“Hehehe, iya Sam. Berkah buat kita kalo mereka tau kepala salmon bisa lebih enak dari pada ikan lainnya mereka pasti makan sambil merem melek ya? Hahaha” candaku sambil mengiris kecil daun Ukrop
Setelah seluruh bagian kepala lepas masing-masing sampai pada bagian yang terkeras pada kepalanya sudah berupa potongan kecil maka, ikan siap dibawa kedapur! Sam membantuku membawa 2 baskom pretelan ikan salmon di kedua tangannya. Sedangkan aku sibuk membawa penggorengan, minyak goreng, dan bahan-bahan memasak lainnya. Hmmm Yummi..
Sesampainya didapur, kami bebarengan dengan mahasiswa asal Vietnam yang ternyata juga sedang memasak ikan salmon. Benar-benar ikan salmonnya. Bukan Cuma kepala ataupun buntut ikan salmon. Ikan yang besarnya mungkin 2 kilo dan harganya berkisar antara 3000 rubel sampai 4500 rubel khusus cuma badan tanpa kepala. Iya, kepalanya kami yang beli.
Kami yang baru datang kedapur dengan membawa pretelan ikan salmon cuma bisa tersenyum kecut.
“Privet, ribbi gotovite? ” sapaku iseng basa-basi [hai, masak ikan?]
“Privet, da. A Wvi?” tanyanya kembali [hai, iya, anda?]
“Toze Ribbi” jawabku sepet [ikan juga]
Ah, begini nih. Jadi malas kan! Kalo harus terlihat kesenjangan social antara mahasiswa Indonesia dengan mahasiswa asal Vietnam. Huh
Saat aku dan Sam mulai menggoreng ikan, aku melihat si Vietnam masih sibuk mem-file daging ikan salmon raksasa dengan memisahkan kulit dari dagingnya. Warna orange dagingnya membuat kami berdua takjub. Ikan salmon memang benar-benar ikan Dewa yang lezat.
“Kak, itu kulitnya bakal diapain ya? Ko dipisah deket sampah begitu sih?” tanya Sam memperhatikan si Vietnam memasak
“Ga tau Sam, kayanya si bakal dibuang deh,” jawabku menebak