Mohon tunggu...
Dinda Mei
Dinda Mei Mohon Tunggu... Anak Jalanan -

Biasa-biasa aja, santailah...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Buruh Migran

28 Juli 2015   01:10 Diperbarui: 28 Juli 2015   01:10 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Para perempuan berbagai elemen di Medan terlibat dalam diskusi soal buruh migran/Dinda Bethari

 

Diskusi dengan Aktivis, DPD RI Bawa Catatan ke Jakarta Soal Buruh Migran

MEDAN - Satu persatu aktivis perempuan dan buruh migran di Sumatera Utara mendapat pesan singkat dari anggota DPD RI
Prof Damayanti untuk berkumpul, judulnya sekedar kongkow dan halal bilhalal karena masih suasana lebaran. Setelah berkumpul di tempat yang di sepakati, pertemuan berubah menjadi diskusi yang membincangkan masalah serius, persoalan buruh migran.

Migrasi tenaga kerja antar negara merupakan pilihan utama untuk bertahan hidup, terutama bagi masyarakat di daerah perdesaan. Migrasi kerja antar negara menjadi penyangga ketika terjadi krisis ekonomi, namun fakta menunjukan para pekerja-pekerja Indonesia di luar negeri banyak mendapatkan perlakuan hukum sewenang-wenang, di eksplotasi, gaji tidak dibayar, kecelakaan kerja, dan meninggal dunia.

"Melihat kondisi ini, maka perlindungan dan penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri perlu mendapatkan perlindungan dan penanganan yang serius," kata Staf Divisi Anak dan Perempuan Yayasan Pusaka Indonesia Rina Melati Sitompul SH membuka pembicaraan, Senin (27/7).

Menurut Rina, banyak perempuan yang memilih bekerja di luar negeri berasal dari daerah-daerah termiskin di Indonesia. Kemiskinan, pengangguran, dan keterbatasan pendidikan formal merupakan faktor penyebab semakin meningkatnya jumlah perempuan Indonesia yang bermigrasi ke luar negeri, ditambah lagi dengan adanya peluang untuk mendapatkan upah yang relatif tinggi dibandingkan di desa-desa mereka.

Ditambahkannya, orang-orang Indonesia itu di eksploitasi dengan direkrut dan ditempatkan oleh para agen dengan menyita dokumen serta memberlakukan potongan yang besar atas gaji yang mereka dapatkan dari majikan. Padahal sebelumnya para tenaga kerja asal Indonesia itu diimingi janji palsu berupa gaji tinggi dan kondisi kerja yang baik.

“Proses ini dianggap sama dengan praktek perdagangan manusia dan kerja paksa, karena para perempuan itu tidak bisa melarikan diri akibat terlilit hutang dan dokumen mereka disita” ungkap Rina.

Katanya lagi, pemerintah harus mengkaji kembali mengenai perlunya revisi Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, khususnya mengenai batasan dan syarat-syarat calon tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Dan perlu tidaknya ratifikasi Konvensi ILO mengenai deceant work for migrant workers dan perlunya dibentuk undang-undang bagi pembantu rumah tangga di Indonesia.

Rina juga meminta Departemen Luar Negeri dan menteri-menteri terkait dalam hal ini perwakilan-perwakilan di luar negeri baik melalui atase tenaga kerja maupun perwakilan luar negeri lain sangat diperlukan dalam perlindungan tersebut. Bagi TKI khususnya mereka yang bekerja secara illegal di luar negeri dan tersangkut permasalahan conflict of interest antar instansi ketenagakerjaan harusnya dapat di selesaikan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan sehingga tercapai tujuan perlindungan bagi TKI itu.

Prof Damayanti yang dari tadi mendengarkan dengan serius paparan Rina mengatakan menyambut baik pertemuan ini. "Masukan dan hasil pertemuan menjadi catatan penting yang akan dibawa ke Jakarta," katanya sumringah. Menurut perempuan ramah ini, posisi geografis Sumatera Utara dekat dengan negara jiran tetangga Malaysia, singapura, Thailand dan Philipina dan merupakan tempat transit bagi pekerja migran dan Sumatera Utara menjadi pintu gerbang barat dalam perdagangan Kuala Namu Internasional, Belawan dan Tanjung Balai.

Turut hadir dalam pertemuan itu dan aktif dalam diskusi tersebut adalah Biro Pemberdayaan Perempuan Setda Prov Sumut, Kanit PPA Poltabes Medan, FH-USU, BP3TKI, dan insan pers di Sumatera Utara. Kebanyakan yang datang adalah perempuan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun