Revolusi industri, teknologi dan informasi sangat mempengaruhi pertumbuhan dunia di masa sekarang. Dalam negara maju seperti Amerika Serikat, pasti dengan mudah menyebarkan informasi melalui media massa dengan teknologi yang canggih.
Informasi dapat disampaikan melalui berbagai bentuk seperti berita, artikel, film, dan sebagainya. Oleh karena itu, terjadilah konglomerasi media yaitu kecenderungan untuk menggabungkan perusahaan media yang membentuk perusahaan besar yang membawahi banyak media kecil lainnya sehingga kepemilikan media berada pada beberapa pihak saja (Pembayun, 2015). Seperti halnya dengan Hollywood.
Apa sih Hollywood itu? Hollywood adalah industri perfilman terbesar Amerika yang saat ini memiliki kedudukan tertinggi pada perfilman dunia. Perusahaan yang akan mengeluarkan sebuah film harus mempunyai rumah produksi di Amerika Serikat untuk bisa dikategorikan sebagai "Film Hollywood" namun, untuk proses pengambilan action dapat dilakukan di mana saja.
Hollywood pada awalnya bernama Cahuenga yang mana di sana terdapat kelompok-kelompok agrikultur. Kemudian, pada 1887 nama Cahuenga berubah menjadi Hollywood di mana terdapat dokumen resmi yang mencatat nama Hollywood secara resmi untuk pertama kalinya.
Selanjutnya, Â pada tahun 1900-an para pembuat film melarikan diri dari New Jersey ke Hollywood karena adanya peraturan yang rumit mengenai hak paten perfilman.Â
Perusahaan pertama yang mengeluarkan film berjudul In Old California ialah Biograph Company, di mana sejak saat itu banyak perusahaan film yang ikut pindah ke daerah tersebut sehingga melahirkan studio gambar bergerak pada 1919.
Sampai saat ini karena banyaknya perkembangan di daerah Hollywood, maka Hollywood dikenal sebagai pusat industri film Amerika Serikat (Mulia, 2018).
Kenapa sih film Hollywood banyak digemari orang hampir di seluruh negara termasuk Indonesia? Nah, terdapat beberapa alasan menurut jadiberita.com (2016) yaitu dalam film Hollywood terdapat keunggulan utama yaitu Visual Effect yang sangat bagus dan menjadi kunci penting dalam filmnya.
Lalu, film Hollywood menawarkan berbagai macam film dibanding negara lain. Contohnya film Frozen II (2019), Avatar (2009), dan Avengers: End Game (2019). Namun, tidak dipungkiri bahwa terdapat juga beberapa film Hollywood yang memiliki rating kurang baik contohnya Sucker Punch (2011) dan Jupiter Ascending (2015).
Kedua film tersebut mendapatlan rating jelek karena ketidaklarasan cerita dengann Visual Effect. Sehingga, dapat dikatakan bahwa cerita pada film tersebut seperti sedikit memaksa (Usmanda, 2020).
Tentunya, kegemaran masyarakat Indonesia pada film Hollywood menimbulkan beberapa dampak. Dampak konglomerasi media Hollywood pada masyarakat Indonesia adalah dapat merugikan negara Indonesia karena masyarakat lebih mengagung-agungkan atau menyukai film negara luar dibanding negara sendiri.
Lama-kelamaan masyarakat Indonesia akan melupakan cerita film asli Indonesia karena kemampuan "Film Hollywood" untuk mempengaruhi dan menarik perhatian masayarakat Indonesia. Penayangan film Hollywood pastinya menggunakan budaya Amerika yang akan memberi dampak pada perilaku kita, masyarakat Indonesia.
Contohnya adegan "Kissing" pada film Hollywood, dapat membuat masyarakat Indonesia menirunya. Kissing pada budaya Amerika itu adalah hal biasa sedangkan pada budaya Indonesia itu merupakan hal tabu/melanggar tata karma.
Selanjutnya, terjadinya monopoli oleh media yang berkuasa yaitu Hollywood karena bebasnya penayangan film Hollywood di Indonesia yang menyebabkan perfilman Indonesia menjadi lesu dan kurang peminat. Kita pasti akan lebih tertarik pada film Hollywood yang memiliki kualitas yang lebih baik.
Dampak lainnya adalah film Hollywood dapat kita jadikan sarana edukasi agar Indonesia dapat meniru kualitas film Hollywood mulai dari Visual Effect hingga alur cerita yang fantastis.
Selain menjadi sarana edukasi, film Hollywood yang tayang di Indonesia juga berfungsi sebagai sarana hiburan karena sampai saat ini film-film Indonesia masih belum ada yang mampu mengalahkan film Hollywood baik pada Visual Effect maupun alur cerita. Kita sebagai penerus bangsa dapat belajar dari negara-negara maju.
DAFTAR PUSTAKA
Jadiberita. (2016, Juli 21). Perbandingan film Indonesia, Hollywood, Bollywood dan Mandarin, bagus mana?. Diakses dari jadiberita.com
Mulia, H. (2018). Sejarah di balik kemegahan Hollywood. Diakses dari asumsi.co
Pembayun, J., G. (2015). Konglomerasi media dan dampaknya pada pilpres 2014. Jurnal Interaksi, 4,(2)
Usmanda, Y. (2020). 7 film jelek tetapi punya visual yang indah. Diakses dari kincir.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H