Objek Wisata Hutan Mangrove Dumai
      Hutan mangrove Dumai merupakan salah satu objek wisata alam yang terletak di kota Dumai, provinsi Riau, Indonesia. Kawasan hutan mangrove ini memiliki luas sekitar 10.000 hektar dan terletak di sepanjang pantai timur Pulau Sumatra. Hutan mangrove Dumai memiliki sejarah yang cukup panjang, dimulai sejak tahun 1968 ketika pemerintah Indonesia memulai program penanaman mangrove sebagai upaya konservasi dan pengendalian banjir di sepanjang pantai timur Pulau Sumatra. Penanaman mangrove dilakukan di wilayah pesisir Dumai dan sekitarnya, yang pada saat itu masih tergolong sebagai kawasan hutan rawa.
      Selain memiliki manfaat untuk pengendalian banjir dan konservasi alam, hutan mangrove Dumai juga memiliki potensi sebagai objek wisata alam. Oleh karena itu, pada tahun 1999 pemerintah setempat mulai mengembangkan kawasan hutan mangrove sebagai objek wisata alam yang dapat dikunjungi oleh wisatawan.
Sejak saat itu, kawasan hutan mangrove Dumai terus dikembangkan sebagai objek wisata alam yang menarik. Beberapa fasilitas seperti jembatan kayu, tempat duduk, dan gazebo dibangun untuk memudahkan wisatawan menikmati keindahan alam di kawasan tersebut. Selain itu, pengelola objek wisata juga menyediakan layanan seperti penyeberangan dengan perahu, pengepakan ikan, dan penjualan makanan dan minuman.
Seiring berjalannya waktu, mangrove di Dumai tumbuh subur dan berkembang menjadi hutan mangrove yang luas. Hutan mangrove ini kemudian menarik perhatian wisatawan karena keindahan alamnya dan potensi sebagai tempat wisata yang menarik. Pada tahun 1999, pemerintah setempat memutuskan untuk mengembangkan kawasan hutan mangrove Dumai sebagai objek wisata alam.
Tempat wisata hutan mangrove Dumai terletak di kawasan pesisir timur Pulau Sumatera, lebih tepatnya di Desa Sungai Gelam, Kecamatan Sungai Sembilan, Kota Dumai, Provinsi Riau, Indonesia. Lokasi hutan mangrove ini terletak sekitar 14 kilometer dari pusat kota Dumai dan dapat ditempuh dengan waktu sekitar 30 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor.
Untuk memudahkan pencarian lokasi hutan mangrove Dumai, wisatawan dapat menggunakan aplikasi peta atau GPS di smartphone mereka. Selain itu, pengelola objek wisata juga menyediakan papan petunjuk arah yang terpasang di sepanjang jalan menuju lokasi hutan mangrove, sehingga wisatawan tidak akan kesulitan untuk mencapai tempat tersebut.
Kaitan Hutan Mangrove Dengan Ilmu Geosfer :
      Hutan mangrove memiliki kaitan yang erat dengan ilmu geosfer, terutama pada aspek pembentukan dan fungsi ekosistemnya. Geosfer sendiri merupakan salah satu dari empat lapisan bumi yang terdiri dari batuan dan mineral di bawah permukaan bumi.
Pada aspek pembentukan, hutan mangrove terbentuk dari pengendapan lumpur dan material organik yang dibawa oleh arus laut dari muara sungai. Material ini kemudian menumpuk dan membentuk substrat yang cocok untuk pertumbuhan mangrove. Proses ini sangat bergantung pada faktor geosfer seperti aliran air, tekstur dan kandungan bahan organik dari substrat, serta komposisi mineral di dalamnya.
Selain itu, hutan mangrove juga memiliki fungsi penting dalam menjaga stabilitas geosfer pesisir. Hutan mangrove berfungsi sebagai penahan erosi, mengikat material sedimen, dan melindungi daerah pesisir dari gelombang laut. Oleh karena itu, keberadaan hutan mangrove memiliki peran yang penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem di pesisir.
Dalam ilmu geosfer, pengelolaan hutan mangrove juga dianggap sebagai salah satu cara untuk meminimalkan risiko bencana alam seperti tsunami dan banjir. Sebagai contoh, di Indonesia, upaya penanaman kembali hutan mangrove telah dilakukan untuk mengurangi risiko kerusakan ekosistem dan dampak bencana alam yang sering terjadi di wilayah pesisir.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hutan mangrove memiliki kaitan yang sangat erat dengan ilmu geosfer, terutama pada aspek pembentukan dan fungsi ekosistemnya dalam menjaga keseimbangan geosfer di wilayah pesisir.
Hubunngan teori doxey terhadap tempat wisata hutan mangrove di dumai :
      Teori Doxey dapat juga dihubungkan dengan tempat wisata hutan mangrove di Dumai, terutama dalam hal dampak pariwisata terhadap masyarakat lokal dan lingkungan sekitar. Dalam tahap awal pengembangan pariwisata di Dumai, masyarakat lokal mungkin merasakan euforia karena kehadiran wisatawan dapat membawa manfaat ekonomi bagi mereka. Namun, pada tahap selanjutnya, masyarakat lokal dapat merasa terganggu dan tidak nyaman karena terlalu banyak wisatawan yang datang, memadati area hutan mangrove, serta membawa dampak negatif terhadap lingkungan sekitar.
Dampak pariwisata yang mungkin dirasakan oleh masyarakat lokal di Dumai adalah peningkatan harga barang dan jasa, meningkatnya kemacetan lalu lintas, serta hilangnya aksesibilitas dan hak atas sumber daya alam yang digunakan oleh masyarakat lokal. Selain itu, pengunjung yang tidak sadar dapat merusak lingkungan mangrove, termasuk membawa sampah dan merusak habitat flora dan fauna yang ada di hutan mangrove.
Untuk menghindari terjadinya dampak negatif pariwisata yang berkelanjutan, maka perlu adanya upaya pengelolaan dan pengembangan wisata yang berkelanjutan, serta melibatkan partisipasi aktif masyarakat lokal. Pengembangan wisata yang berkelanjutan harus memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan kebutuhan masyarakat lokal dalam mengakses sumber daya yang ada di sekitar area wisata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H