Moskva, 8 November 2006. Malam begitu dingin, sedingin hatiku yang masih terkejut dengan Rusia. Jujur, aku masih belum percaya jika aku ditempatkan di kota Rostov-on-Don. Setahuku Rusia hanya kota Moskva dan St. Petersburg saja. Ah, ingin rasanya mengamuk agar pejabat kementrian yang kejam itu berubah pikiran dan menempatkanku di kota Moskva. Aku ingin dekat dengan Abangku, aku masih rindu dengannya.
Aku bingung, kenapa lembaga yang mengurusi beasiswa tak memberitahukan jika kota penempatan akan diumumkan setelah kami tiba di Rusia? Aku kesal,
akhirnya aku tersadar, karena bukan hanya aku sajalah yang merasa terbuang, tapi teman-teman seperjuanganku juga. Pikiranku mulai kacau dan aneh. Aku memang masih takut dengan hal-hal baru, namun meskipun begitu, aku terus berdoa semoga semuanya lancar dan aku bisa sampai dengan selamat di kota tujuan, Rostov-on-Don. Sifat asliku yang penakut terlihat juga, tapi kurasa itu wajar, semua orang pastinya merasakan hal yang serupa.
Kereta api pun datang, kami langsung memasukinya. Bentuk keretanya seperti bentuk kereta Eropa, ada asap yang keluar dari corong pembakarannya dan ruangannya berkamar-kamar. Di kereta ini, aku menempati kelas kupe. Kereta luar kota Rusia ini memiliki dua kelas di setiap gerbongnya, kelas kupe dan kelas plaskart. Di kelas kupe, satu kamarnya terisi oleh empat tempat tidur, dua tempat tidur di bawah dan dua tempat tidur di atas. Sedangkan di kelas plaskart atau kelas ekonomi, secara umum sama dengan di kelas kupe, hanya saja privasinya kurang baik, banyak terlihat orang berlalu-lalang.
Meskipun aku ditempatkan di kelas kupe, tapi sayang aku terpisah dari teman-temanku, dan itu sangat menyebalkan. Suasana keretanya remang-remang dan pengap, akibat bau asap dari sisa pembakaran. Sekali lagi aku berpikir, kenapa aku dipisahkan dari teman-temanku? Apa karena aku menggunakan jilbab? Aku memang tak melihat ada yang berjilbab, mungkin karena itu aku dianggap aneh. Entahlah.
Aku lalu memasuki kamarku, suasananya tak jauh berbeda dengan lorong luar bilik kamar-sepi, cahaya temaram dan hangat. Aku baru tahu jika aku ditempatkan di kamar yang berukuran kecil, dengan hanya ada dua tempat tidur, bukan empat. Aku pun menempati tempat tidur yang ada di bawah, karena aku malas naik ke atas, apalagi aku bukanlah tipe orang pendiam saat tidur, bisa-bisa aku jatuh karena tempat tidurnya tanpa penghalang. Aku merapihkan kamarku, dan mulai cemas dengan teman sekamarku. Mungkinkah teman sekamarku itu seorang lelaki? Jika itu yang terjadi, aku akan memaksa teman seperjuanganku untuk bertukar tempat denganku. Tapi, sampai keretanya
berangkat, tidak ada seorang pun yang datang. Wah, aku sendirian. Aku mendadak histeris. Tak lama kemudian, petugas kereta datang dan memberikan kain dengan corak garis-garis putih-biru. Kain itu dibungkus dengan plastik, rapi dan terlihat higienis. Karena penasaran, aku pun membukanya, ternyata kain itu adalah sarung bantal, kain sprei dan cover selimut. Di tempat tidurnya memang telah ada kasur tipis dan selimut yang terletak di pojok tempat tidur. Setelah membereskan tempat tidurku, aku menatap ke luar jendela. Oo, Tuhan. Kenapa aku harus di tempatkan di kota Rostov-on-Don? Kali ini aku ingin sekali meratap. Aku buta sama sekali tentang peta, peta Indonesia saja tak bisa kuhapal, apalagi peta Rusia. Pikiranku mulai melayang, membayangkan kota Rostov-on-Don. Mungkin inilah kekurangan penerimaan baesiswa di Rusia, karena sejak dulu tak ada pengumuman tentang kota dan nama universitas untuk jenjang S1. Dulu, aku yakin akan diterima di kota Moskva, tapi nyatanya?
Setelah lama memandangi dunia luar yang gelap gulita, daratan Rusia ternyata sangat luas. Aku sama sekali tak bisa menebak apa yang akan kualami di depan sana. Hidupku baru akan dimulai detik ini, sampai lima tahun ke depan. Sesekali aku merasakan silau karena bias lampu jalanan, suasananya sepi sekali dan hanya ada pohon yolki di sepanjang rel. membosankan. Mendadak aku merasakan lapar dan parahnya aku tak membawa bekal makanan. Ternyata di kereta yang mahal ini, sama sekali tak ada fasilitas kansumsi untuk penumpangnya. Ah, merananya nasibku. Aku terus memegangi perut yang kelaparan sampai tertidur. Entah berapa lama.
Aku terbangun saat mendengar suara ketukan di pintu kamar. Jantungku berdebar dan aku telah bersiap mengambil langkah seribu jika ada hal-hal yang tak diinginkan. Aku menuju pintu dan membukanya perlahan. Ah, ternyata Rino, teman seperjalananku dari Indonesia. Dia datang sambil membawakan roti dan minum. Baiknya. Setelah mengetahui keadaanku yang kesepian dan memprihatinkan, Rino pun berjanji akan
sering mengunjungiku. Setelah Rino pamit, aku langsung menyambar roti Rusianya. Dan, wadaw, rotinya sangat keras, seperti kayu saja. Tapi karena aku kelaparan dan tak ada pilihan lain, aku pun terpaksa memakan rotinya. Saat memakannya, rahangku berbunyi dan mulutku terasa ngilu dan sakit. Aku jadi merindukan masakan Mama, walaupun sering keasinan. Mama, sedang apakah Engkau di sana? Aku kembali menikmati roti keras yang berukuran lebih kecil dari sekepalan tangan. Rotinya tak hanya keras, tapi juga susah untuk ditelan. Aku memakannya seperti seorang nenek yang tak lagi bergigi. Lalu aku meneguk air mineral, tapi ada yang aneh saat airnya melewati tenggorokan, seperti ada semut yang menari-nari di tenggorokanku. Akibatnya aku jadi tersedak dan memuntahkan isi mulutku. Aku melihat kemasan airnya, dan ternyata airnya bersoda. Ternyata di Rusia memliki dua jenis air mineral, yaitu : air mineral tanpa soda, yang biasa disebut безгаза atau негазированная, dan air mineral yang bersoda.
Air mineral yang bersoda pun dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu air mineral yang bersoda kuat atau disebut силногазировка, dan air mineral yang bersoda sedang. Menurut mereka, soda yang terdapat di air mineral itu alamiah. Aneh. Mungkin saja yang kuminum tadi adalah air mineral dengan gas tinggi, sehingga menimbulkan rasa nyeri di tenggorokan saat meminumnya terlalu cepat. Setelah duapuluh menit terlewati, aku hanya berhasil menelan tiga potongan kecil roti dan tiga teguk air soda. Aku menyerah. Akhirnya aku pun tertidur karena kelelahan. Aku tak lagi bertenaga.
Pagi hari, aku bangun,aku masih merasakan seperti di alam mimpi. Aku belum bisa menerima sepenuhnya jika aku dalam perjalanan ke kota Rostov-on-Don. karena setiap kali kuterbangun, aku selalu berada di berbagai tempat yang asing. Aku pun seperti merasakan keretanya bergerak maju mundur, seingatku semalam keretanya bergerak maju, tapi sekarang aku melihat posisi tempat duduk itu membelakangiku. Ah, siapa yang telah membolak-balikan kereta? Mungkinkah aku
kembali ke Moskva? Mungkinkah otakku tak beres atau aku masih terkena jetlag? Aku ingin menangis, tapi tak bisa. Matahari telah beranjak naik, sinarnya telah menerangi dunia. Kenapa aku tak lagi mendapati hamparan salju putih? Sejauh mata memandang hanya ada hutan dan padang rumput yang hijau. Setelah itu, aku melewati hutan hijau dengan pepohonan besar yang sejenis pohon pinus. Pepohonan itu masih tetap subur walau musim salju. Pemandangan selanjutnya berganti menjadi lembah-lembah yang tak bertuan. Kesan yang kudapat masih sama, dingin, kaku, dan tak bersahabat. Muncul tanya dalam benakku, aku ini hendak dibawa ke mana? Di sepanjang perjalanan, hanya ada pemandangan yang ekstrim dan menakutkan. Rostov-on-Don, seperti apakah wajahmu?
Rino menjengukku sambil membawa sebuah berita yang membuatku panik. Ia bilang bahwa akan ada beberapa petugas militsya(kepolisian) yang akan datang memeriksa. Situasi di Rusia memang seperti itu, setiap
orang asing diwajibkan untuk membawa document lengkap saat bepergian, bahkan untuk keluar dari asrama sekalipun. Militsya memang suka mencari masalah dengan orang asing, apalagi jika orang asingnya tak bisa berbahasa Rusia. Sikapnya pun tak pernah ramah, mukanya tanpa ekspresi, dingin dan tanpa senyum.
Setelah Rino pergi, ada tiga orang berseragam datang. Mereka memeriksa mmeriksa passport, tiket dan visaku. Mereka berbicara dengan bahasa yang sangat asing bagiku. Aku seperti tuli dan tak bisa berbicara. Tragis. Aku sungguh tak mengerti dengan perkataan mereka, dan akhirnya kucoba berkata dengan bahasa Inggris, namun mereka tak merespon. Akhirnya aku tahu satu fakta tentang Rusia, ternyata masih sedikit sekali masyarakatnya yang mengenal bahasa Inggris. Hampir sama dengan kondisi di masyarakat pedalaman Indonesia. Akhirnya aku menggunakan jurus terakhir : tersenyum. Aku langsung memasang senyum lebar, namun mereka sama sekali tak meresponnya. Mereka hanya memandang keheranan dan akhirnya meninggalkanku begitu saja.
9 November 2006 pukul 22.00, Aku tiba di Rostov-on-Don setelah menempuh perjalanan kereta selama duapuluhenam jam. Selain Rostov-on-Don, Rusia pun mempunyai Rostov yang lain, yaitu Rostov Veliki. Kata On-Don artinya sungai Don, karena kota Rostov memang dilewati sungai Don. Meski keretanya sudah terhenti, aku masih saja memutuskan untuk duduk berdiam diri di kamar, tanpa membuka pintu. Ada suara langkah kaki yang menuju kamarku dan disusul dengan suara yang sudah familiar, bahasa Indonesia. Itu pasti Rino dan seorang senior yang biasa dipanggil Togek, padahal nama aslinya Tegar. Waduhhh! Dalam bayanganku, Tegar itu berambut cepak, berdada bidang, rupawan dan jalannya tegap. Tapi, bayanganku itu salah besar. Perawakan Tegar berbadan kurus, dengan tinggi tidak lebih dari 165 cm, dan berambut panjang melebihi bahu. Aku terus memperhatikannya, ternyata wajahnya mirip dengan actor mandarin : Tao Ming Tse.
Setelah sampai di kota Rostov-on-Don, aku langsung berkenalan dengan para senior. Ada mbak Leli yang
kuliah tingkat dua, di jurusan comers. Angel yang kuliah tingkat satu, di jurusan kedokteran. Dan mas Tegar yang kuliah tingkat dua di jurusan filologi. Dengan kedatanganku dan tiga teman senasib, maka jumlah mahasiswa Indonesia di Rostov-on-Don berjumlah tujuh orang. Lalu aku, Rino dan Andres pergi ke DSTU-Don State Technical University-, diantar oleh Mas Tegar. Sementara Ando yang mengambil fakultas kedokteran, diantar oleh Mbak leli dan Angel. Fakultas persiapan selama satu tahun pun akan dimulai.
Aku mendapatkan kamar di lantai tiga, dengan nomor 333. Awalnya aku paranoid dengan kamar itu, karena angkanya mirip angka keramat. Tapi tetap saja aku tak bisa pindah kamar. Di kamar itu ternyata telah ada seorang mahasiswi dari Nigeria-Afrika, namanya Mariam, dan dia muslim. Alhamdulillah. Selain Mariam, ada juga Mireille yang berasal dari Benin, Ia seorang Kristen katolik yang taat.
Aku langsung akrab dengan Mariam, mungkin karena agama kita sama. Namun dengan Mireille, aku merasakan ada hal yang janggal, dan perasaanku berkata
bahwa akan ada masalah serius yang akan terjadi. Sepertinya itu hanya perasaan buruk saja. Entahlah. Saat itu, aku, Rino, Andres dan Mas Tegar sedang mengantri untuk membayar perpanjangan visa di sebuah bank milik pemerintah Rusia. Setelah hampir satusetengah jam kami berdiri mengantri, akhirnya tiba juga giliran kami. Tapi ternyata kasir banknya memasuki jam istirahat, dan tanpa ada rasa bersalah, kasirnya meninggalkan kami begitu saja. Kami hanya terdiam di balik kaca jendela kasirnya, sebal pastinya. Dan harus menunggu satujam lagi sampai waktu istirahatnya selesai.
Setelah semua urusan terselesaikan, rabu ini kami medapatkan kelas dan pelajaran bahasa Rusia. Kami di tempatkan dalam satu kelas dan belajar di grup nomor empat belas. Karena mahasiswa lain belum datang, kelasnya hanya ada kami bertiga. Dosen kami akhirnya datang, seorang perempuan muda yang baru berusia duapuluhlima tahun, namanya Alisia, dan ternyata Alisia
mempunyai saudara kembar yang bernama Lilya. Mereka berdua sangat kompak, cara berpakaian, gaya rambut dan cara berjalannya pun sama, bagai cermin.
Tapi ada yang mengganjal pandangan, yaitu busana yang mereka pakai. Sampai saat kelas berjalan tiga minggu, busana mereka tetap saja tak berubah. Mungkinkah orang Rusia jarang ganti baju?Madam Alisia mengajari kami dengan semangat tinggi. Kami diajari cara membaca huruf, mengeja abjad cirillic dari A-я, dan juga menulis, layaknya anak TK
#Bagi yang tertarik membacanya secara lengkap, bisa lewat mesej yaa :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H