Ayat 1 Pasal 45 tentang Hak dan Kewajiban Orang Tua dan Anak Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk mengasuh dan mendidik anaknya semaksimal mungkin. Bagian 2 menyebutkan kewajiban orang tua yang disebutkan dalam bagian 1. Ketentuan ini berlaku sampai anak tersebut menikah atau mampu hidup mandiri. Kewajiban ini tetap ada meskipun perkawinan antara orang tua putus. Lebih lanjut, Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Hak dan Kewajiban Antara Orang Tua dan Anak dalam Perkawinan juga menyatakan bahwa seorang anak yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin berhak atas kekuasaannya. Orang tuanya tidak akan dibatalkan. Berdasarkan Bagian 2, orang tua mewakili anak dalam semua proses pengadilan dan di luar pengadilan. Dalam anah, wewenang orang tua atas anak dapat dicabut atau dialihkan jika orang tua gagal memenuhi tugasnya sebagai pengasuh dengan baik. Hal ini sesuai dengan Pasal 49 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang pertama mengatur bahwa salah satu atau kedua orang tua, atas permintaan orang tua yang lain, boleh atas permintaan orang tua yang lain, dan saudara kandung yang sudah dewasa atau pejabat yang berwenang dapat menikah. Jika orang tua melanggar kewajibannya terhadap anak-anaknya dan melakukan perilaku yang sangat keterlaluan, mereka akan kehilangan wewenang atas satu atau lebih anak-anaknya untuk jangka waktu tertentu. Sekalipun orang tua dirampas kekuasaannya, mereka tetap mempunyai kewajiban untuk menafkahi anak-anaknya.
- anah Menurut Kompilasi Hukum Islam
Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal 1 huruf g disebutkan bahwa "pemeliharaan anak atau anah adalah kegiatan mengasuh, memelihara, dan mendidik anak hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri". Mengenai nafkah anak setelah perceraian, Pasal 105 Kodifikasi Hukum Islam mengatur bahwa (1) nafkah terhadap anak yang belum mumaiz atau berumur di bawah 12 tahun adalah hak ibu; (2) nafkah adalah hak ibu; Dalam hal seorang anak adalah seorang ibu, maka anak tersebut diberikan pilihan antara ayah atau ibu sebagai pemegang hak asuh anak, dan (3) tunjangan anak ditanggung oleh ayah. 46 Hal ini juga dijelaskan dalam pasal 107 kompilasi ini. Menurut hukum Islam, perwalian juga mencakup perlindungan terhadap anak dan harta benda anak. Artinya, sampai anak tersebut mencapai usia 21 tahun atau jika anak tersebut belum pernah menikah.
Menurut aturan Pasal 109 Kompilasi Hukum Islam, jika seorang wali melakukan perbuatan terzalim seperti minum-minuman keras, berjudi, membelanjakan uang, menelantarkan, atau menganiaya dengan tujuan membesarkan anak yang menjadi tanggungannya. Jika dia kehilangan hak dan kekuasaannya, semoga Inkuisisi mencabut perwalian dan mengalihkannya kepada orang lain atas permintaan kerabatnya demi kepentingan dan kesejahteraan anak
- Teori Pertimbangan HukumÂ
- Definisi Pertimbangan Hukum
Pertimbangan hukum menjadi dasar keputusan hakim dalam memutus perkara. Hal ini mencakup pertimbangan hakim dan mengapa dia bertanggung jawab atas keputusan tersebut. Nilai suatu putusan hakim tercermin dari pertimbangan hukumnya, sehingga aspek-aspek pertimbangan hukum seorang hakim perlu dipertimbangkan secara cermat dan cermat.Dalam putusan hukum perdata, pertimbangannya dibedakan menjadi dua aspek, yaitu pertimbangan perkara dan pertimbangan hukum. Dalam litigasi perdata, terdapat pembagian tanggung jawab tertentu antara para pihak dan hakim; para pihak harus menjelaskan perkaranya, dan tugas hakim adalah mengambil keputusan akhir mengenai permasalahan hukum. Selain itu, pengaduan dan jawabannya juga harus dicantumkan dalam putusan sebagai dasar dalam memutus perkara.
Dalam beberapa kasus, kepentingan penggugat memainkan peran sentral dalam litigasi dan harus ditentukan, dipertimbangkan, dan diadili oleh hakim. Namun hakim harus berpegang pada prinsip bahwa mereka harus mengambil keputusan seadil-adilnya dan sejujur mungkin serta menyelesaikan perkara dengan serius. Oleh karena itu, hakim diberikan kebebasan memilih dan tidak boleh terlalu terikat pada kepentingan penggugat. Â Kebebasan hakim dalam mengambil keputusan didasarkan pada independensi peradilan di Indonesia sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945. Pasal tersebut menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang berdiri sendiri untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Namun kebebasan tersebut mempunyai keterbatasan terkait dengan penerapan hukum ketatanegaraan yang ditafsirkan melalui pendekatan yang adil dan kebebasan menemukan hukum.
- Macam-macam Pertimbangan Hukum
- Pertimbangan Hukum Yuridis
Pertimbangan hukum adalah pertimbangan hakim terhadap fakta-fakta hukum yang wajib diungkapkan dalam persidangan dan dituangkan dalam suatu putusan yang sah, seperti gugatan penggugat, keterangan penggugat, keterangan saksi, alat bukti, dan ketentuan undang-undang. Pertimbangan hukum atas perkara yang diajukan harus sesuai dengan aspek teoritis, yurisprudensi, hukum perkara dan keadaan perkara yang sedang dipertimbangkan, yang dalam hal ini sikapnya dapat ditentukan sampai batas tertentu.
- Pertimbangan Hukum Non-Yuridis
Pertimbangan hakim secara non-yuridis juga disebut dengan sosiologis. Pertimbangan hakim secara sosiologis diatur dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) mengatur bahwa hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
- Maqid Syarah
- Definisi Maqid Syarah
Pertimbangan hukum adalah pertimbangan hakim terhadap fakta-fakta hukum yang wajib diungkapkan dalam persidangan dan dituangkan dalam suatu putusan yang sah, seperti gugatan penggugat, keterangan penggugat, keterangan saksi, alat bukti, dan ketentuan undang-undang. Pertimbangan hukum atas perkara yang diajukan harus sesuai dengan aspek teoritis, yurisprudensi, hukum perkara dan keadaan perkara yang sedang dipertimbangkan, yang dalam hal ini sikapnya dapat ditentukan sampai batas tertentu.
- Kehujjahan Maqid Syarah
Diterima akal mengandung pengertian bahwa akal dapat mengetahui dan memahami motif dibalik penetapan suatu hukum, yaitu karena mengandung kemaslahatan untuk manusia, baik dijelaskan sendiri alasannya oleh Allah atau dengan jalan rasionalisasi. Kemaslahatan yang dijelaskan secara langsung oleh Allah swt.
- Pembagian Maqid Syarah
Para ulama kontemporer membagi maqid kepada tiga tingkatan, yaitu maqid mah (General maqid/tujuan-tujuan umum), maqid khah (Specific maqid/tujuan-tujuan khusus) dan maqid juz`iyah (Partial maqid/tujuan-tujuan parsial).
- Tingkatan Maqid As-Syarah
- Darriyyah Tujuan yang bersifat aruriyyah disebut tujuan yang harus ada, atau kebutuhan primer. Jika tujuan utama ini tidak tercapai, maka keselamatan umat manusia di dunia ini dan akhirat akan terancam. Tarriyah mencakup lima hal. Yaitu pemeliharaan agama, pemeliharaan jiwa, pemeliharaan ruh, pemeliharaan keturunan, dan pemeliharaan harta benda. Hukum Islam diturunkan untuk melindungi kelima prinsip tersebut.
- Hajjiyah Tujuan Hajiya adalah tingkat menengah yang diperlukan manusia. Kegagalan untuk menyadari kebutuhan ini tidak membahayakan keamanan Anda, namun justru menimbulkan masalah. Syariah Islam menghilangkan semua kesulitan ini melalui hukum Ruksha (keselamatan). Misalnya dalam Islam diperbolehkan untuk tidak berpuasa pada jalur tertentu, dengan syarat menggantinya ke hari lain.
- Tahsiniyyah Tujuan Tasniyya adalah suatu tingkat kebutuhan yang, jika tidak dipenuhi, tidak mengancam keberadaan atau menyebabkan kesulitan dalam salah satu dari lima poin yang tercantum di atas. Kebutuhan pada tingkat ini berupa kebutuhan yang saling melengkapi. Karena sudah menjadi kebiasaan untuk dihias dengan keindahan yang berpegang pada pedoman moral dan etika.
- Urgensi Maqid As-Syariah dalam Kajian Hukum Islam Kajian teori maqid as-syarah dalam hukum Islam adalah sangat penting. Urgensi ini didasarkan pada beberapa hal, yaitu: a.     Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari wahyu Tuhan dan diperuntukan  bagi umat manusia. b.     Jika dilihat dari aspek historis, perhatian terhadap teori ini telah dilakukan oleh Rasulullah saw, para sahabat dan generasi mujtahid sesudahnya. c.     Pengetahuan tentang maqid as-syarah merupakan kunci keberhasilan mujtahid dalam berijtihad, karena di atas landasan tujuan hukum setiap persoalan dalam bermuamalah antar sesama manusia dapat dikembalikan.
BAB III PERKARA PENCABUTAN HAK ASUH ANAK DARI IBU KANDUNG