasuh mempunyai dampak yang signifikan terhadap anak yang diasuhnya, sehingga pengasuh harus mempunyai keterampilan dan kepantasan dalam mengasuh anak. Apabila syarat kompetensi dan kelayakan tidak terpenuhi, maka hak sebagai pemegang anah pun hilang. Syarat-syarat hadanah yaitu sudah dewasa, berakal sehat, beragama islam, adil, merdeka, memiliki kemampuan dan kemauan memelihara dan mendidik anak, bermukim didaerah yang jelas.

  • Pihak Yang Berhak Melakukan anah

Pada dasarnya ibulah yang mempunyai hak paling besar dalam hal pengasuhan anak. Namun jika ibu tidak memenuhi syarat sebagai pengasuh, para ilmuwan menyimpulkan bahwa kerabat ibu akan diprioritaskan di atas kerabat ayah, dan jika ada faktor yang membuat tidak pantas untuk diprioritaskan menyatakan bahwa hak untuk mengasuh seorang anak beristirahat bersama ibunya (nenek). Apabila ada sebab mengapa anak tersebut tidak dapat diprioritaskan, maka anak tersebut akan dialihkan kepada ibu bapaknya (nenek). Selanjutnya, saudara perempuan kandung, saudara perempuan dari pihak ibu, saudara perempuan ayah, anak perempuan dari saudara perempuan kandung, anak perempuan dari saudara perempuan dari pihak ibu, bibi kandung dari pihak ibu, bibi dari pihak ibu, bibi dari pihak ayah, anak perempuan dari saudara perempuan dari pihak ayah, anak perempuan dari saudara laki-laki dari pihak ibu, anak perempuan dari saudara laki-laki dari pihak ibu, anak perempuan dari saudara laki-laki dari pihak ayah, bibi kandung dari pihak ayah , Adik nenek dari pihak ibu, Adik nenek dari pihak ayah, Adik dari kakek dari pihak ibu, Adik dari kakek dari pihak ayah, Hubungan biologis Kalau ada akan diutamakan.

Jika seorang anak di bawah umur tidak mempunyai saudara perempuan di antara orang-orang tersebut di atas atau tidak mampu mengasuh anak tersebut, maka saudara laki-laki akan mengambil alih hak asuh menurut hukum waris. Dengan cara ini, hak asuh diberikan kepada ayah, kakek dari pihak ayah, dll. Berikutnya adalah saudara kandung, saudara laki-laki ayah, anak laki-laki dari saudara kandung, anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah, paman dari pihak ayah, paman dari pihak ayah, saudara laki-laki kandung dari kakek dari pihak ayah, dan kakek laki-laki dari pihak ayah.

Jika tidak ada saudara laki-laki Ashaba, atau jika ada yang tidak layak untuk mengasuh anak tersebut, maka hak asuh dialihkan kepada saudara laki-laki non-Ashaba Mahram. Oleh karena itu, hak asuh berpindah kepada kakek dari pihak ibu, saudara laki-laki dari pihak ibu, anak laki-laki dari saudara laki-laki dari pihak ibu, saudara laki-laki kakek dari pihak ibu, saudara laki-laki kandung dari pihak ibu, saudara laki-laki dari nenek dari pihak ayah, dan saudara laki-laki dari nenek dari pihak ibu.

Jika anak tersebut tidak mempunyai sanak saudara, hakim akan menunjuk wali perempuan untuk membesarkan anak tersebut. Sebab, mengasuh anak kecil itu penting dan yang paling baik mengasuhnya adalah sanak saudaranya sendiriSaat ini, ada beberapa kerabat yang memiliki hubungan lebih dekat dengan saya dibandingkan yang lain. Oleh karena itu, wali anak diprioritaskan karena walilah yang mempunyai kewenangan mendasar untuk menjamin kesejahteraan anak. Namun jika anak tersebut tidak ada atau tidak mampu mengasuh anak, maka hak asuh anak tersebut akan dialihkan kepada kerabat terdekat. Jika Anda tidak mempunyai tanggungan sama sekali, hakim bertanggung jawab untuk menunjuk orang yang cocok untuk merawat mereka.

  • Masa anah

Masa dadana bagi anak adalah ketika anak laki-laki dan perempuan tidak lagi bergantung pada jasa wanita dewasa dan sudah mampu mencapai tam'iz dan mandiri, yaitu ketika mereka sudah mampu memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri Jangka waktu ini tidak ditentukan oleh usia tertentu, tetapi kriterianya adalah Tammiz dan bebas dari ketergantungan. Masa pendidikan telah usai, selama anak-anak tidak lagi bergantung pada layanan perempuan dan dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasarnya sendiri.

Masa anah dimulai sejak lahirnya anak sampai dengan Mumayyiz, dan sebagaimana halnya dengan anah anak, dilakukan upaya pemeliharaan kesejahteraan anak di bawah bimbingan dan pengasuhan orang tua. Oleh karena adanya perbedaan pendapat tersebut maka ketentuan dalam Peraturan ini memberikan ketentuan mengenai batasan umur akhir bagi anak pada saat pemberian hak asuh, menyerahkannya pada kebijaksanaan dan keputusan hakim, yang harus sesuai dengan pedoman negara kesejahteraan tersebut tidak akan terjadi. Anak-anak adalah prioritas.

  • anah Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, pada Pasal 41, 45, dan 47, orang tua wajib memberikan pengasuhan dan pendidikan yang layak bagi anaknya yang berusia di bawah 18 tahun sampai mereka mampu menikah atau hidup mandiri itu ada. Kewajiban ini tetap berlaku meskipun perkawinan antara orang tua anak putus karena perceraian atau kematian. Padahal, Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 mengatur tentang tunjangan anak setelah putusnya perkawinan. Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, selain kewajiban orang tua untuk mengasuh anak setelah perceraian, membedakan antara kewajiban pengasuhan materil dan kewajiban pengasuhan anak. Pasal 41 menitikberatkan pada tugas dan tanggung jawab penting yang dibebankan kepada suami apabila ia cakap. Jika hal ini tidak memungkinkan, Inkuisisi dapat memutuskan berdasarkan kebijakannya sendiri.

Ayat 1 Pasal 45 tentang Hak dan Kewajiban Orang Tua dan Anak Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk mengasuh dan mendidik anaknya semaksimal mungkin. Bagian 2 menyebutkan kewajiban orang tua yang disebutkan dalam bagian 1. Ketentuan ini berlaku sampai anak tersebut menikah atau mampu hidup mandiri. Kewajiban ini tetap ada meskipun perkawinan antara orang tua putus. Lebih lanjut, Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Hak dan Kewajiban Antara Orang Tua dan Anak dalam Perkawinan juga menyatakan bahwa seorang anak yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin berhak atas kekuasaannya. Orang tuanya tidak akan dibatalkan. Berdasarkan Bagian 2, orang tua mewakili anak dalam semua proses pengadilan dan di luar pengadilan. Dalam anah, wewenang orang tua atas anak dapat dicabut atau dialihkan jika orang tua gagal memenuhi tugasnya sebagai pengasuh dengan baik. Hal ini sesuai dengan Pasal 49 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang pertama mengatur bahwa salah satu atau kedua orang tua, atas permintaan orang tua yang lain, boleh atas permintaan orang tua yang lain, dan saudara kandung yang sudah dewasa atau pejabat yang berwenang dapat menikah. Jika orang tua melanggar kewajibannya terhadap anak-anaknya dan melakukan perilaku yang sangat keterlaluan, mereka akan kehilangan wewenang atas satu atau lebih anak-anaknya untuk jangka waktu tertentu. Sekalipun orang tua dirampas kekuasaannya, mereka tetap mempunyai kewajiban untuk menafkahi anak-anaknya.

  • anah Menurut Kompilasi Hukum Islam

Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal 1 huruf g disebutkan bahwa "pemeliharaan anak atau anah adalah kegiatan mengasuh, memelihara, dan mendidik anak hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri". Mengenai nafkah anak setelah perceraian, Pasal 105 Kodifikasi Hukum Islam mengatur bahwa (1) nafkah terhadap anak yang belum mumaiz atau berumur di bawah 12 tahun adalah hak ibu; (2) nafkah adalah hak ibu; Dalam hal seorang anak adalah seorang ibu, maka anak tersebut diberikan pilihan antara ayah atau ibu sebagai pemegang hak asuh anak, dan (3) tunjangan anak ditanggung oleh ayah. 46 Hal ini juga dijelaskan dalam pasal 107 kompilasi ini. Menurut hukum Islam, perwalian juga mencakup perlindungan terhadap anak dan harta benda anak. Artinya, sampai anak tersebut mencapai usia 21 tahun atau jika anak tersebut belum pernah menikah.

Menurut aturan Pasal 109 Kompilasi Hukum Islam, jika seorang wali melakukan perbuatan terzalim seperti minum-minuman keras, berjudi, membelanjakan uang, menelantarkan, atau menganiaya dengan tujuan membesarkan anak yang menjadi tanggungannya. Jika dia kehilangan hak dan kekuasaannya, semoga Inkuisisi mencabut perwalian dan mengalihkannya kepada orang lain atas permintaan kerabatnya demi kepentingan dan kesejahteraan anak

  • Teori Pertimbangan Hukum 
  • Definisi Pertimbangan Hukum

Pertimbangan hukum menjadi dasar keputusan hakim dalam memutus perkara. Hal ini mencakup pertimbangan hakim dan mengapa dia bertanggung jawab atas keputusan tersebut. Nilai suatu putusan hakim tercermin dari pertimbangan hukumnya, sehingga aspek-aspek pertimbangan hukum seorang hakim perlu dipertimbangkan secara cermat dan cermat.Dalam putusan hukum perdata, pertimbangannya dibedakan menjadi dua aspek, yaitu pertimbangan perkara dan pertimbangan hukum. Dalam litigasi perdata, terdapat pembagian tanggung jawab tertentu antara para pihak dan hakim; para pihak harus menjelaskan perkaranya, dan tugas hakim adalah mengambil keputusan akhir mengenai permasalahan hukum. Selain itu, pengaduan dan jawabannya juga harus dicantumkan dalam putusan sebagai dasar dalam memutus perkara.

Dalam beberapa kasus, kepentingan penggugat memainkan peran sentral dalam litigasi dan harus ditentukan, dipertimbangkan, dan diadili oleh hakim. Namun hakim harus berpegang pada prinsip bahwa mereka harus mengambil keputusan seadil-adilnya dan sejujur mungkin serta menyelesaikan perkara dengan serius. Oleh karena itu, hakim diberikan kebebasan memilih dan tidak boleh terlalu terikat pada kepentingan penggugat.  Kebebasan hakim dalam mengambil keputusan didasarkan pada independensi peradilan di Indonesia sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945. Pasal tersebut menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang berdiri sendiri untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Namun kebebasan tersebut mempunyai keterbatasan terkait dengan penerapan hukum ketatanegaraan yang ditafsirkan melalui pendekatan yang adil dan kebebasan menemukan hukum.

  • Macam-macam Pertimbangan Hukum
  • Pertimbangan Hukum Yuridis

Pertimbangan hukum adalah pertimbangan hakim terhadap fakta-fakta hukum yang wajib diungkapkan dalam persidangan dan dituangkan dalam suatu putusan yang sah, seperti gugatan penggugat, keterangan penggugat, keterangan saksi, alat bukti, dan ketentuan undang-undang. Pertimbangan hukum atas perkara yang diajukan harus sesuai dengan aspek teoritis, yurisprudensi, hukum perkara dan keadaan perkara yang sedang dipertimbangkan, yang dalam hal ini sikapnya dapat ditentukan sampai batas tertentu.

  • Pertimbangan Hukum Non-Yuridis

Pertimbangan hakim secara non-yuridis juga disebut dengan sosiologis. Pertimbangan hakim secara sosiologis diatur dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) mengatur bahwa hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

  • Maqid Syarah
  • Definisi Maqid Syarah

Pertimbangan hukum adalah pertimbangan hakim terhadap fakta-fakta hukum yang wajib diungkapkan dalam persidangan dan dituangkan dalam suatu putusan yang sah, seperti gugatan penggugat, keterangan penggugat, keterangan saksi, alat bukti, dan ketentuan undang-undang. Pertimbangan hukum atas perkara yang diajukan harus sesuai dengan aspek teoritis, yurisprudensi, hukum perkara dan keadaan perkara yang sedang dipertimbangkan, yang dalam hal ini sikapnya dapat ditentukan sampai batas tertentu.

  • Kehujjahan Maqid Syarah

Diterima akal mengandung pengertian bahwa akal dapat mengetahui dan memahami motif dibalik penetapan suatu hukum, yaitu karena mengandung kemaslahatan untuk manusia, baik dijelaskan sendiri alasannya oleh Allah atau dengan jalan rasionalisasi. Kemaslahatan yang dijelaskan secara langsung oleh Allah swt.

  • Pembagian Maqid Syarah

Para ulama kontemporer membagi maqid kepada tiga tingkatan, yaitu maqid mah (General maqid/tujuan-tujuan umum), maqid khah (Specific maqid/tujuan-tujuan khusus) dan maqid juz`iyah (Partial maqid/tujuan-tujuan parsial).

  • Tingkatan Maqid As-Syarah
    • Darriyyah Tujuan yang bersifat aruriyyah disebut tujuan yang harus ada, atau kebutuhan primer. Jika tujuan utama ini tidak tercapai, maka keselamatan umat manusia di dunia ini dan akhirat akan terancam. Tarriyah mencakup lima hal. Yaitu pemeliharaan agama, pemeliharaan jiwa, pemeliharaan ruh, pemeliharaan keturunan, dan pemeliharaan harta benda. Hukum Islam diturunkan untuk melindungi kelima prinsip tersebut.
    • Hajjiyah Tujuan Hajiya adalah tingkat menengah yang diperlukan manusia. Kegagalan untuk menyadari kebutuhan ini tidak membahayakan keamanan Anda, namun justru menimbulkan masalah. Syariah Islam menghilangkan semua kesulitan ini melalui hukum Ruksha (keselamatan). Misalnya dalam Islam diperbolehkan untuk tidak berpuasa pada jalur tertentu, dengan syarat menggantinya ke hari lain.
    • Tahsiniyyah Tujuan Tasniyya adalah suatu tingkat kebutuhan yang, jika tidak dipenuhi, tidak mengancam keberadaan atau menyebabkan kesulitan dalam salah satu dari lima poin yang tercantum di atas. Kebutuhan pada tingkat ini berupa kebutuhan yang saling melengkapi. Karena sudah menjadi kebiasaan untuk dihias dengan keindahan yang berpegang pada pedoman moral dan etika.
  • Urgensi Maqid As-Syariah dalam Kajian Hukum Islam Kajian teori maqid as-syarah dalam hukum Islam adalah sangat penting. Urgensi ini didasarkan pada beberapa hal, yaitu: a.         Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari wahyu Tuhan dan diperuntukan  bagi umat manusia. b.         Jika dilihat dari aspek historis, perhatian terhadap teori ini telah dilakukan oleh Rasulullah saw, para sahabat dan generasi mujtahid sesudahnya. c.         Pengetahuan tentang maqid as-syarah merupakan kunci keberhasilan mujtahid dalam berijtihad, karena di atas landasan tujuan hukum setiap persoalan dalam bermuamalah antar sesama manusia dapat dikembalikan.

BAB III PERKARA PENCABUTAN HAK ASUH ANAK DARI IBU KANDUNG

DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BENGKULU NOMOR 791/Pdt.G/2021/Pa.Bn

 

  • Identitas para pihak

Putusan Pengadilan Agama Bengkulu Nomor 791/Pdt.G/2021/PA.Bn merupakan putusan mengenai pencabutan hak asuh anak dari ibu kandung. Dalam kasus ini penggugat atas nama Yusni binti Abdul Azis yang pada saat perkara ini diajukan berusia 55 tahun, beragama Islam, berpendidikan S1, serta bekerja sebagai pegawai negeri sipil, yang bertempat tinggal Jl. Sungai Rupat Rt/Rw 041/008, Kelurahan Pagar Dewa, Kecamatan Selebar, Kota Bengkulu. Ingin mencabut hak asuh anak dari tergugat yaitu Shinta Aprilia binti Sunarto yang merupakan menantu dari penggugat sekaligus ibu kandung dari anak yang bernana Revindra Prama Marindo dan Resha Alfika Marindo. Tergugat ketika perkara ini diajukan berusia 35 tahun, beragama Islam, berpendidikan S1, serta bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Revindra Prama Marindo dan Resha Alfika Marindo binti Rendra Marindo merupakan anak dari hasil perkawinan antara Rendra Marindo bin Buyung Muntahan yang merupakan anak dari penggugat dengan Shinta Aprilia binti Sunarto. Revindra Marindo bin Rendra Marindo merupakan anak pertama yang lahir di Yogyakarta tanggal 1 Mei 2008 berusia 13 tahun ketika perkara ini diajukan dibuktikan dengan foto kopi akta kelahiran yang dikeluarkan oleh dinas kependudukan dan pencatatan sipil kota Bengkulu tanggal 18 Maret 2011. Resha Alfika Marindo binti Rendra Marindo yang lahir di Yogyakarta 3 Juni 2010 merupakan anak kedua dalam perkawinan dibuktikan dengan akta kelahiran yang dikeluarkan oleh dinas kependudukan dan pencatatan sipil kota Bengkulu tanggal 16 Maret 2011.

Perkara pencabutan hak asuh anak ini ditangani oleh Pengadilan Agama Bengkulu dengan Hakim Majelis Dra. Ma'ripah dan Hakim Anggota Drs. Syamsuddin, M.H. dan Drs. Ramdan, serta dibantu oleh Panitera Pengganti Desi Gustiana, S.H.

  • Duduk Perkara

Dalam surat gugatan duduk perkara/posita sangat penting eksistensinya, setiap surat gugatan memuat posita. Pada hakikatnya posita menguraikan tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa. Tentang posita atau duduk perkara dalam surat gugatan yang tertanggal 25 Agustus 2021 yang terdaftar di kepaniteraan Pengadilan Agama Bengkulu dengan register perkara Nomor 791/Pdt.G/2021/PA.Bn. Gugatan pencabutan hak asuh anak ini diajukan karena tergugat tidak menjalankan kewajibanya selaku ibu kandung dari kedua anak tersebut dan penggugat selaku nenek kandung dari kedua anak tersebut yang merawat sejak putusan banding perceraian diputuskan sampai perkara ini dijajukan.

  • Tuntutan

Dengan beralasan sebagaimana diuraikan oleh penggugat dalam gugatan nomor 791/Pdt.G/2021/PA.Bn penggugat Yusni binti Abdul Aziz mengajukan tuntutan kepada Majelis Hakim berupa tuntutan primair dan tuntutan subsidair, yaitu penggugat memohon untuk gugatanya dikabulkan, menyatakan mencabut hak asuh anak yang ditetapkan kepada tergugat dalam putusan banding Nomor 06/Pdt.G/2015/PTA.Bn, menetapkan hak asuh anak yang bernama Revindra Prama Marindo bin Rendra Marindo umur 13 tahun dan Resha Alfika Marindo binti Renda Marindo umur 11 tahun kepada penggugat yang bernama Yusni binti Abdul Azis, menetapkan biaya perkara sesuai Undang-Undang atau apabila hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya.

  • Pertimbangan Hukum

pertimbangan hukum dalam perkara ini majelis hakim tidak dapat melakukan upaya mediasi karena pada hari-hari persidangan penggugat Yusni binti Abdul Aziz datang menghadap sendiri di persidangan, sedangkan tergugat Shinta Aprilia binti Sunarto tidak pernah datang menghadap selama persidangan dan tidak pula menyuruh orang lain untuk menghadap sebagai wakil atau kuasanya yang sah, meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut dan ternyata ketidak hadiranya tidak disebabkan oleh suatu alasan atau halangan yang sah, maka perkara ini diperiksa tanpa hadirnya tergugat (Verstek).

Sehingga majelis hakim mempertimbangkan ketentuan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan untuk mengupayakan perdamaian antara penggugat dan tergugat tidak dapat dilaksanakan dikarenakan tergugat tidak pernah hadir di Pengadilan serta juga tidak mengirimkan wakilnya, maka berdarkan ketentuan pasal 149 ayat 1 R.Bg gugatan penggugat tetap dapat diperiksa dan diputus secara verstek atau putusan tanpa hadirnya pihak tergugat.

Pertimbangan-pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara ini semata-mata demi kepentingan terbaik dimasa depan kedua anak tersebut meliputi fisik, pendidikan, ekonomi, dan juga sosiologis anak.

  • Putusan

Putusan Nomor 791/Pdt.G/2021/PA.Bn yang amarnya sebagai berikut: mengabulkan gugatan penggugat secara verstek, mencabut penguasaan hak asuh anak yang bernama Revindra Prama Marindo dan Resha Alfika dari tergugat serta menetapkan hak asuh anak kepada penggugat selaku nenek kandung dari anak tersebut dengan tidak boleh memutuskan hubungan komunikasi dengan tergugat selaku ibu kandung dari anak-anak tersebut, dan tergugat mempunyai hak untuk berkunjung, menjenguk, dan membantu mendidik serta mencurahkan kasih sayangnya sebagai ibu terhadap anak-anaknya.

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BENGKULU NOMOR 791/Pdt.G/2021/PA.Bn TENTANG PENCABUTAN HAK ASUH ANAK

  • Analisis Terhadap Pertimbangan Hukum Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perlu didasarkan pada teori pertimbangan hakim yang saling berkaitan sehingga didapatkan hasil putusan yang maksimal dan seimbang dalam tataran teori dan praktek. Salah satu usaha untuk mencapai kepastian hukum secara tegas adalah melalui kekuasaan kehakiman, dimana hakim merupakan aparat penegak hukum yang melalui putusanya dapat menjadi tolak ukur tercapainya suatu kepastian hukum. Dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara berdasarkan teori dan temuan penelitian yang relevan pada tataran teoritis diperoleh hasil putusan yang maksimal dan seimbang.
  • Analisis Perkara Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Perkara Putusan Pengadilan Agama Bengkulu Nomor 701/Pdt.G/2021/PA.Bn merupakan perkara pencabutan hak asuh anak oleh nenek dari ibu kandung, saat perkara ini diajukan ke Pengadilan anak berusia 13 tahun dan 11 tahun, dalam putusan ini hakim mengabulkan gugatan penggugat mencabut aanah dari ibu kandung yang dalam perkara ini sebagai tergugat. Sejak terjadinya perceraian antara Shinta Aprilia dengan Rendra Marindo kedua anak diasuh oleh Yusni selaku nenek dari anak tersebut yang dalam hal ini sebagai penggugat, padahal hak asuh anak dalam putusan perceraian diberikan kepada Shinta Aprilia selaku ibu kandung. Hakim dalam perkara ini melindungi hak anak untuk mendapatkan pemeliharaan dan pengasuhan, karena usia dari kedua anak tersebut masih membutuhkan perwalian dari orang tua ataupun wali lainya. Putusan hakim dalam perkara Nomor 791/Pdt.G/2021/PA.Bn. relevan dengan ketentuan-ketentuan pada Kompilasi Hukum Islam maupun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Karena pada perkara ini usia anak masih dibawah 21 tahun dan belum pernah melangsungkan perkawinan, itu artinya anak belum dewasa atau belum dapat berdiri sendiri dan masih membutuhkan bimbingan, pendidikan dan juga pengawasan. Pertimbangan mengenai pihak yang berhak atas aanah, dalam perkara ini usia anak yaitu 13 tahun dan 11 tahun, itu artinya salah satu diantaranya masih belum belum mumayyiz atau berumur kurang dari 12 tahun. Mengenai penetuan pihak mana yang berhak atas aanah seorang anak, tidak dapat dilepaskan dari Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam. Berdasarkan Pasal Pasal 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dapat disimpulkan bahwa, seorang anak mempunyai hak-hak dalam hidupnya yang harus diwujudkan sehingga ia mempunyai bekal yang baik untuk masa depannya. Hal ini, hanya dapat terwujud dengan adanya orang tua yang mampu menjamin keselamatan hidup anak tersebut. Mengenai hak-hak yang harus dipenuhi oleh orang tuanya atau orang yang memiliharanya. Hal ini, diatur di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Pasal 2

BAB V Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

  • Hakim Pengadilan Agama Bengkulu dalam memutuskan perkara Nomor 791/Pdt.G/2021/PA.Bn mengabulkan gugatan penggugat dengan mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya:
  • Penggugat dapat mengajukan bukti-bukti tertulis dan dapat juga menghadirkan saksi-saksi yang secara formal dinyatakan sah dan diterima sebagai bukti.
  • Keterangan saksi menunjukkan bahwa tergugat sama sekali mengabaikan tanggung jawabnya sebagai wali anak dan bahwa anak tersebut dirawat dan dirawat dengan baik oleh penggugat.
  • Hakim menyerahkan hak asuh anak kepada penggugat dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak. Hak ini dilandasi oleh Maqasid Darriyat untuk memelihara jiwa (hifzh an-nafs) dan melindungi keturunan (hifzh an-nasl) untuk menjamin hak-hak anak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Memenuhi perlindungan anak.
  • Dalam Putusan Pengadilan Agama Bengkulu Nomor 791/Pdt.g/2021/PA.Bn, hakim memutuskan keputusan penggugat mencabut hak asuh atas anaknya berdasarkan beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mendukung klaim tersebut. Kompilasi hukum Islam. Apabila orang tua/wali tidak mampu atau lalai memenuhi tugas perwaliannya, maka pengadilan agama dalam hal ini dapat menghapuskan, memindahkan atau mengangkat wali anak atau sanak saudara anak tersebut sebagai wali. Ketentuan ini terkandung dalam pasal 49 UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 (pasal 1); Pasal 98 (pasal 3), 107 (pasal 3) dan 105 UU Kodifikasi Hukum Islam.
  • Rencana skipsi saya

Rencana saya saat ini ingin menulis suatu penelitian mengenai tentang kerusakan dalam rumah tangga disebabkan oleh krisis ekonomi,yang dimana didalam rumah tangga tersebut mengalami permasalahan ekonomi dan menyebabkan perceraian dalam rumah tangga dan berdampak kepada anaknya. Dampak yang peroleh anak tersebut yaitu malu, takut, terkena bully di sekolah maupun dilingkungan sekitar. Jadi anak tersebut menjadi ada rasa trauma didalam dirinya.

  • Argumentasi Saya

 

Tujuan dari rencana skripsi yang ingin saya tulis ini karena ada sangkut pautnya dengan penelitian skripsi yang saya ambil dengan judul PENCABUTAN HAK ASUH ANAK DARI IBU KANDUNG dikarenakan dalam rencana skripsi saya seorang anak yang terkena dampak dari perceraian orangtunya, anak tersebut masi dibawah usia 12 tahun tetapi sang anak tidak ingin diasuh oleh ibu kandungnya tetapi sang anak lebih memilih diasuh oleh bapak kandungnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun