Mohon tunggu...
Dini Mardhatillah
Dini Mardhatillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - 안녕 친구들

Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Instagram : @ddmrdhsz Email : Ddmrdhsz15@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mahkamah Agung, antara di Indonesia dengan Korea Selatan

13 Mei 2023   01:00 Diperbarui: 13 Mei 2023   15:36 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan
            Sistem kenegaraan mengikuti pola pembagian kekuasaan dalam pemerintahan seperti yang dicetuskan Montesquieu dalam teori trias politica. Indonesia menganut teori tersebut sehingga pemerintahannya memiliki tiga jenis lembaga, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Tak hanya Indonesia, negara lain pun kerap memiliki tiga lembaga serupa, salah satunya ialah Korea Selatan atau yang biasa disebut 대한민국(Daehan Minguk).

Suatu negara baik Indonesia maupun Korea Selatan tidak dapat terlepas dari permasalahan hukum. Jika melihat tiga lembaga di atas, mulai dari legislatif, eksekutif, hingga yudikatif, sebetulnya semua memiliki kontribusi dalam hukum. Lembaga legislatif berperan melakukan perlindungan hukum secara preventif, yakni dengan membuat segala produk hukum berupa Undang Undang (UU). Lembaga eksekutif juga turut berperan seperti dalam hal persetujuan dan pengesahan UU atau pun pemberian hak prerogatif berupa grasi, amnesti, abolisi, atau rehabilitasi oleh Presiden. Terakhir, lembaga yudikatif yang memiliki peran paling intens dalam bidang hukum, yakni menjalankan segala aktivitas penegakan hukum yang juga sebenarnya mengawasi jalannya pemerintahan.

Berbicara lembaga yudikatif di Indonesia berpuncak pada kekuasaan kehakiman, yang bermakna sebagai kekuasaan merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila. Selanjutnya, Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) sebagai konstitusi Indonesia menegaskan bahwa lembaga yudikatif terbagi menjadi dua pintu, yakni Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Tak berbeda, lembaga atau kekuasaan yudikatif di Korea Selatan pun terdiri dari MA atau supreme court dan MK (constitutional court).

Persamaan MA Indonesia dan MA Korea Selatan

Berbeda dengan MK yang tunggal, MA Indonesia dan MA Korea Selatan memiliki sejumlah badan peradilan di bawahnya.  Keduanya sama-sama menjadi peradilan tertinggi setelah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Menurut Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA) dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman), MA Indonesia membawahi dan mengawasi peradilan umum, peradilan militer, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara. Aktualnya terdapat pengadilan tingkat pertama dan tingkat kedua yang hadir di Indonesia untuk menyelesaikan berbagai macam perkara. Pada tingkat pertama terdapat Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Militer, Pengadilan Agama (PA), dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang tersebar di tiap-tiap wilayah kota atau kabupaten. Selain itu terdapat pengadilan khusus, yakni Pengadilan HAM, Pengadilan Anak, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Niaga, dan Pengadilan Perikanan di lingkup peradilan umum serta terdapat Pengadilan Pajak di lingkup peradilan tata usaha negara. Sedangkan pada pengadilan tingkat kedua terdapat Pengadilan Tinggi (PT), Pengadilan Tinggi Agama (PTA), Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), Pengadilan Tinggi Militer (PTM) yang hadir pada tingkat provinsi untuk melakukan pemeriksaan banding.

MA Korea Selatan yang dalam Bahasa korea disebut (daehan minguk daebeobwon) juga memiliki sejumlah badan pengadilan di bawahnya. Menurut Pasal 101 Constitution Of The Republic Of Korea, kekuasaan kehakiman dimiliki oleh pengadilan yang terdiri dari para hakim. Kemudian pengadilan diatur ke dalam Mahkamah Agung, pengadilan tertinggi, dan pengadilan di semua tingkatan. Kini Korea Selatan memiliki pengadilan negeri, pengadilan tinggi, pengadilan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), pengadilan keluarga, pengadilan administratif atau pengadilan tata usaha negara, dan pengadilan paten.  Pengadilan Tinggi (PT) sebagai tingkat kedua, terdapat di daerah Seoul, Daejeon, Daegu, Busan, Gwangju (yang memiliki cabang PT di Jeju), dan Suwon untuk memeriksa perkara banding. Tak hanya itu, negara Korea Selatan juga membentuk pengadilan-pengadilan tingkat Kotamadya dan Kantor Pencatatan yang tugasnya membantu sebagian tugas pengadilan negeri dan pengadilan keluarga sehingga memudahkan pelayanan hukum dan membantu kasus-kasus sederhana.

Saatnya beralih kepada kasus hukum. Perkara pidana dan perdata di Korea Selatan memungkinkan untuk diadili oleh Hakim tunggal. Dalam perkara pidana diterapkan saat ada kasus sederhana, bukan perkara yang amat penting dan bukan diancam hukuman mati atau seumur hidup atau hukuman penjara lebih dari 1 tahun. Sedangkan pada perdata dilakukan jika nilai kerugian atau nilai gugatan di bawah 100.000.000 won. Hal ini serupa dengan Indonesia yang mengenal gugatan Sederhana atau Small Claim Court, yakni proses pemeriksaan perkara perdata dengan nilai kerugian atau nilai gugatan materiil di bawah Rp. 500.000.000, di mana gugatan sederhana diperiksa, diadili, dan diputus oleh hakim tunggal.

Tak hanya litigasi, perihal alternatif penyelesaian sengketa atau biasa dikenal Alternatif Dispute Resolution (ADR), baik Indonesia maupun Korea Selatan keduanya juga menggunakan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti mediasi atau arbitrase pada kasus perdata. Namun keduanya juga memiliki sejumlah perbedaan yang nanti akan Penulis terangkan lebih  lanjut.

Persamaan selanjutnya ialah MA Indonesia dan MA Korea Selatan sama-sama memiliki hak legislatif. MA Indonesia berwenang untuk membuatan regulasi. Dapat kita lihat berbagai macam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) yang mengatur banyak hal, misalnya PERMA Nomor 1 Tahun 2019 tentang prosuder mediasi di Pengadilan. Korea Selatan pun berwenang untuk melakukannya selagi tidak bertentangan dengan undang-undang sesuai amanat Pasal 108 Constitution Of The Republic Of Korea dan Pasal 17 Undang-Undang tentang Pembentukan Pengadilan yang pada intinya menyatakan bahwa Mahkamah Agung dapat menetapkan peraturan tentang tata cara berperkara , disiplin internal dan tata usaha pengadilan serta proses pengadilan.

Perbedaan MA Indonesia dengan MA Korea Selatan

            Tidak serta merta MA Indonesia dengan MA Korea Selatan tidak memiliki perbedaan karena terdapat banyak persamaan. Walaupun sama-sama memiliki badan pengadilan di bawahnya, tidak semua jenis pengadilan dan wewenangnya sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun