Maraknya tagar #GantiPresiden di media sosial, melatarbelakangi saya untuk menulis catatan ini. Sebab, jelang Pilpres, perang hastag kini semakin berkembang di media sosial, baik yang dilakukan oleh akun pribadi, maupun akun-akun bodong yang bertujuan untuk memihak salah satu calon tertentu.
Hastag #GantiPresiden ini juga semakin marak, dengan berbagai tujuan di "cuit" kan oleh banyak orang, apakah untuk membela salah satu calon, maupun untuk menjatuhkan calon yang lainnya. Membuat saya, sebagai orang yang aktif berselancar di dunia media sosial patut menanyakan, apa sesungguhnya yang hendak dicapai para "penduduk" dunia maya ini, dengan seruan hastag tersebut?
Lantas, jika memang hastag #GantiPresiden ini begitu viral, siapakah orang atau figur yang dinilai lebih "pantas" untuk duduk sebagai presiden RI?
Sebab, ketika menyerukan #GantiPresiden, tentu seharusnya juga telah memiliki siapa yang pantas menggantinya. Apa prestasi-prestasinya. Bagaimana visi misinya untuk Indonesia. Apa program strategi terbaik yang dimiliki untuk memajukan bangsa. Serta apa kontribusinya yang telah dilakukannya selama ini bagi Nusa dan Bangsa. Sehingga kita memiliki perbandingan dan kompetisi secara sehat antara presiden saat ini dengan calon presiden yang "kita usung" melalui hastag #GantiPresiden.
-Sistem Demokrasi-
Hidup dalam negara yang menjunjung tinggi sistem Demokrasi, memilih presiden bukanlah hal yang mudah. Bukan pula seperti membeli kucing dalam karung. Sebelum Indonesia memiliki sistem Demokrasi, peralihan masa kepemimpinan dari sistem kerajaan menjadi demokrasi di Indonesia juga tidak memakan waktu yang singkat. Tetapi ada sebuah proses pertukaran pemikiran dan kedewasaan pola pikir pada tiap insan di Indonesia.
Dalam perjalanan sistem pemerintahan, Indonesia pernah melaksanakan sistem Demokrasi Terpimpin berdasarkan ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965, pada saat pemberlakuan kembali Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dekrit Presiden 5 Juli 1955.Â
Namun berdasarkan ketetapan MPRS No. XXXVII/MPRS/1968 sistem Demokrasi Terpimpin dicabut karena bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Demokrasi Pancasila merupakan pengganti Demokrasi Terpimpin. Kemudian pelaksanaan Demokrasi Pancasila ini ditetapkan dan diatur berdasarkan ketetapan MPR No. 1/MPR/1978.
Dengan demikian sistem demokrasi Indonesia adalah sistem Demokrasi Pancasila yaitu sistem pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat dalam bentuk musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, demi terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur, baik material maupun spiritual yang dilandasi nilai-nilai dasar negara yaitu Pancasila.
Itu artinya, menentukan presiden di Indonesia juga berdasarkan hasil Pemilu, yang dipilih oleh rakyat Indonesia. Suara rakyat terbanyaklah yang menentukan kursi presiden.
-Hoax-
Jika memang hastag #GantiPresiden ini teru menerus di dengungkan di media sosial, apakah akan membahayakan demokrasi? Faktanya, menurut pendapat saya, dengan seruan "Ganti Presiden" ini, bukan berarti mayoritas penduduk Indonesia serta merta setuju dan masalah langsung selesai, tuntas serta tidak akan ada lagi perdebatan-perdebatan di media sosial.
Bahwa bukan berarti kita tidak memiliki titik masalah lain, ketika presiden telah terganti. Inilah yang saya sikapi, karena mayoritas penduduk Indonesia sangat jarang sekali yang menyukai diskusi politik dan lebih memilih "mengkonsumsi" mentah-mentah berita yang ada di media sosial, kemudian dengan sengaja menyebarkannya. Terlepas dari berita tersebut benar maupun salah, atau bahkan berita tersebut mengandung provokasi maupun intimidasi.
Oleh karena itu, sebagai generasi millenial dan netizen di zaman now, mendidik warga Indonesia agar lebih bertanggung jawab untuk menyikapi berita yang ada dan bertanggung jawab atas apa yang mereka konsumsi dan dibagikan lebih banyak kepada orang lain itu menjadi sebuah kewajiban.
Untuk itulah, kita perlu menyebarkan ide bahwa pemikiran kritis lebih penting dari apapun, sehingga kita bisa menyerap informasi dalam prespektif yang lebih kritis dan obyektif.
Sehingga jika ada yang menyerukan #GantiPresiden tanpa mengetahui siapa figur yang pantas untuk menduduki kursi presiden, menurut pendapat saya, itu bukanlah hal yang bijak.
Jika menyuarakan #GantiPresiden, sementara gantinya belum jelas, atau belum ada figur yang diusung, programnya tidak jelas, maka sama halnya kita telah melakukan "pelecehan terhadap nalar". Karena mereka berpikir, bahwa Rakyat Indonesia mudah dibodohi melalui provokasi.
Sebab, Pemilu itu bukan untuk memilih yang terbaik, tetapi untuk mencegah yang terburuk BERKUASA.
                                        -Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H