Kita bisa mengambil contoh praktik public relations (PR) pada Pizza Hut ketika mereka mendapat permasalahan yang sama, dimana ada pihak luar yang menganggap bahwa makanan yang dijual oleh mereka ada makanan yang sudah kedaluwarsa, tentu saja hal ini menyebar dengan begitu cepat di sosial media. Namun, tindakan yang diambil oleh Pizza Hut tepat dengan menerapkan langkah-langkah krisis publik relations. Adapun langkah yang diambil oleh Pizza Hut yaitu yang pertama dalam menghadapi krisis yang terjadi akibat kritik dari konsumen tersebut pihak perusahaan langsung mengadakan konferensi pers sebagai bentuk respon awal terkait isu tersebut. Selain itu mereka juga langsung mengundang media untuk melihat secara langsung gudang penyimpanan persediaan bahan baku.Â
Langkah yang diambil oleh pizza hut dalam menyampaikan informasi dengan jujur, juga pemanfaatan sosial media dengan baik dalam menghadapi kasus tersebut, mulai dari pembuatan tagar #IntipDapurPizzahut dan  #UngkapDenganFakta. Dengan penggunaan tagar ini maka akan membuat berita tersebar dengan cepat pada publik, isu yang muncul ini juga tentu saja selaku pelaku usaha kita harus menanggapinya dengan cepat dan tepat untuk menghindari stigma negatif dari publik terhadap perusahaan. Hal yang baik dilakukan oleh pihak pizza hut juga yaitu dengan mendatangkan dinas kesehatan untuk memeriksa bahan baku yang digunakan dan kedatangannya diperlihatkan di sosial media pada publik guna memulihkan kembali citra baik dari perusahaan.
Sebagai pelaku usaha juga sudah sewajarnya kita harus menjaga hubungan baik dengan publik dan mendengarkan kritik juga masukan yang disampaikan oleh publik bagi perusahaan. Maka dari itu jika kita bandingkan dengan langkah yang diambil oleh Es Teh Indonesia dan Pizza Hut sangat jauh berbeda.Â
Seharusnya dalam merespon krisis yang terjadi akibat dari kritik konsumen yang kurang baik terhadap salah satu produk, pihak es teh bisa mengambil langkah dengan menjelaskan komposisi gula yang ada dalam produk tersebut. bisa juga dengan membuat video edukasi terkait cara pembuatan produk itu yang kemudian disebarkan melalui sosial media dengan tujuan untuk menghilangkan stigma negatif masyarakat.Â
Jika dilihat dari sisi positifnya terlepas bagaimana konsumen tersebut menyampaikan kritiknya, perusahaan seharusnya bisa memanfaatkan momen ini untuk perbaikan produknya atau membangun citra baik kepada publik dengan melakukan respon baik terhadap konsumen yang melakukan kritik terhadap produknya. Karena pada dasarnya konsumen yang berani untuk menyampaikan kritik, saran atau pendapat merupakan sebuah aset yang harus dijaga. Dimana dengan adanya kritik atau saran akan memudahkan pelaku usaha untuk mengetahui produk seperti apa sih yang diinginkan oleh konsumennya. Namun, dalam kasus ini jika kita lihat dari cara fenamfakan pendapat alangkah lebih baiknya konsumen yang berpendapat tersebut bisa menyampaikan pendapatnya dengan baik.
Disini kita bisa melihat bahwa manajemen krisis dan public relations yang baik sangat penting dimiliki oleh perusahaan, terlebih di zaman yang sudah serba online ini informasi bisa menyebar dengan cepat, yang menuntut praktisi public relations untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang ada. Juga dalam mengambil langkah untuk menghadapi sebuah permasalahan harus dipikirkan dan dilihat sebab akibatnya, jangan sampai langkah yang diambil untuk menangani permasalahan malah menjadi masalah tambah buruk dan berakhir citra perusahaan yang dipandang kurang baik juga oleh publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H