Mohon tunggu...
Dini Amalia Anggraini
Dini Amalia Anggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi fakultas Hukum Universitas Mulawarman dan Kader klini Etik Dan Advokasi Tahun 2023

Saya seorang streamer tiktok dan atlit esport game MLBB. Hobi saya membaca dan bermain game. Bagi saya bermain game strategi membuat otak terlatih dalam berpikir dan apabila kalian mempunyai hobi dalam dunia game jadikan hobi mu sebuah prestasi dengan mendalami dan membagi waktu juga untuk belajar dan kegiatan sehari-hari. jadikan relasi di dunia game menjadi tempat kamu berbagi ilmu yang kamu ketahui seputar ilmu sosial maupun hukum.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tindakan PMKH Berkedok Kebebasan Berpendapat di Media Sosial

26 Juli 2023   18:30 Diperbarui: 26 Juli 2023   18:45 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SERINGKALI kita mendengar atau melihat beberapa orang melontarkan pertanyaan seperti : "Kita kan memiliki Hak Kebebasan berpendapat masa berpendapat mengenai putusan hakim dianggap salah sih?". Pertanyaan-pertanyaan diatas sering kita jumpai secara langsung di kehidupan sehari-hari seperti teman sebaya atau di ketikan social media, berpendapat itu tidak salah namun berpendapat juga memiliki aturan atau batasan dalam mengungkapkan pendapat, batasan berpendapat inilah yang sering kali di lupakan oleh masyarakat. Batasan berpendapat sendiri diatur  dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang  Hak Asasi Manusia pada Pasal 23 ayat (2) yang menyatakan: "Setiap orang bebas untuk mempunyai,mengeluarkan,dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya,secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai  agama ,kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum ,dan keutuhan Negara." Walau sudah terpampang jelas peraturan berpendapat tersebut Kebebasan beperndapat sering kali disalah gunakan oleh masyarakat Indonesia, alih-alih bebas berpendapat namun faktanya hal yang mereka lontarkan berupa ujar kebencian, kalimat yang menggiring opini negatif, dan juga PMKH, yang dimana hal-hal tersebut sudah pasti melanggar nilai-nilai ketentuan dalam berpendapat.

MINIMNYA pengetahuan masyarakat terkait PMKH juga mempengaruhi sikap mereka dalam melontarkan pendapat mengenai putusan-putusan hakim. Mengapa saya bisa mengatakan pengetahuan terkait PMKH juga mempengaruhi seseorang agar dapat mengfilter pendapat yang mereka lontarkan di media social?. Karena kata PMKH sendiri masih terdengar asing di banyak kalangan dari yang muda hingga tua atau bahkan parah nya mungkin hanya orang yang berkecipung di dunia hukum yang mengetahui arti PMKH tersebut, bahkan sekedar tau bukan berarti mengetahui sampai dalam dimana pelaku PMKH dapat dikenakan jerat pidana.

APA ITU PMKH?

PMKH adalah singkatan dari Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim. Dalam Pasal 1 Angka 2 Peraturan Komisi Yudisial Nomor 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim menyatakan bahwa, "Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluruhan Martabat Hakim atau yang disingkat PMKH merupakan perbuatan orang individu, kelompok orang atau badan hukum yang mengganggu proses pengadilan atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara dengan mengancam keamanan hakim di dalam maupun di luar persidangan bahkan menghina hakim dan pengadilan". Atau dalam bahasa yang mudah di pahami PMKH ini merupakan sikap perilaku yang di lontarkan kepada Hakim berupa penghinaan, ancaman secara verbal maupun non verbal yang di lakukan di sosial media maupun dalam aksi nyata. Sikap yang merendahkan Hakim menurunkan martabat Hakim Dan membahayakan Hakim inilah yang disebut perilaku PMKH. Adapun Sanksi pidana bagi pelaku PMKH yakni tertulis dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tertera pada pasal 207, 212, dan 217. Isi dari pasal di atas yakni

Pasal 207 KUHP : "Barangsiapa dengan sengaja dimuka umum, dengan lisan atau tulisan menghina sesuatu kekuasaan yang ada di Negara Indonesia atau sesuatu majelis umum yang ada disana, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500."

Pasal 212 KUHP : " Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan kepada seseorang pegawai negeri yang melakukan pekerjaannya yang sah, atau melawan kepada orang yang waktu membantu pegawai negeri itu karena kewajibannya menurut undang-undang atau karena permintaan pegawai negeri itu, dihukum, karena perlawanan, dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500."

Pasal 217 KUHP : "Barang siapa membuat gaduh didalam persidangan pengadilan atau ditempat seseorang pegawai negeri menjalankan jabatannya yang sah didepan umum dan tidak mau pergi sesudah diperintahkan oleh atau atas nama kekuasaan yang berhak, dihukum penjara selama-lamanya tiga minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 1.800,"

Perlindungan Terhadap Hakim Sendiri Diatur Dakam Peraturan Mahkamah Agung Nomor  Tahun 2020 Tentang Protokol Persidangan,Dan Keamanan Dalam Lingkungan Pengadilan.

Dari peraturan di atas sangat jelas bahwa sanksi dari pelaku PMKH tidak main-main. Namun sayangnya masih banyak muda mudi dan masyarakat indonesia yang belum banyak mengetahui akan aturan larangan PMKH dan juga sanksi bagi pelaku PMKH tersebut. Maraknya terror, kegaduhan , cacian di sosial media, dan hal-hal lain yang membahayakan seorang hakim masih kerap terjadi.

Kemudian pertanyaan yang meluncur yakni bagaimana sih PMKH yang berkedok kebebasan berpendapat?  komentar - komentar yang ada di social media yang mempunyai unsur menjatuhkan martabat dan marwah seorang hakim dimana beberapa orang yang berkomentar rata-rata tidak setuju atas putusan hakim sehingga menjelek-jelek kan seorang hakim itulah yang disebut PMKH berkedok kebebasan berpendapat. Itulah sebabnya ketikan kita di social media dan ucapan dimuka umum pengadilan harus di jaga, karena nanti akan ada KUHP baru yang sangat menegaskan bahwa perilaku tersebut sangat dilarang peraturan tersebut akan dicantum kan pada : Pasal 219 KUHP menyatakan, "Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV." Dan Pasal 240 ayat (1) KUHP menyatakan, "Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II."

Upaya Dalam Mengatasi Dan Mencegah Perbuatan Merendahkan Kehormatan Dan Keluhuran Martabat Hakim (PMKH) Di Social Media

Mengatasi dan mencegah perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim di media sosial adalah hal yang penting. Berikut adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan:

1. Pendidikan dan Kesadaran Hukum: Kampanye dan program pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terhadap pentingnya menghormati hakim dalam sistem peradilan.

2. Penegakan Hukum yang Tegas: Pihak berwenang harus bertindak dengan cepat dan tegas dalam menangani segala bentuk penghinaan atau pelecehan yang ditujukan kepada hakim. Ini termasuk penyelidikan dan penegakan hukum terhadap pelaku agar memperoleh sanksi yang sesuai.

3. Mekanisme Pelaporan: Memungkinkan para hakim untuk melaporkan kasus-kasus penghinaan yang mereka alami di media sosial agar dapat ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang.

4. Penyadaran Publik: Melakukan upaya komunikasi publik yang intensif untuk menyampaikan pentingnya menghormati hakim dalam menjalankan tugas mereka serta efek negatif yang ditimbulkan oleh perbuatan penghinaan di media sosial.

5. Upaya Kolaborasi: Melibatkan berbagai pihak, seperti instansi peradilan, lembaga perlindungan hak asasi manusia, dan dunia pendidikan, dalam mengembangkan inisiatif dan program bersama untuk menghormati hakim dan mencegah tindakan penghinaan di media sosial.

6. Memperkuat Identitas Anonimitas: Mendorong platform media sosial dan penyedia layanan internet untuk meningkatkan perlindungan privasi dan memberikan mekanisme yang efektif untuk melawan pelanggaran pemakaian yang memicu penghinaan kepada hakim.

7. Pendidikan Warganet: Meningkatkan pendidikan digital dan etika online bagi pengguna media sosial, termasuk mempromosikan kesadaran tentang batasan-batasan dan respek terhadap orang lain, termasuk hakim, dalam setiap interaksi online.

Dengan mengimplementasikan langkah-langkah ini, diharapkan dapat mengurangi perbuatan merendahkan hakim dan menjaga martabat mereka di media sosial.

Upaya Dalam Mengatasi dan Mencegah Perbuatan Merendahkan Kehormatan Dan Keluhuran Martabat Hakim PMKH.

Untuk mengatasi dan mencegah perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran hakim (PMKH) di Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, ada beberapa langkah yang dapat diambil. Pertama, penting untuk kita sebagai individu menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan sikap menghormati seluruh pemangku kepentingan dalam sistem peradilan, termasuk hakim. Memiliki sikap saling menghormati tanpa memandang perbedaan pandangan atau keputusan yang diambil oleh hakim merupakan prinsip yang harus diterapkan dalam interaksi sehari-hari. Kedua, meningkatkan kesadaran akan pentingnya martabat hakim dalam masyarakat melalui edukasi dan sosialisasi. Program-program pendidikan dan kampanye sosialisasi yang mencakup sekolah, kelompok masyarakat, dan media massa dapat membantu meningkatkan pemahaman tentang peran penting hakim dalam menjaga keadilan serta dampak negatif dari PMKH. Ketiga, melibatkan masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan terhadap PMKH. Masyarakat dapat berperan aktif dengan melaporkan kasus PMKH yang mereka temui kepada pihak berwenang. Selain itu, pengawasan dari masyarakat terhadap perilaku dan konten negatif yang menyudutkan hakim di media sosial juga dapat memberikan tekanan yang positif untuk mengurangi kasus PMKH. Keempat, mempromosikan budaya hukum yang kuat. Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat mengedepankan dialog, pemahaman, dan penyelesaian masalah secara hukum. Menghindari tindakan berlebihan seperti menghakimi atau menyebarkan rumor yang dapat merendahkan kehormatan hakim menjadi langkah penting untuk menciptakan lingkungan yang menghargai dan menghormati hakim. Kelima, berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap regulasi media sosial. Menggunakan media sosial dengan bijak, menghindari menyebarkan berita bohong, melakukan penyebaran informasi negatif tentang hakim, atau berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang menyebarkan PMKH di media sosial merupakan langkah konkret dalam mencegah PMKH di kehidupan sehari-hari. Dan kita sebagai masyarakat yang melihat sikap hakim yang tidak sesuai atau melihat hakim melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim dapat melaporkan langsung ke Komisi Yudisial. Untuk pelaporan secara langsung bisa datang ke kantor Komisi Yudisial untuk mengisi form dan untuk pelaporan secara online dapat menggunakan website dari Komisi Yudisial di www.komisiyudisial.go.id.

Dengan begini kalian dan kita masyarakat indonesia tidak perlu melakukan PMKH ketika melihat hal yang tidak seharus nya hakim lakukan. Karena dalam menangani kasus tersebut sudah ada lembaga yang berwenang dalam pengawasan seorang hakim.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, diharapkan masyarakat Indonesia dapat menciptakan budaya menghormati hakim serta mencegah dan mengatasi PMKH dalam kehidupan sehari-hari. Mengutamakan saling menghormati, meningkatkan pemahaman, dan melibatkan masyarakat secara aktif akan membawa perubahan positif dalam membangun sistem peradilan yang adil dan bertanggung jawab.

Jangan lupakan pepatah Mulutmu adalah harimau mu ya temen-temen sobat media!

Refrensi

 

https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/publication_detail/78/merekonstruksi-perbuatan-merendahkan-kehormatan-hakim#:~:text=Menurut%20ketentuan%20pidana%2C%20pelaku%20PMKH,217%2C%20224%20dan%20351%20KUHP, Diakses pada 26 Juli 2023 pada Jam 14.35 WITA

https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=18891, Diakses pada26 Juli 2023 pada Jam 15.50 WITA

Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun