Suatu hari di Biak Utara,Papua lahirlah putra dari Willem Dimara yang bernama Johannes Abraham Dimara dengan nama sebutan kecilnya Arabei lahir pada tanggal 14 April 1916. Johannes Abraham Dimara merupakan sosok yang sangat pemberani,saat berusia 13 tahun. JA Dimara meninggalkan kampung kelahirannya dan dibawa ke ambon,ia dibesarkan oleh Elis Mahubesi seorang Kepala Polisi Ambon. Di Ambon ia menyelesaikan Sekolah Dasarnya pada tahun 1930,lalu melanjutkan pendidikan sekolah pertanian di Laha. Tahun 1935-1940 JA Dimara berhasil menempuh pendidikan sekolah injil.
"Dimara apa yang akan kamu capai setelah lulus pendidikan sekolah?" ucap Elis
"Saya ingin menjadi seorang guru bu" jawab Dimara
"Mengapa kamu ingin menjadi seorang guru nak,kamu tidak akan seperti Ayahmu seorang Korano (Kepala Kampung) saja?" ucap Elis
"Tidak ibu sebagai lulusan sekolah agama,saya ingin bekerja sebagai guru injil saja" jawab Dimara
"Baiklah kalo itu maumu,dimana kamu akan bekerja nak?" tanya Elis
"di Kecamatan Leksuka,Pulau Buru" ucap Dimara
   Akhirnya Johannes Abraham Dimara bekerja sebagai guru agama kitab injil di bawah pimpinan Belanda.
   Pada Tahun 1942 tak disangka bala tentara Jepang memasuki Pulau Buru,hingga penyebab semua sekolah pun ditutup. Saat salah satu prajurit bertemu seorang warga penduduk ia pun bertanya.
"Adakah orang asli tanah Papua disini?" tanya Prajurit
"Benar ada disini,dia seorang guru agama injil ia asli dari Papua" ucap warga penduduk
"Siapakah dia,apa namanya dan tinggal dimana?" tanya Prajurit
"Dia bernama Johannes Abraham Dimara" jawab warga penduduk
   Tak lama kemudian Johannes Abraham Dimara diperintah menghadap komandan pulau Buru, ia bernama Ishido, kepala pemerintah ( Watanabe ).
"Apakah benar kamu orang asli dari papua ?" tanya Ishido
"Ya benar saya orang papua" jawab Dimara
Setelah itu Ishido mengajak Johannes Abraham Dimara untuk bergabung ke dunia kemiliteran. Johannes Abraham Dimara pun mau ikut bergabung.
Â
  Â
    Pada tahun 1946, Johannes Abraham Dimara memimpin pasukan kecil yang berhasil merebut kantor wedana dan ia juga ikut serta dalam Pengibaran Bendera Merah Putih di Namlea pulau Buru. Pada masa perang Pulau Buru terdapat pertempuran antara bala tentara dan tentara Amerika Serikat. Markas Komando pasukan Jepang di Ambon terisolasikan sehingga putus komunikasi dan terlambat mendengar berita proklamasi kemerdekaan pada bulan Mei 1996.
   Saat Kapal Sindoro yang mengibarkan Bendera Merah Putih membawa pasukan ALPI yang berasal dari Maluku datang pada 1946, semangat Johannes Abraham Dimara membara. Rasa nasionalisme Johannes Abraham Dimara pun meningkat. Johannes Abraham Dimara lalu menyelidiki maksud kedatangan kapal tersebut untuk apa.
   Saat itu Dimara naik ke atas kapal ia bertemu Kapten Ibrahim Saleh dan Yos Sudarso.
"Mengapa kalian berdua ada disini" ucap Dimara
"JA Dimara apakah saya boleh meminta bantuan untuk membantu menyebarkan berita Proklamasi Kemerdekaan?" tanya Yosudarso
"Boleh saja,ayo kita harus punya semangat yang membara" jawab Dimara
   Dengan rasa nasionalisme yang membara yang membuat Johannes Abraham Dimara menyarankan agar kapal berlabuh di Tanjung Nameke.Kedatangan JA Dimara disambut polisi setempat lalu rombongan tersebut dicegah untuk tidak turun dari kapal.
"Mohon untuk tidak turun dari kapal" ucap polisi yang mencegah kapal Dimara
Dimara pun akhirnya menyakinkan polisi tersebut dengan menyakini polisi dengan alasannya
"Tidak pak saya tidak akan turun dari kapal,justru saya akan menjaga pasukan saya agar tidak turun dari kapal" ucap JA Dimara
   Polisi pun terbujuk,ia menyerahkan semua semuanya kepada JA Dimara.
6 April 1946 Adam memberi semangat "inilah saatnya untuk menghabisi belanda"
Semua pasukan pun akhirnya kembali bangkit mempunyai semangat yang tinggi setelah mendengar kalimat semangat itu. Lalu Johannes Abraham Dimara dipilih oleh pasukannya sebagai seorang pemimpin karena sosok Dimara yang sangat berani dan bertanggung jawab pada masa pendudukan Jepang ia pun dinobatkan sebagai pemimpin. Anton Papilaya juga dipilih sebagai pemimpin karena ia juga merupakan sosok yang pemberani yang datang dari Jawa.
   Pagi hari pasukan Belanda telah menguasai dan melakukan operasi pembersihan. Para Kepala Kampung pun bertanya.
"Siapa yang mempunyai serangan" tanyanya
Johanes Abraham Dimara dan Anton Papilaya menjawab
"SAYAAA" jawab keduanya
"Ayo tangkap mereka" ucap pasukan Belanda
   Johannes Abraham Dimara dan Anton Papiliya pun tertangkap langsung dibawa oleh pasukan Belanda ke pengadilan untuk diberikan hukuman. Tetapi nasib JA Dimara lebih baik ia berhasil melarikan diri.
   Johannes Abraham Dimara berlari dengan sangat Cepat.
"Blughhh" suara Dimara menabrak orang
"Maaf pak" ucap Dimara
"Kamu kenapa nak" tanya Kepala Kampung
"Tidak apa apa pak saya hanya dikejar oleh pasukan Belanda saja" ucap Dimara
"Ohh rupanya kamu sedang dikejar pasukan Belanda yaa,yasudah ikut aku saja aku akan melindungimu" ucap Kepala Kampung
Â
   Tanpa pikir panjang Johannes Abraham Dimara pun mengikuti Kepala Kampung tersebut dan ia diberi sebuah perahu untuk melarikan diri untuk menjauhi pasukan Belanda dan keluar dari Pulau Buru.
   Saat sedang mendayung perahu Johannes Abraham Dimara mengarahkan perahunya ke Pulau Sanana. Ternyata tak disangka Kepala Kampung tidak benar benar membatu Johannes Abraham Dimara untuk melarikan diri dari pasukan Belanda melainkan sebaliknya. Kedatangannya dilaporkan oleh Kepala Kampung,lalu ia pun kembali dikejar oleh para pasukan Belanda.
   Akhirnya Johanes Abraham Dimara, Abdullah Kaban dan Adam Patisahursiwa mantan asisten wedana ditangkap, ditahan di kantor polisi Sanana. Pasukan Belanda pun menyarankan mereka untuk diborgol Karena takut mereka melarikan diri lagi,Kepala Polisi memerintahkan tangan mereka diborgol. Ketika kapal penjemput datang dari Ambon, mereka diangkat ke sebuah sekoci.
"Ikat mereka berdua masukan ke dalam karung. Ikat sampai pinggang!", perintahnya
"Baik " ucap pasukannya
JA Dimara, Abdullah Kaban dan Adam Patisahursiwa dalam posisi tangan terikat, kaki dalam karung ia digelandang ke sekoci. Saat turun dari kapal langsung diangkut ke penjara Pohon Pale, yang sudah disiapkan oleh pegawai penjara.
   Pada akhir bulan Desember 1949, Dimara dibebaskan dari penjara karena perubahan situasi politik. Pemerintah Belanda telah mengakui kedaulatan RI.
Setelah melewati perjuangan panjang, akhirnya Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949.
   Johannes Abraham Dimara kemudian bergabung dengan Batalyon Pattimura APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) dan ikut serta dalam operasi militer RMS (Republik Maluku Selatan).
   Pada saat itu Johannes Abraham Dimara ikut dalam pembebasan Irian Barat dan menjadi anggota OPI.
   Johannes Abraham Dimara diangkat menjadi ketua Organisasi Pembebasan Irian (OPI). Atas perintah dari Presiden Soekarno, Johannes Abraham Dimara bersama 40 anggotanya berangkat ke Irian Barat untuk melawan Belanda.
"Dimara, tindakan kamu ini sangat bagus dan kamu patut untuk diangkat menjadi ketua Organisasi Pembebasan di wilayah Irian Barat ", ucap Soekarno.
" Terimakasih pak, sudah mempercayakan saya dan diangkat menjadi ketua organisasi tersebut ", jawab Dimara.
Â
   Suatu hari disaat Soekarno mengumumkan Trikora, Dimari ada disamping Soekarno. Beliau tampil menjadi sosok pemuda Papua dan bersama Soekarno menyerukan Trikora.
" Perhatian, kepada para rakyat Irian Barat mari kita dukung integrasi Irian Barat supaya lebih maju ", ucap Dimara.
" Hidup rakyat Irian Barat!! "
" Dimara anda ikut saya ke New York untuk mewakili Indonesia dalam acara delegeasi ", ujar Soekarno.
" Siap pak! ", jawab Dimara.
Â
   Saat sedang ada pawai 17 Agustus di depan istana, Dimara memakai pakaian yang menarik perhatian Soekarno.
" Hai Dimara, terinspirasi darimana anda memakai kostum seperti itu? ", tanya Soekarno.
" Saya sendiri pak yang ingin memakai kostum seperti ini ", jawab Dimara.
" Sungguh unik Dimara sepertinya ada makna lain dari anda memakai baju itu ", ucap Soekarno.
" Tidak ada ", ucap Dimara.
" Menurut saya pakaian mu yang sekarang ini bisa dipakai untuk pembuatan patung pembebasan di Irian Barat ", ucap Soekarno.
" Saya setuju baik pak saya akan mepersiapkan semuanya ", ucap Dimara.
Â
   Akhirnya patung tersebut dibuat dilapangan Banteng. Dimara pun ikut serta dalam pembuatan patung tersebut.
   Mengingat jasa-jasanya yang luar biasa itu, Presiden menaikkan pangkatnya secara luar biasa dari Pembantu Letnan menjadi Mayor. Dalam sejarah TNI, barangkali hanya Dimara yang pernah memperoleh penghargaan kenaikan pangkat secara luar biasa. Pelatihannya dilakukan oleh Jenderal Gatot Subroto (Wakil Kepala AD) bertempat di MBAD pada tanggal 28 April 1962. Selanjutnya Dimara memang tidak terjun langsung dalam jajaran Komando Trikora, karena sebagai anggota Dewan Pertahanan Nasional kiprah dalam jajaran politik.
Johanes Abraham Dimara meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2000. Ia mendapat beberapa tanda penghargaan dari pemerintah, antara lain Satyalancana Perang Kemerdekaan Kesatu dan Satyalancana Bhakti.
Dia dijuluki "sang mutiara hitam" karena seorang yang pemberani dan sosok yang sangat meinspirasi dengan menyimbolkan Patung Hitam pembebasan Irian Barat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H