Mohon tunggu...
Dinda maharani
Dinda maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Manusia yg sangat periang, itu aku ..

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Reformasi Pajak: Membangun Fondasi yang Kokoh Untuk Kesejahteraan Bersama

3 April 2024   23:08 Diperbarui: 3 April 2024   23:09 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu Official assessment system,
Self assessment system, dan With holding system (Mardiasmo, 2016).
• Official assessment system
Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan
sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang undangan perpajakan yang berlaku.
• Self assessment system
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak dalam menentukan sendiri
jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
• With holding system
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Reformasi administrasi perpajakan
Pengertian reformasi administrasi perpajakan
Pengertian Reformasi Perpajakan Menurut (Suandy, 2014) reformasi pajak dilakukan karena
Pemerintah menganggap bahwa peraturan perpajakan yang berlaku saat itu (tahun 1983) adalah
peninggalan kolonial Belanda yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, tidak sesuai
dengan struktur dan organisasi pemerintahan tidak berdasarkan Pancasila, dan tidak lagi sesuai dengan
perkembangan ekonomi, yang selama ini berlaku di Indonesia.

Tujuan utama pembaruan perpajakan nasional adalah untuk lebih menegakkan kemandirian
kita dalam membiayai pembangunan nasional. Dengan reformasi pajak diharapkan beban pajak akan
makin adil dan wajar, sehingga satu pihak mendorong wajib pajak melaksanakan kesadaran kewajiban
membayar pajak dan di lain pihak menutup peluang-peluang yang selama ini masih terbuka bagi wajib
pajak untuk menghindari wajib pajak. Dengan reformasi pajak diharapkan sistem pajak yang
sederhana dan mudah dimengerti oleh setiap wajib pajak. Untuk itu sistem pajak yang didasarkan pada
prinsip keadilan dan kewajaran, dan sistem pajak yang memberikan kepastian bagi setiap wajib pajak.
Reformasi perpajakan di Indonesia pertama diluncurkan tahun 1983 dengan digantikannya
sistem official assessment menjadi self assessment, dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk
melaksanakan sendiri kewajiban pajaknya. 

Selanjutnya pada tahun 1994, reformasi pajak sebagai
upaya merespon globalisasi dunia yang semakin kuat. Perubahan khususnya secara teknis perpajakan
yang makin meengurangi kesenjangannya dengan praktik akuntansi yang dibarengi dengan regulasi
bidang perpajakan yang makin luas dan instrumen hukum yang lebih baik. Tahun 2000, kembali
pemerintah menyusun reformasi perpajakan yang merombak struktur badan peradilan pajak menjadi
badan peradilan independen yang tunduk pada struktur peradilan dibawah Mahkamah Agung.


Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar disegala aspek perpajakan. Menurut
(Satriyo, 2009), reformasi perpajakan yang sekarang menjadi prioritas menyangkut modernisasi
administrasi perpajakan jangka menengah (tiga hingga enam tahun) dengan tujuan tercapainya:
pertama, tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi. Kedua, kepercayaan terhadap administrasi
perpajakan yang tinggi, dan ketiga, produktivitas aparat perpajakan yang tinggi.
Sebagaimana kondisi masyarakat yang selalu berubah dan tuntutan adanya reformasi disemua
bidang, kondisi dan situasi yang terjadi didalam proses pemberian pelayanan maupun penerapan
administrasi kepada wajib pajak juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Saat ini wajib pajak
sudah semakin kritis dalam melihat setiap perubahan kebijakan pemerintah terutama dalam bidang
fiskal. Kondisi ini mau tidak mau mengharuskan Direktorat Jendral Pajak untuk melakukan reformasi
dibidang perpajakan.

 Sebagaimana yang menjadi sasaran sejak tahun 2002, bahwa reformasiperpajakan secara komperhensif sebagai satu kesatuan dilakukan terhadap tiga bidang pokok atau
utama secara langsung menyentuh pilar perpajakan, yaitu: Bidang administrasi, Bidang peraturan, dan
Bidang pengawasan.
a. Bidang administrasi, yakni melalui modernisasi administrasi perpajakan.
b. Bidang peraturan, dengan melakukan amandemen terhadap Undang-
    Undang perpajakan.
c. Bidang pengawasan, membangun bank data perpajakan nasional.

Dari sisi administrasi, UU HPP menutup berbagai celah aturan (loop holes) yang masih ada
dan mengadaptasi perkembangan baru aktivitas bisnis terkini. Hal ini berkaitan dengan
maraknya bisnis yang berbasis digital mengikuti pesatnya kemajuan teknologi informasi.
Sedangkan dari sisi kebijakan perpajakan, UU HPP akan memperkuat aspek keadilan dalam
hal beban pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak, serta keberpihakan untuk mendukung
penguatan sektor UMKM yang merupakan pelaku utama ekonomi nasional.


UU HPP mencerminkan besarnya komitmen Pemerintah untuk melakukan reformasi kebijakan
fiskal secara menyeluruh. Perbaikan terus-menerus di sisi belanja melalui berbagai upaya
penguatan efisiensi dan efektivitas anggaran harus dibarengi dengan penguatan di sisi
pendapatan. ”Keberhasilan reformasi kebijakan fiskal sangat krusial karena mampu
memfasilitasi reformasi struktural lainnya, seperti reformasi di bidang kesehatan dan pendidikan
untuk penguatan modal manusia (human capital) serta keberlanjutan penguatan infrastruktur
(physical capital). Reformasi struktural akan membentuk fondasi bagi ekonomi yang semakin
tumbuh tinggi secara berkelanjutan ke depan untuk mencapai Indonesia Maju 2045, melalui
penciptaan iklim investasi dan bisnis yang kompetitif”, lanjut Febrio.


UU HPP juga akan menguatkan efektifitas fungsi APBN, yang meliputi fungsi alokasi, distribusi,
dan stabilisasi untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Ketiga fungsi APBN tersebut
akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila ditopang oleh pendapatan negara yang kuat,
pengelolaan belanja negara yang berkualitas, dan pengelolaan pembiayaan yang inovatif dan
berkelanjutan. Fungsi alokasi terkait dengan penyedian berbagai pelayanan publik seperti
pendidikan, kesehatan, keamanan dan ketertiban serta sarana dan prasarana kegiatan
ekonomi lainnya. Sedangkan fungsi distribusi erat kaitannya dengan upaya pemerataan hasil hasil pembangunan, baik antar-penduduk maupun wilayah. Berbagai bentuk program bantuan sosial kepada keluarga miskin dan hampir miskin serta program pembangunan kawasan tertinggal dan terluar (perbatasan) merupakan contoh paling nyata pelaksanaan fungsi
distribusi APBN. Sementara itu, fungsi stabilisasi APBN menyangkut upaya-upaya Pemerintah
dalam penanggulangan krisis ekonomi, seperti langkah cepat dan darurat oleh Pemerintah
dalam rangka penanggulangan krisis akibat pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir.


Pada hampir semua negara maju, perpajakan menjadi penopang pendapatan negara.
Keberhasilan reformasi perpajakan menjadi faktor dibalik tingginya angka rasio penerimaan
pajak terhadap PDB (tax ratio) di negara-negara maju tersebut. Sebagai ilustrasi, rata-rata tax
ratio di negara-negara OECD berdasarkan data World Development Indicators Bank Dunia
tahun 2019 mencapai 15,87% PDB. Oleh sebab itu, reformasi perpajakan dalam UU HPP
SP – 30 /BKF/2021

memperhatikan praktik-pratik administrasi dan kebijakan terbaik (best practices) yang berhasil
di dunia, disamping mengikuti dinamika bisnis terkini. Basis dari reformasi perpajakan yang ideal yang dilakukan melalui UU HPP adalah aspek keadilan dan keberpihakan. Di sisi pajak penghasilan (PPh), keadilan dan keberpihakan dalam
UU HPP tercermin pada (i) dukungan penguatan UMKM dengan memberikan batasan
peredaran bruto usaha tidak kena pajak sebesar Rp500 juta dan tetap mempertahankan diskon
PPh 50%, (ii) perbaikan progresivitas PPh Orang Pribadi (OP) dengan melebarkan rentang
penghasilan kena pajak s.d. Rp60 juta untuk lapisan tarif PPh OP terendah 5% dari yang
sebelumnya hanya s.d. Rp50 juta, dan menambah satu lapisan tarif PPh OP tertinggi 35% untuk
penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar per tahun, (iii) perluasan basis pajak dengan
menerapkan pajak atas natura (fringe benefit), serta (iv) mempertahankan tarif PPh badan
mulai Tahun Pajak 2022 sebesar 22%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun