Pendahuluan
Bali, sebuah pulau yang tidak hanya dikenal karena keindahan alamnya tetapi juga keragaman budaya dan tradisinya, menawarkan contoh yang menarik dalam hal multikulturalisme. Salah satu tradisi yang masih dipertahankan hingga kiniadalah Tradisi Terteran di Kabupaten Karangasem. Tradisi ini memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Bali, terutama dalam kaitannya dengan multikulturalisme yang menjadi bagian integral dari identitas sosial mereka.
Namun, dalam menghadapi arus globalisasi dan modernisasi yang semakin pesat, masyarakat Bali menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan keseimbangan antara menjaga tradisi dan beradaptasi dengan perkembangan zaman. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis dinamika antara tradisi dan modernisasi di Bali, dengan fokus pada Terteran sebagai simbol keberagaman budaya dan tantangan multikulturalisme.
Tradisi Terteran di Karangasem : simbol Keharmonisan Budaya Bali
Tradisi Terteran adalah ritual sakral yang berhubungan dengan agama Hindu Bali, dan dilaksanakan secara rutin oleh masyarakat Karangasem. Tradisi ini melibatkan serangkaian upacara keagamaan untuk menghormati leluhur dan menjaga keseimbangan alam semesta, yang diyakini berhubungan dengan kesejahteraan spiritual dan sosial masyarakat. Terteran menjadi simbol keberlanjutan budaya Bali yang kaya akan nilai-nilai keagamaan dan sosial, serta menjadi sarana untuk mempertahankan identitas budaya Bali.
Menurut Geertz (1990), Bali merupakan contoh yang baik dalam mengamati bagaimana tradisi lokal dan agama Hindu berinteraksi untuk mencipkatan keharmonisan sosial. Dalam konteks ini, Terteran mencerminkan upaya masyarakat Bali untuk mempertahankan nilai-nilai budaya mereka di tengah banyaknya perubahan yang datang dari luar. Masyarakat Bali, yang dikenal sangat menghormati adat dan tradisi, sering kali berhasil menjaga keseimbangan antara dinamika sosial dan keagamaan. Dalam hal ini, Terteran memainkan peran sentral dalam mempertahankan harmoni anatar individu dalam komunitas Hindu Bali.
Namun, meskipun tradsi ini berfungsi sebagai simbol keharmonisan, tantangan besar muncul dalam mempertahankan nilai-nilai tradisional tersebut. Modernisasi, globalisasi, serta pengaruh luar sering kali menjadi ancaman bagi kelangsungan tradisi seperti Terteran. Perubahan gaya hidup, penetrasi budaya global, dan urbanisasi dapat menyebabkan berkurangnya minat generasi muda terhadap tradisi yang telah ada, serta melemahkan nilai-nilai yang menjadi intri tradisi tersebut.
Tantangan Multikulturalisme di Bali
Bali terkenal sebagai tempat dengan kehidupan multikulturalisme yang harmonis, di mana berbagai agama, suku, dan kelompok etnis hidup berdampingan. Meskipun mayoritas masyarakat Bali menganut agama Hindu, terdapat juga umat Buddha, Kristen, dan Iskam, meskipun jumblahnya lebih kecil. Interaksi antar agama dan budaya ini membuka peluang untuk saling pengertian, tetapi juga menimbulkan ketegangan sosial.
Dinamika multikulturalisme di Bali sangat dipengaruhi oleh interaksi antaragama, suku, dan tradisi. Perbedaan pandangan mengenai cara hidup, ruang sakral, atau ritual keagamaan seringkali menimbulkan ketegangan sosial. Misalnya, dalam beberapa kasus, perbedaan pemahaman lainnya dapat menciptakan konflik, meskipun nilai toleransi dan keharmonisan tetap dijunjung tinggi.