Mohon tunggu...
Dinda Arinea
Dinda Arinea Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Aku suka travelling. Kegiatan favoritku adalah pergi ke pantai dan duduk di pasir menunggu matahari terbenam. Selain itu, aku suka kulineran. Hunting jajanan bareng aku yuk!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kolerasi Perkembangan Kognitif, Metakognitif, dan Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran

27 Oktober 2024   22:24 Diperbarui: 27 Oktober 2024   22:52 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkembangan Kognitif

Kognitif adalah proses mental kompleks yang meliputi penerimaan, pengorganisasian, dan penggunaan informasi untuk memahami dunia serta memecahkan masalah. Proses ini mencakup persepsi, perhatian, ingatan, bahasa, dan pemecahan masalah, serta terdiri dari tahapan seperti pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Jean Piaget berpendapat bahwa kognitif adalah proses adaptasi anak terhadap lingkungannya, di mana anak aktif membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan. Anak-anak berfungsi seperti ilmuwan kecil yang bereksperimen untuk memahami objek dan peristiwa sekitar. Menurut Piaget, mereka mengendalikan perkembangan kognitif mereka dengan mengamati dan berinteraksi dengan benda-benda di lingkungan mereka.

Perkembangan kognitif merupakan aspek penting dalam pertumbuhan manusia yang berkaitan dengan pemahaman dan pengetahuan, mencakup semua proses psikologis dalam mempelajari dan memikirkan lingkungan. Menurut Chaplin (2001) kognisi mencakup berbagai bentuk pengenalan, seperti memahami, mengamati, dan menilai, dan sering dipertentangkan dengan keinginan dan perasaan.

Istilah kognitif menggambarkan aktivitas mental yang berkaitan dengan persepsi, pemikiran, ingatan, dan pengolahan informasi, yang memungkinkan individu untuk memperoleh pengetahuan dan merencanakan masa depan. Perkembangan kognitif dimulai sejak bayi, dengan potensi biologis yang sudah ada sejak prenatal. Piaget menyatakan bahwa pemikiran anak berkembang melalui tahap-tahap tertentu: tahap sensori-motorik (0-2 tahun), tahap pre-operasional (2-7 tahun), tahap operasional konkret (7-12 tahun), dan tahap formal operasional setelahnya. 

Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Teori perkembangan kognitif, juga dikenal sebagai teori perkembangan intelektual, berfokus pada kesiapan anak untuk belajar melalui tahapan perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Menurut Piaget, perkembangan kognitif adalah proses genetik yang bergantung pada mekanisme biologis sistem saraf. Seiring bertambahnya usia, kompleksitas struktur saraf dan kemampuan kognitif seseorang meningkat.

Piaget menjelaskan bahwa anak-anak mengembangkan kemampuan berpikir secara bertahap, dari konkret ke abstrak, dengan skema kognitif yang terbentuk pada setiap tahap. Proses ini melibatkan pembentukan skema, yaitu cara individu memahami lingkungan. Empat tahapan utama perkembangan kognitif adalah:
1. Tahap Sensori Motor (0-2 tahun): Bayi memahami lingkungan melalui indera dan gerakan. Mereka mulai menyadari bahwa perilaku tertentu menghasilkan akibat. Kemampuan yang muncul termasuk melihat diri sebagai makhluk terpisah dan mendefinisikan objek melalui manipulasi.
2. Tahap Pra-Operasional (2-7 tahun): Anak mengandalkan persepsi untuk memahami realitas. Meskipun kemampuan bahasa dan ingatan berkembang, egosentrisme membatasi pemahaman mereka, menyebabkan kesulitan dalam melihat perspektif orang lain.
3. Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun): Pemikiran logis mulai berkembang. Anak dapat memahami bahwa sifat-sifat objek (seperti ukuran dan bentuk) tidak memengaruhi kuantitas. Mereka dapat melakukan klasifikasi dan pengelompokan, tetapi belum sepenuhnya menyadari prinsip yang mendasarinya.
4. Tahap Operasional Formal (11 tahun ke atas): Anak mampu berpikir abstrak dan mengembangkan hipotesis. Mereka dapat melakukan penalaran ilmiah dan menyusun generalisasi, serta bekerja secara sistematis dan efektif.

Piaget juga menekankan bahwa perkembangan skema bersifat universal, meskipun kecepatan dan bentuknya bervariasi, dipengaruhi oleh kematangan, pengalaman, sosialisasi, dan pengaturan diri.

Perkembangan Metakognitif

Metakognitif, istilah yang diperkenalkan oleh Flavell pada 1976, merujuk pada proses pemikiran yang lebih tinggi. Menurut Anderson dan Krathwohl (2001), metakognitif adalah salah satu jenis pengetahuan dalam taksonomi, ditempatkan diurutan tertinggi setelah pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural. Metakognisi melibatkan kontrol aktif selama proses berpikir dalam pembelajaran.

Teori metakognitif sebagian besar terinspirasi oleh penelitian J.H. Flavell dan A.L. Brown. Flavell lebih fokus pada anak-anak, menunjukkan bahwa bahkan anak kecil sudah menyadari pikiran sebagai fenomena mental yang terkait dengan dunia fisik. Anak usia 3 tahun dapat memahami bahwa pikiran itu internal dan unik, serta membedakan antara pikiran dan pengetahuan.

Penelitian juga menunjukkan bahwa anak usia 2-2,5 tahun dapat menggunakan taktik penipuan untuk menyembunyikan objek dari orang lain. Wellman dan Gelman menemukan bahwa pemahaman anak tentang pikiran manusia berkembang pesat pada tahun-tahun awal, termasuk memahami bahwa keinginan dan kepercayaan internal berhubungan dengan tindakan.

Kemampuan metakognitif ini berkembang dari masa kanak-kanak awal hingga usia sekolah dasar, di mana anak dituntut untuk menggunakan dan mengatur kognitif mereka dalam situasi belajar, seperti menyelesaikan masalah matematika dan membaca. Kemampuan ini tidak muncul secara alami, melainkan membutuhkan latihan dan refleksi.

Pendekatan Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk menciptakan struktur kehidupan yang berbudaya modern. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme adalah teori yang berfokus pada pembangunan kemampuan dan pemahaman dalam proses pembelajaran. Dengan karakter yang membangun ini, diharapkan partisipasi aktif siswa dapat meningkat, sehingga kecerdasan mereka juga akan bertumbuh.

Konstruktivisme Individual dan Sosial Vygotsky
Vygotsky menyebut teorinya sebagai pembelajaran kognisi sosial, yang menekankan bahwa budaya memainkan peran kunci dalam perkembangan individu. Ia berargumen bahwa manusia adalah satu-satunya spesies yang menciptakan budaya sendiri, dan setiap anak berkembang dalam konteks kebudayaannya, termasuk pengaruh dari lingkungan dan keluarga.

Prinsip-Prinsip Dasar Konstruktivisme

Prinsip-prinsip dasar konstruktivisme meliputi:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara individu maupun sosial.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid tanpa partisipasi aktif dari murid.
3. Siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan, sehingga terjadi perubahan konsep menuju pemahaman yang lebih dalam.
4. Guru berperan sebagai fasilitator yang menciptakan situasi belajar yang mendukung proses konstruksi pengetahuan siswa.

Model Pembelajaran Konstruktivisme
1. Peran Guru sebagai Fasilitator: Dalam pendekatan konstruktivis, guru berfungsi sebagai fasilitator, membantu siswa membangun pemahaman mereka sendiri alih-alih hanya menyampaikan informasi.
2. Interaksi Dinamik: Dalam pembelajaran, guru dan siswa saling berinteraksi secara setara, mempertimbangkan latar belakang budaya dan nilai-nilai masing-masing untuk membentuk makna.
3. Kolaborasi Antarpembelajar: Siswa dengan latar belakang berbeda bekerja sama dalam menyelesaikan tugas, di mana kolaborasi lebih penting daripada kompetisi.
4. Pemagangan Kognitif: Dalam pembelajaran, siswa belajar secara bertahap dengan bimbingan dari orang dewasa atau teman sebaya yang lebih berpengalaman, sehingga meningkatkan kemampuan kognitif mereka.
5. Proses Top-Down: Siswa diperkenalkan pada masalah kompleks terlebih dahulu, kemudian belajar keterampilan dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut, berbeda dari metode konvensional yang dimulai dari dasar.
6. Pembelajaran Kooperatif: Pendekatan konstruktivis sering menggunakan pembelajaran kooperatif, di mana siswa saling mendiskusikan konsep dalam kelompok kecil, memudahkan pemahaman.
7. Belajar dengan Cara Mengajar: Siswa saling mengajar satu sama lain, yang mendorong konstruksi pengetahuan secara kolektif. Metode ini terbukti efektif dalam mengembangkan kompetensi siswa dan mengubah struktur kognitif mereka.

Secara keseluruhan, pendekatan konstruktivisme menekankan pentingnya interaksi sosial dan kolaborasi dalam proses belajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun