Mohon tunggu...
Dinda Hidayanti
Dinda Hidayanti Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Alumni Southern Federal University Rusia. \r\nwww.hidayanti.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kepala Salmon

14 November 2012   05:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:24 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lama sekali rasanya tidak berjalan-jalan meski sekedar ke hipermart sambil melemaskan otot-otot mata yang sudah mulai puyeng dengan tulisan kriting ala Rusia. Iya, semua ini karena jadwal padat bak stoking yang menempel di kakiku. Hmmm, tau ga sih? Kenapa kami para pelajar Rostov lebih sering belanja di hipermart dari pada pasar tradisional? Sebetulnya ini bukan untuk gaya-gayaan atau karena mahasiswa Rostov terlalu kaya untuk belanja di pasar tradisional. Tapi karena kami hidup pas-pasan inilah yang bikin kami dengan terpaksa harus belanja di hipermart. Ceileeeeeeeeeeeh

Kenapa? Karena kami yang berwajah asing ini sering ditipu. Haha. Bukan Cuma itu sih alasannya, terkadang jika kami tidak pandai mengetahui situasi pasar, belanja di sana bisa bikin kantong ngocor kaya air dari kran. Muahal e rek! Harga yang seharusnya bisa saja dinaikan karena factor ke“bule”an kami. Hahah padahal, kan ga semua bule itu kaya raya ya?   Aku sendiri udah trauma dengan berbelanja di pasar, meski terkadang harus juga pergi kesana karena ga semua bahan masakan di hipermart bagus dan murah. Ada beberapa sih yang bisa di beli dipasar misalnya: daun bawang, bawang Bombay, peterceli, atau daun-daun rumput lainnya. Termasuk tulang sapi. Sisanya ya beli dihipermart karena selain banyak barang yang sudah murah kami bisa menemukan bahan-bahan aneh yang memang sudah di diskon. Karena dianggap tidak berguna. Benar makanan seperti inilah yang dicari oleh kami para mahasiswa, yang penting enak dan sehat. Meski bagi beberapa orang bahan makanan seperti itu sudah seperti limbah yang tak layak komsumsi saja.

“Appaaaah? Kak ada kepala salmon!”  jerit Dita saat berdiri didepan counter ikan salmon

“Waaoooow” mata ku berbinar memandang kepala ikan salmon yang besarnya hampir tiga kali gemgaman tanganku

“Kak, gimana kalo makan malam kali ini kepala salmon saja??” tanya Sam yang sedari tadi mematung disebelah Dita sambil menelan air ludah. Sam adalah salah satu mahasiswa jurusan geologi, perawakannya yang berkulit hitam, tinggi besar dan cepak selalu membuat teman-teman asing lain salah kira. Mereka selalu mengira bahwa Sam datang dari Afrika. Hehe

“Hmm, bolehlah sesekali-kali kita makan malam mewah, kalian sudah bosen dengan telor ya?” tanyaku menyimpulkan

“Hm-m Kak, bosen banget, bukan cuma bosen makannya tapi saya juga bosen bisulan tiap abis makan telor” keluh Sam sambil mengelus-elus pantatnya yang sudah bisulan lebih dari 2 minggu. Maklum saja sebagai mahasiswa kami harus pintar atur uang dan gizi. Tak peduli rasa yang penting perut dan otak harus terisi.

Setelah kami mendapatkan dua kepala salmon yang masing-masing seharga 110 Rubel  dan 90 Rubel[1 rub 400 rupiah], kami bertiga melenggang bahagia pulang menuju asrama yang jaraknya hanya 15 menit menggunakan mashrut .

Sesampai di asrama, Sam dan Dita langsung saja mengambil pisau dan talenan untuk dapat dengan segera memereteli  kepala salmon untuk diolah oleh ku.

“Kak, jarang banget ya kita bsa dapat kepala salmon sebesar ini dengan harga miring begini, rejeki kita untuk dapat makan malam bergizi hari ini, nih” ujar Dita sambil asik mulai memereteli bagian-bagian dari kepala salmon
“Iya, mungkin orang Rusia menganggap kalo ini limbah, keras, ga bisa dimakan kecuali diambil sari nya untuk sup. ” jelasku mengira-ngira

“Mereka ga tau sih ya kak kalo di Indonesia ada sup kepala kakap di restoran padang. Mana mahal lagi ya kak?” timpal Sam sambil menahan air liur, melihat betapa besarnya kepala ikan salmon yang kami beli

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun