Katanya lagi, pemerintah harus mengkaji kembali mengenai perlunya revisi Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, khususnya mengenai batasan dan syarat-syarat calon tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Dan perlu tidaknya ratifikasi Konvensi ILO mengenai deceant work for migrant workers dan perlunya dibentuk undang-undang bagi pembantu rumah tangga di Indonesia.
Rina juga meminta Departemen Luar Negeri dan menteri-menteri terkait dalam hal ini perwakilan-perwakilan di luar negeri baik melalui atase tenaga kerja maupun perwakilan luar negeri lain sangat diperlukan dalam perlindungan tersebut. Bagi TKI khususnya mereka yang bekerja secara illegal di luar negeri dan tersangkut permasalahan conflict of interest antar instansi ketenagakerjaan harusnya dapat di selesaikan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan sehingga tercapai tujuan perlindungan bagi TKI itu.
Prof Damayanti yang dari tadi mendengarkan dengan serius paparan Rina mengatakan menyambut baik pertemuan ini. "Masukan dan hasil pertemuan menjadi catatan penting yang akan dibawa ke Jakarta," katanya sumringah. Menurut perempuan ramah ini, posisi geografis Sumatera Utara dekat dengan negara jiran tetangga Malaysia, singapura, Thailand dan Philipina dan merupakan tempat transit bagi pekerja migran dan Sumatera Utara menjadi pintu gerbang barat dalam perdagangan Kuala Namu Internasional, Belawan dan Tanjung Balai.
Turut hadir dalam pertemuan itu dan aktif dalam diskusi tersebut adalah Biro Pemberdayaan Perempuan Setda Prov Sumut, Kanit PPA Poltabes Medan, FH-USU, BP3TKI, dan insan pers di Sumatera Utara. Kebanyakan yang datang adalah perempuan.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H