Posko itu pun bisa menawarkan armada transportasi untuk menuju pegunungan, pedesaan, lautan, atau bukit, intinya yang banyak menjadi prioritas para pelibur tuju. Dan tarif pun harus ditentukan oleh pemerintah kota, sehingga tidak ada calo atau supir yang membandel menaikan harga tiket semaunya. Bisa saja dibuat bus pariwisata, tidak perlu gratis, bayarpun tak masalah asal pelayanannya menarik bagi wisatawan selama diperjalanan.
Setelah itu ialah penginapan. Di kota Magelang sendiri, banyak sekali penginapan murah, dan terkadang warga sekitaran gunung atau pedesaan menawarkan bermalam dirumahnya secara gratis. Nah ini, dengan didukungnya panorama yang indah, sejuknya udara, serta masyarakat yang sangat amat ramah, perintah seharus melihat peluang ini, peluang untuk menjadikannya Magelang sebagai kota pariwisata.Â
Bisa saja pemerintah membangun Dorm dibeberapa desa untuk disinggahi backpacker. Dengan begitu, dari dua sisi terbantu, bagi pelibur yang ingin melepas lelah dengan biaya murah, dan untuk masyarakat desa yang bisa menawarkan kerjaninan, dagangan atau jasa lainnya.
Pemerintah juga dapat memperkerjakan masyarakat desa sebagai karyawan penginapan, pembersih atau bekerjasama untuk menyiapkan pertunjukan budaya, tradisi dan adat, seperti yang dilakukan desa adat di Bali. Hal ini tentu akan mendorong pertumbuhan ekonomi serta tingkat pariwisata dibeberapa kota.
Jangan lupakan kehebatan media sosial atau aplikasi. Di era digital seperti sekarang ini, tentu kita membutuhkan sosial media dan aplikasi. Di luar negeri sana sudah ada aplikasi yang digunakan oleh pelibur, yaitu Couchsurfing. Aplikasi ini menawarkan kedekatan antara pelibur dengan masyarakat sekitar lokasi tujuan, yang fungsinya menawarkan jasa untuk menginap, guide atau bahkan sekadar berkelanan. Untuk harga, itu diserahkan kepada pengguna akun, bahkan banyak sekali yang menawarkannya secara cuma-cuma karena hanya ingin menambah teman.
Bila pemerintah menciptakan aplikasi ini, hal yang harus diperhatikan ialah keamanan, pemerintah bisa bekerjasama dengan kepolisian, atau mereka yang bergelut didunia teknologi, sehingga mampu menjamin keaman seperti aplikasi Ojek Online. Dengan begitu, masyarakat sekitar mampu menawarkan jasanya, dan lagi-lagi berimbas pada pertumbuhan ekonomi masyarakat desa.
Peremajaan lokasi wisatar pun perlu diperhatikan, seperti pos-pos pendakian, pos-pos lautan atau akses desa. Beberapa kali kami menemukan lokasi wisata yang tidak terurus, terakhir di daerah Grabag, terdapat pemandian air hangat yang tidak lain adalah peninggalan budaya, namun ada beberapa arca yang hilang karena dicuri. Tentu ini merugikan kedua pihak, bagi para pelibur, hal itu sangat miris, mengingat peninggalan sejarah adalah hal yang tidak bisa dibeli kesannya, dan bagi masyarakat tentu akan mengurangi kunjungan wisatawan. Pemerintah harus tegas dalam hal ini.
Lalu posko-posko pendakian beberapa diantaranya hanya sebuah gubuk tanpa ada fasilitas apapun. Pertanyaan kami, kemana larinya Dana Desa yang diberikan Presiden untuk memakmurkan masyarakatnya? Beberapa kali kami mewawancarai masyarakat posko, mereka membangun posko dengan biaya sendiri, agar memudahkan pelibur, lalu Dana Desa dirasakan oleh siapa?
Hal-hal itu lah yang harus jadi perhatian pemerintah bila memang memiliki cita-cita untuk memajukan pariwisata Indonesia. Dan pula membangun beberapa kota pariwisata, sehingga tujuan pariwisata tidak hanya berkpusat dibeberapa kota saja, bila kota lainnya bisa dijadikan pariwisata dampaknya ialah pertumbuhan ekonomi yang merata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H