Yasonna laoly sebagai menkumham mengatakan pada pasal penghinaan presiden dan wakilnya yang terdapat dalam RKUHP ini tidak ada maksud untuk memberikan batasan terhadap kritikan, akan tetapi hak hukum melindungi harkat dan martabat disini adalah berhak dimiliki setiap orang, jadi adanya pasal tersebut hanya sebagai batasan yang mana seharusnya dijaga oleh masyarakat indonesia yang beradab.
Kepastian akan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden ini yang di sampaikan oleh menkumham Yasonna Laoly memang benar -- benar tidak ada unsur untuk membatasi kritik yang mana menurutnya dalam peraturan perundang -- undangan di Indonesia ini membuka selebar -- lebarnya ruang untuk berkritik.
Dari yang telah kita ketahui mengenai draft RUU KUHP yang pada saat itu menjadi pembicaraan hangat di masyarakat hingga sejumlah mahasiswa juga melakukan seruan aksi penolakan RUU KUHP tersebut yang dimana isi pasal tersebut terdapat keberadaan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden.
Munculnya kembali pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden ini sama saja menghidupkan kembali pasal yang dulunya telah di hapuskan oleh  MK lima belas tahun yang lalu, yang mana hal tersebut dianggap alat pembungkam kritikan. Namu beberapa dari pihak DPR yang ikut serta dalam merumuskan pasal ini menganggap bahwa pasal ini berbeda dengan pasal yang kemarin di hapuskan oleh MK yang mana pasal ini adalah delik aduan.
Jika memang adanya pasal ini merupakan pidana dan seharusnya bukan mengenai pemenjaraan, sejauh ini orang yang terjerat dalam undang -- undang ITE yaitu adanya kritikan tentang kebijakan pemerintah. Pasal penghinaan presiden dan wakil presiden ini hanya berkaitan dengan orang yang melakukan perbuatan yang mana hal tersebut merendahkan harkat dan martabat presiden.
Hal ini terdapat pada bab II tindak pidana. Pasal -- pasal yang dimaksud tersebut yaitu pasal 217, pasal 218 ayat 1 dan pasal 219. Perlu diketahui tidak hanya presiden saja, melainkan ada juga pasal penghinaan DPR yang tercantum dalam RKUHP ini yaitu terdapat pada pasal 353 ayat 1.
Menkumham Yasonna Laoly menegaskan bahwasanya terkait pasal penghinaan presiden dan wakil presiden ini jelas berbeda dengan adanya pasal yang pada saat itu dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Ada seorang menteri yang berasal dari Tapanuli Tengah mengatakan bahwasanya sosialisasi tentang RKUHP mendapatkan respon baik dan positif dikalangan masyarakat.
Penolakan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden karena adanya pasal tersebut berpotensi pasal karet yang mana hal -- hal yang berkaitan dengan pasal ini mengahambat adanya dan membatasi bebasnya berpendapat dan mengkritik. Adanya ancaman dari pasal ini yaitu maksimal 3,5 tahun penjara. Berbeda lagi jika penghinaannya melalui media sosial maka ancamannya yaitu 4,5 tahun penjara.
Adanya pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden ini mengakibatkan munculnya polemik di masyarakat sehingga beberapa dari pihak yang setuju mengatakan bahwasanya presiden merupakan simbol negara indonesia yang mana presiden disini sangat berperan dalam pemerintahan di indonesia.
 Adapun kepentingan negara yang menjadi tanggung jawab presiden dan juga kekuasaan negara jadi perlu adanya norma hukum yang dapat mengatur terkait adanya martabat dan kehormatan agar bisa tetap terjaga. Dan ada beberapa pakar yang setuju dan perlu pasal tersebut di pertahankan adanya yang mana pasal ini secara universal aturannya berkaitan dengan penghinaan baik sebagai kepala negara maupun simbol negara tetap dipertahankan.
 Akan tetapi yang perlu diubah dari adanya polemik di masyarakat ini adalah bentuk dari deliknya yang mana awal mulanya berasal dari delik formil dan kini menjadi delik materil, sehingga menimbulkan adanya perbedaaan pendapat yang mana hal tersebut merupakan bukan lah hal yang pidana.