3. Serta memiliki sikap sadar untuk melakukan sesuatu tanpa mengharapkan imbalan atau pamrih
Sebagai manusia yang beriman atau percaya dengan adanya Tuhan Yang Maha Esa sudah sepatutnya kita menghindari hal-hal yang yang tidak baik atau negatif, serta memiliki batasan diri untuk tidak berperilaku tidak baik. Karna kesengsaraan yang kita dapat hanya dapat diatasi dengan karma yang baik. Percaya tidak percaya, bahwa hukum sebab akibat atau hukum karma itu nyata adanya. Salah satu contohnya, ketika kamu melakukan perbuatan yang buruk, nanti ataupun pada saat itu juga kamu akan menerima karma dari perbuatan kamu. Ketika kamu melakukan pertolongan kepada seseorang yang membutuhkan dengan rasa yang tulus dan ikhlas, kamu juga akan mendapat balasan dari perbuatan kamu bahkan mendapat balasan yang lebih besar yang bahkan diri kamu sendiri tidak menduganya. Namun balasan itu tidak akan langsung datang, tetapi bisa juga datang dilain waktu serta dengan orang yang berbeda. Karena Tuhan tahu bagaimana dan apa jalan yang terbaik untuk setiap umatnya.
Hal tersebut sejalan dengan yang tertuang dalam saramuscaya 2 yang berbunyi
"Ri sakwehning sarwa bhuta, iking janma wwang juga wnang gumawayaken ikang subhsubhakarma, kuneng panntasakna ring subhakarma juga ikangaubhakarma phalaning dadi wwang"
Artinya:
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat melakukan kebajikan pun kejahatan. Terlahir menjadi manusia bertujuan untuk melebur perbuatan-perbuatan jahat ke dalam perbuatan-perbuatan bajik, hingga tidak ada lagi perbuatan-perbuatan jahat yang masih tersisa dalam diri, inilah hakekat menjadi manusia. Hanya dengan menjadi manusia kejahatan itu dapat dilebur dalam kebajikan.
Perbuatan buruk tidak hanya tercermin melalui perbuatan secara nyata. Namun dalam hal berprasangka buruk dan memiliki iri dengki atau penyakit hati lainnya juga dapat digolongkan sebagai perilaku buruk. Karna dengan memiliki sifat sepeerti itu nantinya akan menimbulkan suatu perselisihan dan akan berujung pada karma buruk yang kita perbuat.Â
Hukum karmaphala ini sebagai landasan untuk mempunyai etika yang baik dan benar serta menjadi pegangan dalam mencapai tujuan hidup, baik secara pikiran (Manacika), perkataan (Wacika) maupun perbuatan (Kayika).
Hidup di dunia ini tidak ada perbuatan yang tidak memiliki hasil, namun hanya saja terkadang hasil dari perbuatan yang kita lakukan tidak selalu langsung kita dapatkan. Dan setiap hasil yang kita terima pun mempunyai hukum karmanya sendiri. ketika seseorang mendapatkan karmaphalanya itu bisa saja berbentuk secara nyata atau fisik maupun secara psikis. Jadi karmaphala seseorang tidak dapat kita lihat dan tentukan secara pasti. Namun secara jelas dan pasti bahwa karmaphala itu nyata adanya, hukum karma atau hukum alam itu nyata hadirnya disekeliling kita. Sebagai umat manusia yang beragama, terutamanya agama Hindu, alangkah baiknya kita selalu dan berusaha untuk mempunyai pikiran maupun perbuatan yang baik dan tulus ikhlas agar tujuan hidup kita dapat tercapai secara maksimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H