09.05
Hari ini aku ada proyek mengantarkan sejumlah tamu untuk hiking ke hutan konservasi alam di Papua. Aku sekarang menunggu mereka di lobi hotel. Hampir semuanya sudah siap, hanya saja ada satu orang lagi yang masih belum muncul. Seorang mahasiswa bernama Kanaya. Sepertinya ia butuh waktu yang cukup lama untuk bersiap-siap. Nah, itu dia.
12.26
Akhirnya tiba juga di hutan konservasi. Aku sempat khawatir dengan minibus yang kami tumpangi, sempat ngadat di jalan namun Pak Her meyakinkanku kalau benda tua ini masih berfungsi dengan baik. Meskipun begitu ia berjanji akan mengecek mesin setelah kita kembali ke kota. Yah, setelah kita dibayar selesainya proyek ini.
Salah satu anggota ekspedisi ada yang terluka. Seorang perempuan bernama Anggi. Aku sudah memperingatkannya untuk menjauh dari sarang kuskus, namun gadis itu terlalu bersemangat mengabadikan temuannya dengan kamera sehingga ia tak menyadari di depannya ada lubang yang cukup besar. Sekarang kakinya terkilir. Tampaknya kita mesti mengakhiri ekspedisi ini lebih awal. Yang lain juga tampak sudah lelah, hampir semuanya amatiran dalam hal hiking kecuali Mr. Fred.
17.30
Mobil kami mogok. Radiatornya bocor sehingga mobil mengalami overheating. Pak Her yang merasa bersalah kini sibuk mengotak atik mesin yang dari tadi mengeluarkan asap. Kayanya kita tak mungkin keluar hutan dengan mobil ini.
Aku sudah menghubungi beberapa rekanku di hutan konservasi dan di kota untuk menjemput kami. Aku meminjam handphone Bu Prita, istri dari Pak Lukman, yang cukup kuat sinyalnya untuk dipakai internet. Secepat mungkin aku mencari tahu lokasi kami berada melalui aplikasi GPS dan mengirimnya ke email dua temanku itu agar mereka lebih mudah melacak kami. Aku juga mengirim lokasi GPS kami ke tukang derek langganan. Mobil derek akan datang bersama dengan mobil. Sebentar lagi malam, aku tidak banyak tahu mengenai hewan liar di daerah hutan ini tapi kalau bisa anggota timku mesti diungsikan dulu ke tempat yang aman. Masalahnya hanya ada satu motor yang bisa menjemput kami dari hutan konservasi dan itu membutuhkan waktu 30 menit bolak-balik. Sementara mobil yang datang dari kota baru bisa datang 2 jam 15 menit lagi. Aku butuh rencana yang matang.
17.40
Tampaknya semua sudah menyadari mobil yang mogok sudah tak bisa jalan lagi. Hampir semuanya kelihatan cemas kecuali Mr. Fred dan Anggi. Mr. Fred malah meminta izin untuk buang air di hutan sementara Anggi sepertinya mendapat bahan baru untuk Vlognya. Gadis itu sangat bersemangat berbicara di depan kamera menceritakan kondisi krisisnya saat ini, menambah tegang teman yang diajak kemari yaitu Kanaya yang tampaknya phobia gelap. Ia tak berhenti-henti menyalakan senter di handphonenya. Aku harus membuat suasana kondusif. Buatku yang terpenting adalah menenangkan Pak Lukman lebih dulu, mengenal karakternya dia harus kuajak membuat rencana bersama agar dia masih merasa memegang kendali terhadap situasi.
Aku dan Pak Lukman berhasil membuat semua anggota tim, termasuk Pak Her untuk masuk lagi ke dalam minibus. Kami yakin ini tempat yang lebih aman sambil menunggu jemputan dibandingkan berseliweran di luar. Namun sayangnya handphone Kanaya tampaknya sudah habis baterainya. Dia tadinya minta Pak Lukman yang masih memiliki baterai yang cukup banyak untuk menyalakan senter di handphonenya tapi aku memiliki ide yang lain. Benar seperti dugaanku Anggi memiliki lighting camera portable di dalam tasnya. Awalnya ia ragu saat kami hendak pinjam, namun ketika kami berjanji setelah Mr Fred datang kami akan menyalakan api unggun untuk menggantikan sumber cahaya dari lighting kameranya, ia setuju. Bicara soal Mr Fred, kemana dia? Aku tak bisa menghubunginya karena handphonenya jatuh saat hiking tadi.
18.02
Motor dari konservasi tiba juga akhirnya. Aku dan Pak Lukman sudah memutuskan agar Anggilah yang lebih dahulu dibawa ke pondok konservasi. Kakinya terkilir. Jika ada apa-apa akan sulit untuk lari sambil membawa gadis dewasa dengan kaki terkilir. Pak Lukman dan keluarganya sudah memutuskan untuk menunggu mobil saja, ia tidak ingin menginap di pondok konservasi karena harus terbang lagi ke Jakarta jam 7.00 pagi esok hari. Mereka mesti ikut Kompasianival 2018 katanya. Sebagai rasa terimakasih Anggi membiarkan kami menggunakan lighting kamera nya dulu, serta memberikan sebagian besar coklat untuk dibagikan ke anggota yang lain.
Langit sudah gelap dan Mr. Fred belum kembali. Aku membagikan cokelat dari Anggi ke semuanya dan tampaknya coklat itu memberikan efek. Benar yang kubaca bahwa cokelat memiliki serotonin yang bisa menurunkan kecemasan dan menimbulkan efek menenangkan. Sekarang tampaknya semua anggota tim mulai rileks.
Namun ketenangan ini tampaknya takkan berlangsung lama. Sayup-sayup aku mendengar suara peluit dari arah hutan. Itu pasti Mr. Fred. Namun hatiku gusar. Peluit jika dibunyikan berarti hanya ada satu alasan, penggunanya tidak bisa bergerak dari tempat dan meminta kita yang menemukannya.
18.46
Aku meminta Pak Her untuk menemaniku mencari sumber suara dari peluit tersebut. Pak Lukman kuminta menjaga yang lain. Kalau motor datang lagi sudah kuminta biar Kanaya saja yang naik. Aku meminjam handphonenya yang masih cukup baterai untuk sumber penerangan.
Sumber peluit datangnya dari arah lembah curam, dan benar kami menemukan Mr Fred sedang duduk tak berdaya di bawah sana. Pelan-pelan kami mencari jalan memutar untuk turun. Mr. Fred menjelaskan bahwa ia jatuh saat ia sedang berusaha mengamati tumbuhan yang unik di pinggir lembah. Dan sekarang kakinya terkilir juga.
Aku dan Pak Her membopongnya kembali ke arah minibus. Saat kami kembali, Kanaya sudah berangkat menuju pondok konservasi. Kami harus menunggu 30 menit lagi sampai jemputan motor kembali datang dan sejam lagi sampai mobil jemputan tiba.
Beberapa menit lagi motor akan tiba, berikutnya yang akan dibawa ke pondok adalah Mr. Fred. Dengan sangat antusias Mr. Fred menyambut ide tersebut. Namun tiba-tiba aku menyadari wajah Pak Her berubah pucat. Ia mengeluh ada rasa sakit yang menjalar dari dagu hingga ke lengannya. Aku kenal gejala ini, tampaknya Pak Her terkena serangan jantung karena kelelahan. Dan ia tak bawa obat. Aku lari ke Mr Fred meminta saran dengan latar belakangnya sebagai seorang ahli biologi. Dia kemudian memberikan beberapa tablet dari dalam kotak obatnya. Aspirin katanya. Obat pusing. Dia menjelaskan padaku bahwa Aspirin memiliki efek untuk mencegah dan membantu meringankan gejala awal serangan jantung. Pak Her harus mengunyah aspirin dengan dosis yang tepat sesuai yang Mr. Fred kasih. Aku tak pikir panjang lagi langsung membantu Pak Her mengunyah obat dari Mr. Fred. Gejalanya mulai membaik.
Motor dari pondok sudah tiba lagi, Mr. Fred sebelum berangkat sempat mengingatkan bahwa Pak Her butuh penanganan medis di kota. Aku memutuskan Pak Her akan ikut rombongan mobil bersama keluarga Pak Lukman.
19.42
Kondisi Pak Her terlihat stabil saat mobil tiba menjemput. Mobil derek yang datang juga langsung memproses minibus kami untuk dibawa ke kota. Aku menitipkan Pak Her ke temanku untuk langsung dibawa ke rumah sakit lalu memutuskan untuk menunggu jemputan motor sekali lagi karena harus mengembalikan lighting camera Anggi serta aku juga masih bertanggung jawab terhadap mereka yang ada di pondok konservasi.
20.12
Motor pondok datang secepatnya tak lama setelah mobil pergi. Begitu sampai di pondok aku bergegas meminjam charger temanku dan menunggu kabar dari yang ke kota. Setelahnya aku menuju kamar Anggi untuk mengembalikan lighting camera yang kupinjam.
21.47
Temanku di kota mengabarkan bahwa kondisi Pak Her sudah stabil dan langsung dirujuk ke tempat rawat inap. Pak Lukman dan keluarganya sudah kembali ke hotel dengan selamat. Minibus juga sudah di bengkel. Sekarang aku mulai bisa tenang membiarkan kantuk menguasaiku setelah hari ini berlalu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H