Mohon tunggu...
Dini Aryani
Dini Aryani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Geografi Bencana Gempa Bumi: Analisis Mitigasi dan Respon Tanggap Darurat di Nias Selatan Sumatera Utara

23 Desember 2023   09:55 Diperbarui: 23 Desember 2023   10:28 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara di zona merah dengan aktivitas seismik karena terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik dunia: lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng Eurasia. Ketiga lempeng tersebut saling bergerak antara satu terhadap yang lain. Pergerakan relatif ketiga lempeng ini merupakan generator utama aktivitas gempa bumi di Indonesia (Harbiansyah, 2021). Pertemuan lempeng Indo-Australia yang bertabrakan di bawah lempeng Eurasia membentuk tumbukan zona subduksi sepanjang Sumatera bagian barat, selatan Jawa, dan selatan Nusa Tenggara yang dikenal dengan megatrust. Hal ini memberikan efek gempa tektonik pada jalur tersebut dan akan menyebabkan gempa bumi di masa mendatang (PuSGeN, 2017). 

Gempa hampir setiap saat terjadi di Indonesia, baik gempa yang tidak terasa hingga gempa yang merusak. Menurut data yang ada pada PuSGeN 2017 dicatat ada 51.855 gempa yang terjadi sejak 1907 sampai Agustus 2016 dengan magnitude ≥ 4,5 Mw. 

Gempa yang terjadi di wilayah Sumatera didominasi oleh gempa dengan mekanisme thrust akibat adanya proses subduksi dan gempa sesar geser seperti Sumatera dan di barat laut Sumatera (Ardiansyah, 2014). Hal ini dikarenakan pulau Sumatera merupakan wilayah yang terletak pada pertemuan dua lempeng (lempeng IndoAustrallia dan Eurasia) bergerak dengan kecepatan sekitar 60 mm/tahun (Nurdianasari, 2017). Pada bagian utara Sumatera, yaitu di sekitar Pulau Simeulue dan Nias terjadi distribusi seismisitas tinggi dengan membentuk beberapa pola yang cukup unik (PuSGeN, 2017). 

Kepulauan Nias adalah kepulauan terbesar di Sumatera, terletak di bagian barat Sumatera dan secara administratif termasuk dalam wilayah Sumatera Utara. Kepulauan Nias terletak di sebelah barat Sumatera, membuatnya rentan terhadap gempa bumi dan tsunami karena erat kaitannya dengan pengangkatan dan tingginya sedimentasi yang terjadi (Aribowo, 2014). Wilayah barat Sumatera ini juga terletak pada jalur tumbukan dua lempeng tektonik, yakni lempeng Eurasia dan lempeng IndoAustralia. Tabrakan kedua lempeng ini mengakibatkan potensi tektonik yang terjadi secara periodik. 

Kurun waktu 200 tahun terakhir, Nias telah mengalami empat kali bencana gempa bumi dan tsunami dengan skala magnitude yang besar, yaitu tahun 1861 (M=8,5), 1907 (M=7,4), 2004 (M=9,2), dan 2005 (M=8,7) (Khoiridah, 2017). Gempa bumi yang melanda wilayah Kepulauan Nias yang cukup besar terjadi pada 28 Maret 2005 merupakan musibah lanjutan yang terjadi di Aceh 26 Desember 2004. Pusat gempa terletak pada posisi 2,0657o LU dan 97,010o BT dengan kedalaman 30 Km. Kota Gunung Sitoli menjadi salah satu wilayah yang mengalami kerusakan paling parah baik dari segi bangunan, faktor ekonomi, dan jumlah korban gempa, dengan magnitudo gempa sebesar 8,7 Mw. Hal ini disebabkan letak wilayah tersebut di tepi pantai timur Pulau Nias dan pasirnya terbentuk dari endapan aluvial (sungai dan pantai) yang tidak sejajar. Adanya kondisi tanah yang buruk merupakan salah satu sumber amplifikasi yang menyebabkan terjadinya gempa bumi (Wirastin Harefa, 2019). 

Kondisi wilayah Kepulauan Nias yang rentan terjadinya gempa bumi, dilakukan analaisis Peak Ground Acceleration (PGA) menjadi salah satu parameter gempabumi yang bertujuan untuk meminimalisir efek kerusakan akibat gempabumi. Analisis PGA merupakan dampak gelombang gempa di lokasi penelitian, sehingga dapat menjadi ukuran resiko gempa bumi (Bessi, 2018). Nilai PGA dapat diperoleh melalui perhitungan metode absolut dan metode empiris. Metode absolut merupakan perhitungan nilai percepatan tanah maksimum dengan menggunakan data rekaman dari accelerograf (Sungkowo, 2018). Namun, ketersediaan accelerograf tidak merata di seluruh Indonesia digunakan pendekatann empiris untuk mendapatkan nilai PGA di Kepulauan Nias (Kusumawardani, 2020).

METODOLOGI ANALISIS 

TEMUAN 

 Dari hasil penelitian yang didapatkan terbanyak kerugian yang di timbulkan dari bencana gempa bumi di nias selatan sumatera utara. Kerugian mterian yang besar, dengan ribuan rumah dan banguanan yang mengalami rusah parah. Sektor pertanian juga terkena dampak yang serius, mengakibatkan kerugian ekonpmi yang merugikan masyarakat setempat. Korbanjiwa mencapai angka yang tragis, dengan kehilangan nyawa yang mencatat peningkatan drastis.

Kerusakan infrastrutur melibatkan jalan raya retak dan runtuh, jembatan hancur, serta ganguan pada pasokan listrik dan air bersih. Pelayanan kesehatan dan edukasi juga terpukul, memperburuk situasi krisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun