Mohon tunggu...
Dinda Lindia Cahyani
Dinda Lindia Cahyani Mohon Tunggu... Pembelajar -

Bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Polemik Kasus Kriminal Mengatasnamakan Agama

25 Maret 2018   17:25 Diperbarui: 25 Maret 2018   17:56 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyergapan serangan di Perancis, sumber : captured from www.independent.co.uk, dokpri

Jum'at, 23 Maret 2018, tepatnya kemarin malam saya berkunjung ke rumah teman untuk bersilaturahmi sambil makan malam bersama dengan santapan khas Senegal, Afrika. Terbiasa dengan diskusi maka selalu saja ada yang menjadi pembahasan. Kali ini berita yang begitu hangat terjadi pada siang hari Jum'at itu.

Pukul 10.00 pagi hari seorang lelaki bernama Radouane Lakdim, 25 tahun, sekitar 461 km dari kediaman saya, melakukan aksi brutal menembakkan peluru ke empat orang petugas di pangkalan militer dari jarak  200 meter. Dia berhasil melukai seorang petugas dengan luka serius di tulang rusuk dan kebocoran paru-paru. Sebuah peluru bersarang di dekat jantung salah satu petugas.

Lantas dari sana Lakdim melarikan mobil yang dirampasnya dari warga ke Super U supermarket berkisar 8 kilometer di Trebes, wilayah selatan Perancis, kota di dekat Carcassonne(kediaman Lakdim). Pukul 11.00 waktu Perancis, dia bergegas ke sebuah toko lalu menembak mati seorang pekerja dan seorang pelanggan. Seorang polisi yang kebetulan sedang berbelanja dengan istrinya segera bertindak memanggil pusat keamanan. Pihak kepolisian segera mengepung tempat tersebut. Kali ini Lakdim menyandra seorang pelanggan. Polisi mengevakuasi seluruh pelanggan kecuali yang menjadi sandera. Seorang petugas bernama Arnaud Beltrame, 44 tahun, dengan berani menawarkan diri menukar tempat dengan pelanggan untuk menjadi sandera. Lakdim setuju. Kondisi tidak dapat dikendalikan, Lakdam mengaku sebagai anggota ISIS dan meminta pemerintah Perancis melepaskan Salah Abdeslam yang merupakan tersangka penyerangan di Paris pada Nopember 2015. Beltrame membiarkan sambungan ponselnya aktif sehingga pihak kepolisian mengetahui kondisi di dalam toko. Saat polisi mendengar suara tembakan, lantas polisi langsung menembak mati Radouane Lakdim di tempat. Dan petugas yang disandera, Arnaud Beltrame pun meninggal setelah dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami luka tembak di kerongkongannya.

Saat mendengar kejadian itu, saya ingin segera menulis mengenai berita tersebut. Namun karena satu dan lain hal sehingga baru kali ini saya sempat menuliskannya. Bukan ingin menjadi sok bijak atau merasa paling mengerti dalam agama. Namun lagi-lagi yang menjadi sorotan atas serangan ini adalah umat muslim secara global.

Saya memutar video berita tersebut di sebuah channel youtube. Yang menjadi perhatian saya bukan hanya isi berita, melainkan komentar di bawah video yang diupload tersebut. Kalimat sindiran, sumpah serapah, dan rasis lainnya melayang pada agama Islam. Jelas ini pasti terjadi, dan hal ini wajar terjadi. Karena Radouane Lakdim, yang berusia  25 tahun itu, lahir di Maroko, berkebangsaan Perancis, namun yang digarisbawahi adalah dia mengaku seorang "Muslim".

Apapun pendapat ulama  bahwa Islam tak pernah mengajarkan membunuh jiwa tak berdosa, tidak lantas melepaskan stigma negatif terhadap agama dan komunitas muslim. Walau daftar hitam Lakdim sebagai pelaku criminal dan transaksi narkoba, tidak pula menghilangkan fakta bahwa dia seorang muslim. Dan hal itu menambah coreng di muka umat muslim keseluruhan.

Kau tahu kenapa? Ingat hadits bahwa umat muslim itu adalah satu tubuh, jika ada bagian tubuh yang terluka, maka yang lain merasakan sakitnya. Jika tercoreng muka, maka diri seluruhnya merasakan malu. Jika satu muslim berulah, maka seluruh jama'ahnya merasakan akibatnya.

Saya yakin bahwa fitnah apapun yang dilayangkan kepada 'agama' tidak lantas membuat Islam menurun derajatnya. Tidak lantas cahaya Islam meredup dibuatnya. Namun yang akan mendapatkan konsekuensi terhina adalah umat muslim secara global. Stigma brutal akan tersemat bagi muslim yang bahkan tak bersalah atas tindakan kriminal. Entah itu persekusi atau sikap buruk yang akhirnya dilayangkan kepada muslim tanpa melihat bagaimana karakter ramahnya. Sehingga memicu tindakan rasis dan kebencian terhadap muslim.

20 September 2017, seorang wanita muslim dan siswi berusia 12 tahun ditabrak seorang lelaki di London. Dengan alasan balas dendam terhadap serangan bom yang terjadi lima hari sebelumnya. Padahal korban tidak memiliki sangkut-paut dengan pelaku pemboman tersebut. Hanya karena mereka menggunakan kerudung dan identitas mereka muslim aksi tersebut terjadi.

11 Maret 2018, New York Times melansir berita dari London mengenai surat kaleng yang dikirimkan ke sejumlah rumah, dengan isi surat yang memprovokasi untuk melukai muslim dan akan mendapatkan hadiah atas tindakan tersebut.

Entah berapa banyak korban aksi kriminal yang didasari kebencian terhadap Islam ini terjadi. Entah itu penganiayaan di publik, pemukulan, pemerkosaan bahkan sampai pembunuhan terjadi akibat timbulnya rasa benci atas Islam. Semua itu terjadi tidak lain karena mereka yang mengaku muslim namun menyalahgunakan identitasnya dengan mengatasnamakan agama.

Penjahat itu tetap penjahat walau dia beragama Islam atau bukan, bahkan sekalipun dia tak beragama. Karena yang salah adalah akalnya yang keliru memahami ayat-ayat suci.

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada setiap muslim, jangan salah gunakan jabatanmu sebagai hamba Allah dan mengatasnamakan agama atas tindakan kriminal yang dilakukan. Sebelum mengkritisi umat agama lain, maka kritisi kelompok diri sendiri. Apakah kita sudah bisa menjadi muslim yang benar-benar menggunakan akal atau hanya muslim yang mengikuti hawa nafsu? Tidak semua ayat-ayat di dalam Al-Qur'an itu bisa mudah dipahami dengan dengkul. Tapi gunakan akal untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Jangan lagi karena kelakuan kita yang "merasa" pemegang kunci surga lantas merendahkan orang lain di luar agama Islam. Akhirnya kelakuan kita yang sombong itu malah mencoreng nama Islam sebagai agama yang menyebarkan kedamaian dan kasih sayang. Kelakuan kita malah menjadikan Islam sebagai kambing hitam atas tindakan kriminal. Bukannya mendekatkan orang lain pada Islam, malah membuat jurang pemisah yang lebar dan kebencian yang besar.

Atas serangan di Perancis itu, saya merasa sedih pada kedua belah pihak. Entah itu pelaku atau pun korban. Tak ada yang didapatnya dari menebarkan teror pada orang-orang yang tak bersalah, dia masih muda, semoga Allah mengampuni dosanya. Bagi korban pun sama, dia telah menjadi penyelamat bagi orang lain dan menempatkan dirinya demi menolong jiwa orang lain yang sama sekali bukan keluarga. Hanya demi menjalankan tugasnya sebagai penjaga keamanan dan kemanusiaan. Dia telah menjadi pahlawan bagi setiap orang. Rest in peace. 


Ingat kata Ali radiallahu anhu, people are of two types. They are either your brother in faith or your equals in humanity. Terjemahkan sendiri, biar MIKIR! 

Referensi : 

www.theguardian.com 

www.nytimes.com 

www.independent.co.uk

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun