Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki banyak pegunungan dan kepulauan. Jumlah gunung di Indonesia sendiri berjumlah 103 gunung dan beberapa diantaranya masih memiliki predikat gunung aktif. Sedangkan untuk pulaunya sendiri, Indonesia memiliki sekurangnya 17.504 pulau.Â
Melihat data-data tersebut, tentu Indonesia bisa dikatakan surge destinasi bagi para pelibur. Sebab, banyaknya destinasi yang mampu menjadi tujuan dari para pelibur dalam negeri maupun luar negeri.
Mengingat, jalur pariwisata bisa dilibatkan dalam mengembangkan ekonomi suatu negara, dan kita sudah memegang jakur itu, hanya saja perlu fokus dan pengembangan agar Indonesia mampu tumbuh menjadi negara pariwisata dan menembus 10 besar negara yang paling banyak dikunjungi. Saat ini Indonesia menempati posisi 28, dari 30 negara yang terdaftar sebagai negara paling laris dikunjungi turis.
Lalu bagaimana agar Indonesia mampu menembus 10 besar? Bagaimana agar ekonomi masyarakat Indonesia mampu terbantu dengan adanya pariwisata? Apa yang harus dilakukan untuk memanjakan para turis lokal maupun manca negara? Itulah pertanyaan rekan saya ketika kami berada di pos awal pendakian gunung Semeru beberapa bulan kemarin. Dalam perbincangan itu, kami berempat membicarakan pertumbuhan pariwisata serta mencari solusi-solusi agar pariwisata Indonesia mendunia, pun agar masyarakat pedesaan mampu terbantu akibatnya adanya lonjakan pariwisata, mulia, ya? Hehe.
Sebagai seseorang yang gemar mengitari tempat-tempat baru seraya menghabiskan royalty, hehe, saya dan rekan-rekan melihat beberapa hal yang harus diperbaiki oleh pemerintah bila ingin meningkatkan sektor pariwisata di Indonesia. Mulai dari akses menuju lokasi, tempat bermalam para pelibur, peremajaan lokasi wisata, peningkatan acara tradisi dan budaya setempat, mengapa? Sebab, hal itu yang menjadi jantung bagi pariwisata.
Pertama terkait akses menuju lokasi, banyak sekali kota yang tidak memiliki stasiun pemberhentian kereta api, sehingga untuk menuju ke beberapa kota yang tidak memiliki stasiun kita harus berheneti di kota terdekat dan melanjutkannya menggunakan kendaraan umum lainnya, seperti bus atau angkutan umu. Bagi penikmat kereta api, tentu hal ini sangat disayangkan, sebab para pelibur tidak bisa sampai ketujuan dengan tepat waktu, dan terlebih, sangat disayangkan bila kota-kota yang tidak memiliki stasiun namun memiliki panorama yang indah tidak mampu dikunjungi oleh pelibur hanya karena akses transportasi yang sulit.
Hal ini kami rasakan ketika kami mengunjungi kota Magelang beberapa bulan lalu. Untuk sampai ke Magelang, kami harus turun di stasiun Tugu Yogyakarta, dan melanjutkan perjalanan menggunakan trans Jogja menuju terminal Jombor lalu memilih bus dan menuju kota Magelang. Secara penulisan terlihat mudah, namun dilapangan beberapa kali kami berhenti untuk menanyakan jalur bus yang menuju arah Magelang.Â
Kami berpikiran, bagaimana cara mempermudah orang-orang yang memang ingin pergi ke Magelang, tanpa harus berputar-putar atau nyasar. Ada beberapa cara, yaitu naik bus dari kota asal dan turun di terminal Magelang. Namun, itu bukanlah solusi bagi mereka yang takut atau tidak dapat menumpangi bus, seperti rekan saya yang memiliki trauma bila menaiki bus.
Untuk menggunakan pesawat pun, harus turun di Yogyakarta atau Semarang, lalu melanjutkan perjalanannya menggunakan angkutan umum seperti yang saya sebutkan tadi. Belum lagi, ketika sampai di terminal, bandara atau stasiun. Para backpacker harus kembai bertarung melawan calo-calo transportasi atau supir yang menaikan harga tarif diluar logika, hanya karena melihat kami sebagai orang kota yang menurutnya pasti memegang uang banyak saat berlibur, padahal belum tentu. Liburan bukanlah hak tunggal orang kaya, orang sederhana pun berhak menikmati liburan. Jadi untuk calo-calo diluar sana, jangan memukul rata.
Dan pada umumnya, untuk menuju lokasi pegunungan, bukit dan pedesaan, transportasinya pun terbatas, beberapa kali kami harus menyewa sebuah angkutan untuk mengantar kami ke lokasi. Hal ini lah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Bagaimana caranya menyambungkan akses pelibur secara mudah dan sederhana. Bagi pelibur lokal saja membingungkan, bagaimana menurut pelibur manca negara? Mungkin akan siap gerak, hadap kiri gerak, bubar.
Pemerintah dibantu masyarakat setempat tentu mampu mencarikan solusi. Ada beberapa solusi yang kami pikirkan terkait hal itu. Pertama ialah membuka posko di kota-kota terdekat dari kota yang tidak memiliki stasiun atau bandara. Posko itu nanti menjelaskan rute untuk menuju lokasi, dan posko itu berada harus tidak jauh dari stasiun atau bandara, sehingga pelibur mudah untuk segera mengaksesnya.Â
Posko itu pun bisa menawarkan armada transportasi untuk menuju pegunungan, pedesaan, lautan, atau bukit, intinya yang banyak menjadi prioritas para pelibur tuju. Dan tarif pun harus ditentukan oleh pemerintah kota, sehingga tidak ada calo atau supir yang membandel menaikan harga tiket semaunya. Bisa saja dibuat bus pariwisata, tidak perlu gratis, bayarpun tak masalah asal pelayanannya menarik bagi wisatawan selama diperjalanan.
Setelah itu ialah penginapan. Di kota Magelang sendiri, banyak sekali penginapan murah, dan terkadang warga sekitaran gunung atau pedesaan menawarkan bermalam dirumahnya secara gratis. Nah ini, dengan didukungnya panorama yang indah, sejuknya udara, serta masyarakat yang sangat amat ramah, perintah seharus melihat peluang ini, peluang untuk menjadikannya Magelang sebagai kota pariwisata.Â
Bisa saja pemerintah membangun Dorm dibeberapa desa untuk disinggahi backpacker. Dengan begitu, dari dua sisi terbantu, bagi pelibur yang ingin melepas lelah dengan biaya murah, dan untuk masyarakat desa yang bisa menawarkan kerjaninan, dagangan atau jasa lainnya.
Pemerintah juga dapat memperkerjakan masyarakat desa sebagai karyawan penginapan, pembersih atau bekerjasama untuk menyiapkan pertunjukan budaya, tradisi dan adat, seperti yang dilakukan desa adat di Bali. Hal ini tentu akan mendorong pertumbuhan ekonomi serta tingkat pariwisata dibeberapa kota.
Jangan lupakan kehebatan media sosial atau aplikasi. Di era digital seperti sekarang ini, tentu kita membutuhkan sosial media dan aplikasi. Di luar negeri sana sudah ada aplikasi yang digunakan oleh pelibur, yaitu Couchsurfing. Aplikasi ini menawarkan kedekatan antara pelibur dengan masyarakat sekitar lokasi tujuan, yang fungsinya menawarkan jasa untuk menginap, guide atau bahkan sekadar berkelanan. Untuk harga, itu diserahkan kepada pengguna akun, bahkan banyak sekali yang menawarkannya secara cuma-cuma karena hanya ingin menambah teman.
Bila pemerintah menciptakan aplikasi ini, hal yang harus diperhatikan ialah keamanan, pemerintah bisa bekerjasama dengan kepolisian, atau mereka yang bergelut didunia teknologi, sehingga mampu menjamin keaman seperti aplikasi Ojek Online. Dengan begitu, masyarakat sekitar mampu menawarkan jasanya, dan lagi-lagi berimbas pada pertumbuhan ekonomi masyarakat desa.
Peremajaan lokasi wisatar pun perlu diperhatikan, seperti pos-pos pendakian, pos-pos lautan atau akses desa. Beberapa kali kami menemukan lokasi wisata yang tidak terurus, terakhir di daerah Grabag, terdapat pemandian air hangat yang tidak lain adalah peninggalan budaya, namun ada beberapa arca yang hilang karena dicuri. Tentu ini merugikan kedua pihak, bagi para pelibur, hal itu sangat miris, mengingat peninggalan sejarah adalah hal yang tidak bisa dibeli kesannya, dan bagi masyarakat tentu akan mengurangi kunjungan wisatawan. Pemerintah harus tegas dalam hal ini.
Lalu posko-posko pendakian beberapa diantaranya hanya sebuah gubuk tanpa ada fasilitas apapun. Pertanyaan kami, kemana larinya Dana Desa yang diberikan Presiden untuk memakmurkan masyarakatnya? Beberapa kali kami mewawancarai masyarakat posko, mereka membangun posko dengan biaya sendiri, agar memudahkan pelibur, lalu Dana Desa dirasakan oleh siapa?
Hal-hal itu lah yang harus jadi perhatian pemerintah bila memang memiliki cita-cita untuk memajukan pariwisata Indonesia. Dan pula membangun beberapa kota pariwisata, sehingga tujuan pariwisata tidak hanya berkpusat dibeberapa kota saja, bila kota lainnya bisa dijadikan pariwisata dampaknya ialah pertumbuhan ekonomi yang merata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI