Jika memang hastag #GantiPresiden ini teru menerus di dengungkan di media sosial, apakah akan membahayakan demokrasi? Faktanya, menurut pendapat saya, dengan seruan "Ganti Presiden" ini, bukan berarti mayoritas penduduk Indonesia serta merta setuju dan masalah langsung selesai, tuntas serta tidak akan ada lagi perdebatan-perdebatan di media sosial.
Bahwa bukan berarti kita tidak memiliki titik masalah lain, ketika presiden telah terganti. Inilah yang saya sikapi, karena mayoritas penduduk Indonesia sangat jarang sekali yang menyukai diskusi politik dan lebih memilih "mengkonsumsi" mentah-mentah berita yang ada di media sosial, kemudian dengan sengaja menyebarkannya. Terlepas dari berita tersebut benar maupun salah, atau bahkan berita tersebut mengandung provokasi maupun intimidasi.
Oleh karena itu, sebagai generasi millenial dan netizen di zaman now, mendidik warga Indonesia agar lebih bertanggung jawab untuk menyikapi berita yang ada dan bertanggung jawab atas apa yang mereka konsumsi dan dibagikan lebih banyak kepada orang lain itu menjadi sebuah kewajiban.
Untuk itulah, kita perlu menyebarkan ide bahwa pemikiran kritis lebih penting dari apapun, sehingga kita bisa menyerap informasi dalam prespektif yang lebih kritis dan obyektif.
Sehingga jika ada yang menyerukan #GantiPresiden tanpa mengetahui siapa figur yang pantas untuk menduduki kursi presiden, menurut pendapat saya, itu bukanlah hal yang bijak.
Jika menyuarakan #GantiPresiden, sementara gantinya belum jelas, atau belum ada figur yang diusung, programnya tidak jelas, maka sama halnya kita telah melakukan "pelecehan terhadap nalar". Karena mereka berpikir, bahwa Rakyat Indonesia mudah dibodohi melalui provokasi.
Sebab, Pemilu itu bukan untuk memilih yang terbaik, tetapi untuk mencegah yang terburuk BERKUASA.
                                        -Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H