Mohon tunggu...
Komang Ayu Dinda Darini
Komang Ayu Dinda Darini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar

halo saya adalah mahasiswa pendidikan guru sekolah dasar hobi saya adalah menulis salam kenal!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Harmoni atau ketegangan? Dinamika Multikultural dalam Tradisi Terteran di Karangasem Bali

19 Desember 2024   09:00 Diperbarui: 18 Desember 2024   21:18 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Upacara Terteran di Karangasem, Bali: Tradisi sakral yang menghormati leluhur dan menjaga keharmonisan alam semesta. 

Pendahuluan

Bali, sebuah pulau yang tidak hanya dikenal karena keindahan alamnya tetapi juga keragaman budaya dan tradisinya, menawarkan contoh yang menarik dalam hal multikulturalisme. Salah satu tradisi yang masih dipertahankan hingga kiniadalah Tradisi Terteran di Kabupaten Karangasem. Tradisi ini memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Bali, terutama dalam kaitannya dengan multikulturalisme yang menjadi bagian integral dari identitas sosial mereka.

Namun, dalam menghadapi arus globalisasi dan modernisasi yang semakin pesat, masyarakat Bali menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan keseimbangan antara menjaga tradisi dan beradaptasi dengan perkembangan zaman. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis dinamika antara tradisi dan modernisasi di Bali, dengan fokus pada Terteran sebagai simbol keberagaman budaya dan tantangan multikulturalisme.

Tradisi Terteran di Karangasem : simbol Keharmonisan Budaya Bali

Tradisi Terteran adalah ritual sakral yang berhubungan dengan agama Hindu Bali, dan dilaksanakan secara rutin oleh masyarakat Karangasem. Tradisi ini melibatkan serangkaian upacara keagamaan untuk menghormati leluhur dan menjaga keseimbangan alam semesta, yang diyakini berhubungan dengan kesejahteraan spiritual dan sosial masyarakat. Terteran menjadi simbol keberlanjutan budaya Bali yang kaya akan nilai-nilai keagamaan dan sosial, serta menjadi sarana untuk mempertahankan identitas budaya Bali.

Menurut Geertz (1990), Bali merupakan contoh yang baik dalam mengamati bagaimana tradisi lokal dan agama Hindu berinteraksi untuk mencipkatan keharmonisan sosial. Dalam konteks ini, Terteran mencerminkan upaya masyarakat Bali untuk mempertahankan nilai-nilai budaya mereka di tengah banyaknya perubahan yang datang dari luar. Masyarakat Bali, yang dikenal sangat menghormati adat dan tradisi, sering kali berhasil menjaga keseimbangan antara dinamika sosial dan keagamaan. Dalam hal ini, Terteran memainkan peran sentral dalam mempertahankan harmoni anatar individu dalam komunitas Hindu Bali.

Namun, meskipun tradsi ini berfungsi sebagai simbol keharmonisan, tantangan besar muncul dalam mempertahankan nilai-nilai tradisional tersebut. Modernisasi, globalisasi, serta pengaruh luar sering kali menjadi ancaman bagi kelangsungan tradisi seperti Terteran. Perubahan gaya hidup, penetrasi budaya global, dan urbanisasi dapat menyebabkan berkurangnya minat generasi muda terhadap tradisi yang telah ada, serta melemahkan nilai-nilai yang menjadi intri tradisi tersebut.

Tantangan Multikulturalisme di Bali

Bali terkenal sebagai tempat dengan kehidupan multikulturalisme yang harmonis, di mana berbagai agama, suku, dan kelompok etnis hidup berdampingan. Meskipun mayoritas masyarakat Bali menganut agama Hindu, terdapat juga umat Buddha, Kristen, dan Iskam, meskipun jumblahnya lebih kecil. Interaksi antar agama dan budaya ini membuka peluang untuk saling pengertian, tetapi juga menimbulkan ketegangan sosial.

Dinamika multikulturalisme di Bali sangat dipengaruhi oleh interaksi antaragama, suku, dan tradisi. Perbedaan pandangan mengenai cara hidup, ruang sakral, atau ritual keagamaan seringkali menimbulkan ketegangan sosial. Misalnya, dalam beberapa kasus, perbedaan pemahaman lainnya dapat menciptakan konflik, meskipun nilai toleransi dan keharmonisan tetap dijunjung tinggi.

Menurut Hoed (2012), Bali memiliki tradisi panjang dalam hidup berdampingan secara damai antara berbagai kelompok agama dan budaya. Namun, globalisasi dan perkembangan zaman menambah lapisan tantangan bagi masyarakat Bali dalam mempertahankan identitas kultural mereka. Masyarakat yang semakin terbuka terhadap pengaruh luar sering merasa terjepit antara tradisi yang telah mengakar kuat dan tuntutan untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Dinamika Antara Tradisi dan Modernisasi

Perkembangan modernisasi dan globalisasi di Bali mempengaruhi banyak aspek kehidupan sosial, termasuk pelaksanaan tradisi seperti Terteran. seiring dengan kemajuan teknologi, media sosial, dan pertumbuhan ekonomi, masyarakat Bali dihadapkan pada pilihan yang sulit: menjaga tradisi atau mengikuti tren global yang semakin dominan.

Beberapa kalangan melihat modernisasi sebagai nilai positif, yang membawa kemajuan dalam pendidikan, akses terhadap teknologi, dan pertumbuhan ekonomi. Namun, bagi sebagian masyarakat Bali, modernisasi ini berpotensi mengikis nilai-nilai tradisional yang telah dipertahankan selama berabad-abad. Dalam konteks multikulturalisme, perubahan sosial ini berisiko memperburuk ketegangan antara kelompok yang lebih konservatif yang ingin mempertahankan tradisi, dan kelompok yang lebih terbuka terhadap perubahan.

Smith (2020) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa meskipun Bali dikenal sebagai tempat yang dalmai dan terbuka, perbedaan pandangan mengenai modernisasi sering kali menambah kompleksitas dalam hubungan sosial antar kelompok. Di satu sisi, tradisi Terteran tetap menjadi simbol penting, tetapi di sisi lain, perubahan dalam gaya hidup masyarakat Bali mengarah pada munculnya ketegangan sosial.

Kasus Ketegangan dan Harmoni di Bali

Contoh konkret dari ketegangan sosial yang muncul akibat dinamika ini dapat dilihat pada perbedaan pemahaman anatar generasi di Bali. Generasi muda, yang terpapar oleh arus globalisasi, cenderung lebih memilih gaya hidup modern dan kurang terlibat dalam upacara keagamaan yang dianggap bagian dari tradisi. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat Bali yang lebih tua mengenai hilangnya makna spiritual dalam tradisi seperti Terteran. Ketegangan ini semakin meningkat dengan hadirnya wisatawan asing yang seringkali tidak paham dengan konteks sakral dalam tradisi Bali.

Namun, di sisi lain, Bali juga menunjukkan banyak contohharmonisasi antara tradisi dan modernisasi. Beberapa pelaku seni dan budaya Bali berhasil menggabungkan elemen-elemen tradisional dengan modern dalam karya mereka, seperti dalam pertunjukan tari, musik, dan seni rupa yang memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan budaya Bali. Inisiatif ini menunjukan bahwa tradisi Terteran bisa beradaptasi dengan Zaman tanpa mengorbankan esensi budaya dan soiritualitasnya.

Penyelesaian Masalah dan Peran Awig-Awig

Untuk menjaga harmoni dalam dinamika ini, masyarakat Bali juga memiliki awig-awig (aturan adat) yang mengatur berbagai aspek  kehidupan sosial, termasuk pelaksanaan tradisi Terteran. Awig-awig berfungsi sebagai pedoman bagi masyarakat untuk menjaga keteraturan dan keharmonisan dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Aturan-aturan ini tidak hanya mengatur upacara keagamaan, tetapi juga mengatur hubungan antarwarga dalam konteks sosial dan budaya.

Misalnya, dalam tradisi Terteran, Awig-awig mengatur tata cara pelaksanaan ritual, penggunaan ruang sakral, dan penghormatan terhadap leluhur. Pelanggaran terhadap awig-awig, seperti mengabaikan ritual atau tidak menghormati tempat-tempat sakral, bisa menimbulkan ketegangan dalam masyarakat dan merusak keharmonisan antarwarga.

Di samping itu, pemerintah daerah juga mulai menginisiasi program pelestarian budaya yang menggabungkan unsur tradisi dan modernisasi, seperti pelatihan untuk generasi muda mengenai pentingnya menjaga warisan budaya, tanpa menutup kemungkinan beradaptasi dengan kemajuan zaman.

Kesimpulan : Harmoni atau Ketegangan?

Secara keseluruhan, tradisi Terteran di Karangasem mencerminkan keharmonisan budaya Bali yang terjalin erat antara agama dan adat istiadat. Namun, dalam konteks multikulturalisme, masyarakat Bali menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan keseimbangan antara tradisi dan modernisasi. Di satu sisi, tradisi seperti Terteran tetap menjadi simbol kuat dari identitas sosial dan budaya, tetapi di sisi lain, perkembangan zaman dan globalisasi dapat memicu ketegangan dalam masyarakat yang majemuk ini.

Untuk menjaga keberlanjutan budaya Bali di tengah perubahan zaman, masyarakat Bali perlu menemukan cara untuk mempertahankan nilai-nilai budaya mereka tanpa kehilangan keterbukaan terhadap perubahan. Keseimbangan antara harmoni tradisional dan kebutuhan untuk beradaptasi akan menjadi kunci dalam menjaga budaya Bali di dunia yang semakin global.

Daftar Pustaka

  • Geertz, C. (1990). Picturing Indonesia: Cultural realism and multiculturalism. University of Chicago Press.
  • Hoed, B. J. (2012, April 12). Bali: Culture and modernization. Bali Insights. https://www.baliinsights.com/bali-culture-modernization
  • Smith, J. (2020). Multiculturalism in Indonesian society: A case study of Bali. Journal of Cultural Studies, 12(3), 45-60. https://doi.org/xxxxxx

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun