Mohon tunggu...
Dinda Dwi Andriyani
Dinda Dwi Andriyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kebijakan Kriminal Terkait Kompensasi Bagi Korban Salah Tangkap

14 Oktober 2024   14:45 Diperbarui: 10 Desember 2024   15:53 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasus salah tangkap masih menjadi isu serius dalam sistem peradilan di Indonesia. Salah satu kasus yang mendapat perhatian luas adalah kasus Pegi Setiawan, seorang warga yang ditangkap dan ditahan secara tidak sah. Setelah melalui proses panjang, pengadilan memutuskan bahwa Pegi tidak bersalah, dan ia berhak mendapatkan ganti rugi dari negara. Namun, kasus ini mengungkap berbagai persoalan dalam mekanisme kompensasi bagi korban salah tangkap, termasuk bagaimana kebijakan yang ada masih belum memberikan perlindungan maksimal bagi korban.

Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan terkait kompensasi bagi korban salah tangkap yaitu :

1. Kerangka Hukum Kompensasi bagi Korban Salah Tangkap

Dalam hukum Indonesia, korban salah tangkap sebenarnya telah memiliki hak atas kompensasi yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 95 KUHAP menyebutkan bahwa seseorang yang ditahan, ditangkap, atau dituntut secara tidak sah berhak untuk menuntut ganti rugi kepada negara. Ini merupakan landasan hukum bagi mereka yang dirugikan oleh kesalahan prosedur yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Namun, meskipun hak ini ada, praktik di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua korban dapat dengan mudah mendapatkan kompensasi yang layak. Proses hukum untuk mendapatkan ganti rugi sering kali kompleks dan memakan waktu lama. Selain itu, besaran ganti rugi yang diberikan sering kali tidak sebanding dengan kerugian yang dialami korban, baik dari segi finansial, mental, maupun reputasi.

2.  Prosedur Pengajuan Ganti Rugi

Untuk memperoleh kompensasi, korban salah tangkap harus mengajukan permohonan ke pengadilan. Proses ini memerlukan bukti-bukti bahwa penahanan atau penangkapan yang terjadi memang dilakukan secara tidak sah. Selanjutnya, pengadilan akan memutuskan apakah korban berhak mendapatkan ganti rugi dan menentukan besaran kompensasi tersebut. Dalam kasus seperti Pegi Setiawan, yang mengalami dampak psikologis dan sosial yang besar, besaran kompensasi yang diberikan sering kali tidak mencukupi untuk menutupi kerugian nyata yang dialaminya. Proses yang berbelit ini menjadi tantangan bagi korban, terutama mereka yang tidak memiliki pengetahuan hukum yang memadai atau akses ke bantuan hukum. Akibatnya, banyak korban yang akhirnya memilih untuk tidak menuntut hak mereka, karena biaya dan waktu yang harus dihabiskan dalam proses tersebut sering kali tidak sebanding dengan ganti rugi yang diperoleh.

3. Tantangan dalam Pelaksanaan Kebijakan

Salah satu masalah terbesar dalam kebijakan kompensasi bagi korban salah tangkap adalah birokrasi yang rumit dan lambat. Korban sering kali harus menempuh proses hukum yang panjang, di mana putusan mengenai ganti rugi bisa memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Selain itu, tidak ada standar yang jelas mengenai besaran ganti rugi yang layak. Beberapa kasus menunjukkan bahwa kompensasi yang diberikan sangat minim dan tidak mencerminkan kerugian yang sebenarnya dialami korban. Selain masalah birokrasi, terdapat juga kurangnya transparansi dalam proses ini. Korban sering kali tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai hak-hak mereka, serta prosedur yang harus ditempuh untuk mendapatkan kompensasi. Hal ini membuat banyak korban terjebak dalam ketidakpastian hukum, bahkan setelah mereka dinyatakan tidak bersalah.

4. Perlunya Reformasi dan Pembaruan Sistem

Kasus-kasus salah tangkap seperti yang dialami Pegi Setiawan menunjukkan perlunya reformasi dalam sistem pemberian kompensasi di Indonesia. Banyak pakar hukum dan aktivis hak asasi manusia menyerukan agar pemerintah memperbaiki mekanisme ini agar lebih adil dan efisien. Mereka menyarankan beberapa langkah berikut:

  • Simplifikasi Prosedur
  • Prosedur pengajuan ganti rugi harus dipermudah sehingga korban tidak perlu melalui proses hukum yang terlalu panjang dan kompleks.
  • Standarisasi Ganti Rugi
  • Diperlukan standar yang jelas mengenai besaran kompensasi yang diberikan, sehingga korban mendapatkan ganti rugi yang sesuai dengan kerugian yang mereka alami. Standar ini juga harus mencakup kompensasi untuk kerugian moral dan psikologis yang sering kali tidak dihitung secara memadai.
  • Perbaikan Pelatihan Aparat Penegak Hukum
  • Agar kasus salah tangkap bisa dikurangi, aparat penegak hukum perlu mendapatkan pelatihan yang lebih baik dalam menjalankan tugas mereka sesuai prosedur hukum yang berlaku. Hal ini juga akan mengurangi risiko penangkapan atau penahanan yang salah di masa mendatang.

Sosialisasi Hak Korban, Pemerintah dan lembaga terkait perlu lebih aktif dalam memberikan informasi kepada masyarakat mengenai hak-hak mereka, termasuk hak untuk mendapatkan kompensasi jika mengalami salah tangkap. Hal ini akan membantu korban untuk lebih berani menuntut hak-hak mereka.

Kasus Pegi Setiawan menjadi Simbol Perjuangan bagi Korban Salah Tangkap

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun